Peluang besar ekspor buah harus diimbangi penjagaan kualitas pasokan sesuai persyaratan.
Peluang peningkatan ekspor buah semestinya ditangkap dengan menjaga mutu buah sesuai syarat pasar dunia. Tapi, “Standar mutu buah Indonesia memang seringkali tidak bisa memenuhi standar yang disyaratkan,” ungkap S. Margono, Ketua KOPPAS Induk Kramatjati, Jakarta. Untuk itu, perlu pengelolaan buah yang lebih baik.
Menurut Sri Kuntarsih, Direktur Buah-buahan, Ditjen Hortikultura, pola penanganan buah harus berubah dari pendekatan produksi ke pola penerapan manajemen rantai pasokan. Artinya, buah hasil panen harus dikelola mulai dari kebun, distribusi hingga ke konsumen.
Sortir dan Kemas
Untuk memenuhi standar mutu ekspor, Ade Sugema, petani dan pengepul manggis di Wanayasa, Purwakarta, Jabar, mengusulkan harus diawali oleh petani. Caranya dengan berusaha menjaga mutu buah sejak proses panen hingga pengemasan sebelum dikirim ke eksportir. Saat ini, kualitas manggis Wanayasa baru 20%—40% yang masuk kualitas ekspor.
Di desa Ade, penanganan kualitas manggis dilakukan mulai proses panen dengan dibentuk tim panen berkekuatan 20 orang. Mereka bertugas melakukan proses panen yang baik dengan alat panen berupa keranjang buah, galah bambu berkeranjut, tali tambang, dan kantong bekas wadah terigu.
Bila proses panen dilakukan sembarangan, sering terjadi manggis berjatuhan ke tanah sehingga mengurangi jumlah manggis yang masuk kategori layak ekspor. Saat petik tidak boleh saling berbenturan, apalagi dilempar.
Usai panen, buah dipilah berdasar kategori permintaan pasar. Sortasi (pemilahan) mutlak dilakukan. Saat ini sudah ada komputer yang mampu merekayasa alat sortasi buah-buahan secara tepat, akurat, dan nondestruktif berdasarkan warna, ukuran, berat, dan citarasa.
Mulyadi, penjual manggis lokal di Serang, Banten, mengatakan, sortiran manual dilakukan hanya untuk membedakan mutu ekspor dan lokal. Untuk ekspor, ukuran buah Super 6—10 buah/kg. Penampilan kulit luar dan daging buah harus mulus, serta tidak ada getah kuning di daging buah.
Ditambahkan Sutarli, pengumpul/pemasok manggis dari Tasikmalaya, kelas manggis untuk ekspor ada tiga: Super 1, Super Burik, dan Super BS. Ketiganya berbobot 10 buah/kg. Selain itu, menurut Margono, warna manggis harus berhubungan dengan tingkat kematangan yang seragam. Manggis dikirim dalam kondisi belum terlalu matang sehingga sampai tujuan buah matang.
Setelah dipilah, dilakukan pengemasan. Manggis dari petani umumnya menggunakan peti kayu kapasitas 40 kg. Ada juga pemasok yang menyediakan keranjang plastik yang dilapisi busa dan kertas agar buah tidak lecet.
“Pengemasan buah untuk ekspor tidak rumit,” papar Budi Waluyo, Manajer PT Agung Mustika Agro Lestari, eksportir buah di Banten. Setelah diturunkan dari truk, manggis disemprot air untuk menghilangkan semut dan kotoran. Lantas. Buah disusun dalam keranjang plastik berlapis kertas, lalu dimasukkan ke penyimpanan dingin (coldstorage) sebelum diangkut ke dalam kontainer.
Untuk menjaga kualitas produk buah tetap baik, eksportir minimal harus memiliki sarana penyimpanan, seperti coldstorage. Sarana ini dapat untuk menahan barang dan menampung buah saat harga jatuh. Kualitas buah yang akan diekspor pun masih bisa terjaga. Manggis misalnya, kalau dimasukkan ke coldstorage, akan tahan sampai 7 hari tanpa mengalami penurunan kualitas.
Yan Suhendar, Enny Purbani, Tri Mardi