Bandeng tandu alias tanpa duri lahir sebagai produk alternatif bagi penggemar ikan yang kewalahan menghadapi duri yang kelewat banyak dalam daging ikan air payau ini. Meskipun lezat, berdaging lembut, dan bergizi tinggi banyak orang enggan makan bandeng karena durinya bisa menjadi “ancaman” kerongkongan orang yang menyantapnya.
Bandeng tandu diproses dengan menghilangkan seluruh duri kecilnya sehingga aman dimakan dan dapat diolah menjadi berbagai hidangan. Akademi Perikanan Sidoarjo (APS) kini tengah mengembangkan bandeng tandu untuk pasar lokal maupun ekspor.
Durinya 164 Helai
Bandeng (Chanos chanos) atau milk fish merupakan salah satu ikan air payau yang banyak dihasilkan petambak di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Tak heran industri pengolahan bandeng berkembang di wilayah ini. Aneka produk pengolahan bandeng dapat diperoleh di kota Sidoarjo, misalnya bandeng asap dan bandeng presto.
Walaupun lezat, bandeng presto dan bandeng asap mempunyai kelemahan, yakni tidak tersedia dalam bentuk segar. Selain itu, keduanya diproses menggunakan pemanasan dan tekanan tinggi sehingga kandungan gizi ikan berkurang. Sebaliknya, bandeng tandu diproses hanya dengan mencabut duri dalam daging bandeng menggunakan pinset.
Bandeng mempunyai tak kurang dari 164 duri yang terkumpul di punggung, dekat kepala, tengah badan, dan ekor. Upaya pengolahan bandeng tanpa duri sebenarnya sudah cukup lama dikenal di wilayah ini tapi tidak berkembang. APS Sidoarjo mencoba mengembangkan bandeng tandu dengan berbagai sosialisasi dan promosi.
“Bandeng tandu sekarang mulai berkembang, bahkan kini terbentuk kelompok-kelompok produsen bandeng tandu. Kami sebagai intinya dan masyarakat sebagai plasmanya,” papar Hery Edy, Pembantu Direktur I APS. Tidak hanya itu, beberapa perusahaan pengolahan ikan di Sidoarjo melatih sejumlah karyawannya untuk mempersiapkan produksi bandeng tandu untuk ekspor.
Teknologi pengolahan bandeng tandu sebenarnya tidak pelik, tapi membutuhkan ketelitian tinggi. Bandeng segar utuh dibelah membujur dari ekor ke arah kepala sehingga jalur-jalur tulang pada daging ikan terlihat. Pinset kemudian digunakan untuk mengangkat duri di sepanjang jalur tersebut. Bagi yang ahli, pekerjaan ini diselesaikan dalam lima menit.
Unit Usaha Perikanan APS, Sidoarjo kini mampu menghasilkan bandeng tandu sekitar 100 kg/hari yang berasal dari 150 kg bandeng segar. Harga bahan baku, berkisar Rp11.000—Rp12.000/kg yang terdiri dari 3—4 ekor/kg. ”Bandeng tandu dijual dengan harga Rp22.000/kg, cukup siginifikan dibandingkan dengan harga bandeng segar biasa,” ungkap Hery.
Pencabut duri bandeng memang mendapat bayaran yang cukup sehingga bisa memberikan tambahan penghasilan. Dengan jam kerja mulai pukul 09.00—16.00, seorang pekerja atau siswa APS Sidoarjo dapat menyeleskan 30 kg bandeng atau 100 ekor. Jika ongkos mencabut duri bandeng Rp750/ekor, maka dalam sehari mereka mendapatkan Rp75.000/hari.
Ekspor ke Arab Saudi
Pasaran bandeng tandu saat ini sudah masuk ke restoran dan katering di sekitar Surabaya. Bahkan, menurut Hery, bandeng tandu juga berpeluang untuk ekspor. “Kami mengharapkan bandeng tandu bisa masuk dalam menu jama’ah haji sehingga jika nantinya bisa ekspor ke Arab Saudi akan lebih mudah dan tidak terlalu ketat,” jelas Hery.
Untuk memenuhi target ekspor ke negara Timur Tengah tersebut, APS bekerjasama dengan lembaga pendidikan Nurul Huda di daerah Karanganyar, Sidoarjo. Siswa-siswa di lembaga pendidikan itu akan dilatih mencabut duri bandeng sesuai standar pabrik dan diharapkan dapat bekerja di waktu luang.
Seorang alumnus APS Sidoarjo, Cahyadi Nurul Huda (24), telah membuka usaha bandeng tandu sejak tiga tahun lalu. Dengan modal awal Rp5 juta dan dibantu dua karyawan, kini omzetnya sudah mencapai Rp1 juta/hari. Ditambah dengan produksi produk lain seperti nugget, ayam goreng tepung, dan chicken stick, nilai penjualannya mencapai Rp 4 juta/hari dan karyawan 30 orang.
“Saya tertarik memproduksi bandeng tandu karena produk ini termasuk produk baru. Selain itu, bandeng termasuk ikan yang jampir semua masyarakat bisa menerimanya, hanya terkendala duri,” jelas Cahyadi.
Awalnya, ia merintis pembuatan bandeng tandu goreng tepung yang renyah (crispy). ”Setelah bandeng diambil durinya, kemudian diberi tepung dan digoreng. Dalam hitungan menit sudah langsung dapat dinikmati,”ujarnya.
Seperti UKM lainnya, modal menjadi kendala pengembangan usaha Cahyadi yang mengaku belum pernah mendapat banduatn modal dari pemerintah. Sedangkan untuk bahan baku, tidak terlalu sulit karena pasokan bandeng di Sidoarjo selalu tersedia dengan harga saat ini sekitar Rp11.000—Rp12.000/kg.
Uphie