Sekitar 80% penduduk Desa Sukarame, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung, Jabar, berprofesi sebagai petani bawang merah. Bawang merah, khususnya varietas Sumenep diperkirakan sudah ditanam di desa yang berjarak sekitar 35 km arah selatan Bandung ini sejak tahun 1960-an. Wajar bila kemudian bawang Sumenep menjadi komoditas andalan di desa tersebut.
Empat Ton Sebulan
“Belum banyak orang yang mengetahui keunggulan bawang Sumenep,” ujar Undang, seorang petani dan penjual benih bawang Sumenep di kawasan Pacet. Itu sebabnya, harga bawang sumenep sering disamakan dengan bawang varietas lain.
Bawang Sumenep mempunyai keunggulan, terutama jika dibuat bawang goreng. Setelah jadi bawang goreng, aromanya sangat harum, renyah, garing, dan tidak mudah patah. Warnanya juga lebih cerah, yakni coklat kekuning-kuningan.
Atas alasan itu, Iman Hilman Yahya membuat pabrik penggorengan bawang di Desa Maruyung, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung pada 1985. Iman menampung bawang Sumenep dari para petani sekitar Pacet. Kini ia mampu memproduksi 3 ton bawang goreng/bulan untuk memasok pasar lokal di sekitar Bandung dan daerah lainnya di Jabar.
Menurut Iman, bisnis bawang goreng bisa dibilang cukup menguntungkan. Betapa tidak, ia bisa menjual semua hasil produksi, termasuk ampas dan minyak sisa penggorengan.
Dari 1 kg bawang Sumenep segar dihasilkan 350 gram bawang goreng super. Sementara bawang varietas lain hanya 300 gram.
Bawang goreng super dijual Rp16.000,-/kg. Kulit bawang goreng dihargai Rp8.000,-/kg. Ampas bawang laku Rp1.500,-/kg dan minyak bekas menggoreng dijual Rp6.000,-/kg. “Kulit, ampas, dan minyak bawang banyak dimanfaatkan sebagai penyedap bakso, bubur, dan soto,” ujar Iman.
Selain untuk memenuhi pasar lokal, bawang Sumenep goreng produksi Iman juga diekspor. Setiap bulan ia mengirim 4 ton bawang goreng ke Nigeria. Bawang yang dikemas 500 gram/kemasan itu dijual Rp24.000,-—Rp28.000,-/kg.
Panen Raya, Harga Anjlok
Menurut Undang, di kawasan Pacet sejumlah sawah kini sudah berganti menjadi lahan bawang merah. “Jika harganya terus meningkat, saya yakin sawah yang ada sekarang pun bisa berubah jadi lahan bawang,” ujarnya.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, produksi bawang merah pada 2005 mencapai 118.795 ton dengan luas tanam sekitar 12.326 hektar. Produksi paling tinggi berasal dari daerah Kabupaten Bandung yaitu 35.787 ton. Kemudian diikuti Kabupaten Majalengka sebanyak 32.981 ton, dan Kabupaten Cirebon 33.781 ton.
Baik Undang maupun Iman mengatakan bahwa harga bawang sumenep di Pacet sangat dipengaruhi oleh panen bawang di Majalengka dan Cirebon. Jika di Majalengka sedang panen raya, bisa dipastikan harga bawang Sumenep bakal anjlok. Pada saat itu petani bawang di Pacet dan sekitarnya akan mengurangi luasan pertanaman bawang dan beralih menanam cabai, sekaligus untuk rotasi tanam.
Harga jual tertinggi biasanya terjadi pada akhir tahun dan menjelang hari raya. Pada saat itu, harga bawang bisa mencapai Rp12.000,-/kg. Sebaliknya, harga bawang anjlok memasuki musim kemarau pada periode April—Agustus atau saat panen raya beruntun di sejumlah sentra bawang merah seperti Nganjuk (Jatim) dan Brebes (Jateng).
Asdan