Pertemuan dengan seorang teman, ternyata membuat Yoseph Joemono banting setir dari importir semen menjadi eksportir buah manggis dari Indonesia. Alkisah, Yosep Joemono, pemilik PT Agung Mustika Agro Lestari, yang saat itu sebagai importir semen ke Indonesia, bertemu temannya seorang direktur sebuah perusahaan di Taiwan. Sang teman ini akan pensiun dan ingin menjadi pengusaha seperti dirinya. Saat jalan-jalan di pasar, ia menanyakan adakah buah Sanchuk di Indonesia. Buah Sanchuk yang dimaksud ternyata manggis. “Manggis di Indonesia sangat banyak jawab saya. Kemudian teman saya itu tertarik untuk mengimpornya dari Indonesia,” kenang Yoseph. Tidak berapa lama, teman tersebut datang dan ingin melihat keberadaan buah manggis di Indonesia. Melihat potensi manggis tersebut, ia kemudian mengajari Yoseph cara membeli manggis, memilih manggis yang bagus untuk ekspor, cara mengepak, dan lain sebagainya. Yoseph pun menerapkan petunjuk itu sehingga ia dapat mengirim manggis sebanyak 50 kg. Tiga tahun kemudian usahanya berkembang. Volume kiriman manggisnya sudah mencapai puluhan ton per bulan. Kendati demikian, ”Ternyata jadi eksportir tidak semudah jadi importir,” tandasnya. Sebagai importir, tahunya barang jadi, buka LC, tawar menawar harga kirim dan jual, sedangkan eksportir harus cari bahan, menyortir, memiliki prasarana dan sarana lengkap. Belum lagi dengan kendala terganggunya pasokan, bencana, sampai pun gangguan iklim. Menghadapi Persaingan Ketika bercerita soal kunci suksesnya sebagai eksportir manggis, Yoseph menunjuk fasilitas penyimpanan dan efisiensi. “Harus punya coldstorage sehingga bisa menyetok barang, dan kalau harga jelek barang bisa ditahan. Ketika harga naik, dikeluarkan,” ungkapnya. Soal persaingan dagang buat Yoseph itu biasa, asalkan dilakukan secara positif. “Kalau jual buah ini, untung rugi bukan merupakan patokan. Lebih baik kerjakan dulu dan harus terjun langsung betul-betul, dan itu tidak gampang. Sebagai seorang pedagang, kita harus mulai dari dasar sehingga bisa mengetahui segala perkembangan yang terjadi,” tambahnya. Ia menyayangkan terjadinya persaingan tidak sehat dalam bisnis manggis. Usahanya pernah terganggu gara-gara ulah para pengusaha dari luar negeri yang hanya mencari keuntungan saja di Indonesia. Bahkan mereka tidak punya gudang, coldstorage, bahkan perusahaan di Indonesia.”Orang asing ini mencari manggis di Indonesia saat musim manggis. Kemudian mereka membawanya ke Malaysia. Di sana mereka menempelkan merek dari negara tertentu,” bebernya. Lebih jauh Yoseph mengungkap, manggis yang sudah berganti merek ini kemudian di negara tujuan ekspor bersaing dengan manggis dari Indonesia. “Saya sering marah di sini, manggis punya kita kenapa tempel made in Thailand. Kurang asem!” nadanya sedikit meninggi. Pria yang sudah dua dekade menjadi eksportir buah ini mengaku tidak pernah mundur dalam masalah harga jual. Sekali mundur menghadapi harga buah yang turun, orang asing akan masuk sehingga nantinya mereka akan mengendalikan harga. Ia berharap orang-orang seperti itu tidak diberi kesempatan untuk melakukan usahanya di bumi pertiwi, kecuali mereka mau menaati peraturan. Tri Mardi Rasa