Rabu, 28 Pebruari 2007

Ramai-Ramai Berbisnis Sari Apel

Berawal dari upaya memanfaatkan hasil panen apel yang berlimpah, Kusuma Agro  (KA) yang merupakan kawasan hotel dan wisata di kota Batu, Jawa Timur, membuat  minuman sari apel bagi pengunjungnya.

Gayung pun bersambut. Sari apel produksi KA kian populer dan menjadi ciri khas kota Batu. Industri pengolahan buah apel pun kian marak, dari skala UKM sampai pemodal kakap ikut nimbrung di bisnis ini. 

 

Rp15 juta—Rp1,5 Miliar/Bulan

Melihat potensi pasar yang besar, akhirnya KA membentuk divisi industri pengolahan sari apel dan membangun pusat industri pengolahan apel dengan investasi lebih dari Rp5 miliar pada 2002.

Dilengkapi peralatan modern, seperti mesin penghancur apel, formulator sari apel, dan penggunaan ban berjalan menjadikan proses produksi cepat dan efisien.

“Kapasitas produksi 40.000 cup/hari dan 20.000 botol/hari,” ungkap Eko Pujo, Staf Kendali Mutu, Divisi Agro KA. Tingginya produksi dan diimbangi dengan terbukanya pasar yang luas memungkinkan KA menggandeng distributor sari apel di seluruh Indonesia.

Setelah memperoleh sertifikat HCCP Food akhir tahun lalu, pihak KA merencanakan mulai merambah Malaysia, Filipina, dan Timur Tengah.

Untuk memperluas segmen pasar, KA mengemas produknya dalam kemasan kotak tetra-pack sehingga menjadi minuman buah berkelas. Diversifikasi olahan dari apel juga dilakukan, misalnya dengan membuat dodol apel, brem apel, cuka apel, dan selai apel yang merupakan turunan dari olahan sari apel.

Dengan merek yang sudah dikenal masyarakat, KA juga berani memproduksi minuman sari stroberi, sirsak, jambu dan jeruk, serta selai stroberi dan sirup stroberi. Omzet bisnis produk olahan buah KA mencapai Rp1,5 miliar/tahun.

Sukses Kusuma Agro memproduksi sari apel ini mengundang minat pemain baru di industri olahan buah. Salah satunya, sari apel merek Brosem yang merupakan produksi PKK Kelurahan Sisir, Kota Batu.

“Sari apel Brosem ini modal awalnya hanya Rp6 juta, hasil patungan ibu-ibu PKK,” ungkap Sumiati, bagian produksi sari apel Brosem.

Berbeda dengan sari apel produksi KA yang diproduksi serba otomatis, Brosem diproduksi secara sederhana. “Awalnya malah pinjam panci dan alat lain milik anggota,” kenang Sumiati. UKM ini kemudian berkembang dengan omzet Rp15 juta—Rp20 juta/bulan serta memiliki alat sterilisasi, alat pengisi semi otomatis, dan pengepres cup.  

 

Awas, yang Palsu

Saat ini tercatat tak kurang dari  48 merek sari apel yang terdaftar di Dinas Perindustrian Kota Batu, belum termasuk yang berproduksi tanpa izin. Beberapa di antaranya memang ada yang sekadar penggembira dan kemudian tenggelam. Namun tak sedikit pemodal besar yang ikut menggarap bisnis ini.

Pasar terbesar sari apel adalah wilayah luar Pulau Jawa yang selama ini sudah dibuka sari apel kusuma. Sayangnya, beberapa produk berkualitas kurang baik sehingga menurunkan citra sari apel.

“Ada beberapa yang menggunakan nama sari apel tetapi bahan bakunya bukan dari apel,” ungkap Sumiati. Pemalsu tersebut menggunakan perasa apel sintetis.

Dengan begitu, “Biaya produksi akan lebih murah karena tidak perlu beli bahan baku, yaitu apel,” tambah Eko Pujo.

Ia menjamin produk sari apel Kusuma dibuat dari apel asli karena proses produksi bisa dilihat langsung pengunjung agro wisata. Pemalsuan produk sari apel ini bisa terjadi antara lain lantaran lemahnya pengawasan dari pemda setempat.

Pemda seharusnya pembinaan dan pengawasan produksi sari apel ini agar konsumen mendapat produk berkualitas, produsen sari apel tetap bisa berbisinis, dan industri pengolahan sari apel Kota Batu terjaga citranya.

AGRINA

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain