Namun demikian pada tahun-tahun terakhir ini kehilangan pascapanen bisa ditekan hingga 10—30% dari produksi total tanaman.
Penurunan tersebut disinyalir disebabkan mayoritas masyarakat sudah melek teknologi dan informasi,” ungkap Ir. Loekas Soesanto M.S., Ph.D, pakar penyakit tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman pada acara pelepasan dan bedah buku Penyakit Pascapanen “Meningkatkan Mutu Produktivitas Pertanian” di Kampus Fakultas Pertanian Unsoed Purwokerto (19/12).
Selain Loekas, penulis buku tersebut, hadir pula kritikus buku sekaligus sejawatnya, Ir. Soedarmono, SU (mantan Dekan FP Unsoed) dan Dr. Ir. Wiludjeng Trisasiwi, MS (pakar fisilogi tanaman Unsoed).
Lebih lanjut dikatakan Loekas, kehilangan pascapanen terutama disebabkan cendawan dan bakteri penyebab penyakit (patogen). “Infeksi dari patogen pascapanen kemungkinan besar bisa dimulai dari produk ketika masih berada di lahan sebelum dipanen atau bisa juga selama periode pascapanen.
Bahkan, persentase infeksi yang secara relatif kecil dapat menyebabkan hilangnya produk yang besar, dan mengakibatkan kerugian besar,” jelasnya. Namun demikian, dia yakin, beberapa produk yang mudah rusak dapat diperkecil kehilangan pascapanennya dengan pemrosesan, seperti pengeringan, pembekuan, atau pengalengan.
Ryan (Purwokerto)