Sejak didirikan dua tahun lalu, pembibitan sapi potong PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) dapat berkembang pesat. Dari 200 ekor sapi betina impor dari Australia, sebagai proyek percontohan, kini berkembang menjadi 2.500 ekor. Tingkat keberhasilan Inseminasi Buatan (IB)-nya pun cukup tinggi, 75—85%.
Alhasil, LJP yang berlokasi di Serang, Banten, ini mampu menghasilkan anakan sapi (pedet) sebanyak 70 ekor/bulan. “Memang diakui, belum memenuhi target 150 ekor/bulan. Tapi secara perlahan diharapkan target dapat terpenuhi, ” ungkap I Ketut Karya W, General Manager Breeding LJP.
Hasil produksi pembibitan LJP yang berupa induk sapi bunting telah dijual ke peternakan di berbagai daerah. Ambil contoh, Perusahaan Daerah (Perusda) Provinsi Banten di Lebak yang telah membeli 220 ekor.
“Dari sini mampu menghasilkan lebih dari 50% atau sekitar 130 ekor, dengan performance anaknya sendiri bagus, sedangkan induknya cukup bagus,” tambah Ketut. Sedangkan di Sawah Lunto, Sumbar, ada perusahaan yang telah melakukan transaksi sebanyak 200 ekor.
Ditambahkan Ketut, harga jual sapi induk sangat tergantung usia kebuntingan dan bobot badan sapi hidup. Kisarannya sekitar Rp8 juta—Rp10 juta/ekor.
Sementara, transaksi penjualan pedet, yang setiap bulan mencapai sekitar 70 ekor. Pembelinya terdiri dari peternak di berbagai daerah, seperti Sumatera Barat, Pacitan, Malang.
Adapun harga pedetnya sangat tergantung pada bobot badannya. Jika di bawah 60 kg dijual dengan harga Rp3,5 juta/ekor, sedangkan di atas 60—100 kg sekitar Rp4 juta.
Jamin Kualitas
Selain produksinya berkembang pesat, LJP menjamin kualitas sapi indukan dan pedet yang dihasilkan. Peternak yang ingin mengembangkan pembibitan akan memperoleh sapi induk berkualitas genetik bagus.
LJP yang berdiri sejak 1998 ini juga telah melakukan perkawinan silang antara jenis sapi tropis dengan sapi subtropis. Jenis sapi subtropis dikenal mempunyai laju pertumbuhan begitu cepat, tapi bermasalah bila diternakkan di lokasi beriklim tropis. Misalnya, sapi Limousin dan Simmental.
Kawin silang dilakukan dengan semen sapi Brahman asal iklim tropis produksi Balai Inseminasi Buatan Singosari, Jatim. Hasilnya, sapi persilangan mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat dan daya tahan tinggi terhadap iklim tropis. “Jadi, saling melengkapi keunggulannya,” jelas Ketut kepada AGRINA.
Umumnya peternak yang memelihara sapi anakan (pedet) dan induk dari LJP menyatakan puas atas performa ternaknya. Pedet mereka sudah tidak mengalami kendala lagi seperti proses adaptasi pakan terhadap pakan konsentrat dan laju pertumbuhan sapi sendiri cukup tinggi.
LJP memang mengembangkan bibit sapi yang telah lulus beberapa parameter. Di antaranya, sapi tidak mengalami gangguan reproduksi dengan bukti terjadinya kebuntingan sapi-sapi induk.
Pola Intensif
Prosedur pembibitan LJP selama ini diawali dengan reconditioning berdasarkan standar operasional ketat terhadap sapi yang baru datang ke farm. Penilaiannya tidak hanya terkait performa, tetapi juga alat reproduksinya. “Sehingga kita menjamin sapi-sapi ini bagus juga untuk breeder-breeder (induk),” urai Ketut.
Dengan demikian, ketika sapi indukan didistribusikan ke peternak, mereka tidak mengalami kesulitan dalam menanganinya. Sapi induk dari LJP relatif jinak karena telah lama mengalami proses adaptasi iklim dan pakan. Daya reproduksinya tinggi dan produksi air susunya cukup untuk anaknya.
Angka kebuntingan sapi-sapi di LJP mencapai 75—85%. Ini berarti sapi-sapi di sana sudah beradaptasi dengan iklim tropis sehingga mampu bunting dan beranak.
Aktivitas pembibitan itu sendiri hanya dilakukan areal seluas 7 ha karena LJP menerapkan pola intensif yang merupakan pertama di Indonesia. Pola intensif ini bisa menjawab kendala keterbatasan lahan.
Dari total lahan sekitar 25 ha, baru sepertiga yang efektif digunakan untuk kandang, kantor, gudang dan jalan baru. Sisanya secara bertahap akan ditanami hijauan untuk sumber pakan.
Yan Suhendar