Indonesia memproduksi 7 juta ton pakan ayam setiap tahunnya. Sekitar 60% komponen terbesar dari pakan ayam adalah jagung, sisanya antara lain adalah Meat Bone Meal (MBM/ tepung daging dan tulang) sekitar 5%, yang merupakan sumber protein. Saat ini kedua komponen tersebut mengalami tekanan harga, akibatnya harga pakan pun naik.
Naiknya harga jagung dikarenakan melonjaknya permintaan jagung untuk bahan bakar nabati. Harga awal tahun ini mencapai 235 dolar AS per ton, sedangkan awal tahun lalu seharga 130 dolar AS per ton.
“Seharusnya kita tidak perlu mengimpor jagung, asal kontinutitas dan kualitas jagung dalam negeri dapat memenuhi kebutuhan tersebut,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perunggasan Indonesia Anton J. Supit, di Jakarta Kamis (26/4). Apalagi untuk mengimpor jagung, pabrikan makanan ternak dikenai bea masuk sebanayak 5%.
Menurut Bungaran Saragih, menteri pertanian periode 2001-2004, bea masuk diterapkan ketika harga jagung nasional sedang anjlok. Tujuan pengenaan bea masuk adalah agar penyerapan jagung lokal tinggi, dan akan menggairahkan petani jagung dalam berbudidaya. “Jika harga internasional sudah tinggi, dan kita sendiri belum bisa memenuhi kebutuhan tersebut, untuk apa lagi ada bea masuk sekarang?” tambah Bungaran.
Begitu juga halnya dengan MBM yang saat ini cenderung naik karena adanya batasan pengimpor ke Indonesia. Sejak Agustus 2006, ijin impor MBM dari Amerika Serikat baru diberikan kepada satu perusahaan. Sedangkan negara lain yang masih diperbolehkan mengekspor MBM ke Indonesia hanya Australia dan Selandia Baru, tetapi harga MBM dari kedua negera tersebut lebih mahal.
Terkait dengan itu, Gabungan Perusahaan Makanan ternak (GPMT) beberapa waktu lalu sudah melayangkan surat kepada Menteri Pertanian untuk mengadakan review pada perusahan produsen MBM Amerika lainnya. Pasalnya, dengan hanya satu pemasok, harga MBM ex-Amerika menjadi 340 dolar AS per ton dari harga semula sekitar 270 dolar AS per ton.
“Sudah saatnya pemerintah Indonesia membantu sektor perunggasan sebagai sumber gizi untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat,” demikian disampaikan Ketua Forum Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI) Don P. Utoyo. Menurut data dari FMPI saat ini jumlah konsumsi daging ayam Malaysia 38 kg per kapita per tahun sedangkan Indonesia hanya 7,5 kg per kapita per tahun.
FN Poernomo