Bank masih menjadi lembaga yang tak terjangkau bagi petani ikan di Indonesia. Tak heran banyak pembudidaya yang harus berurusan dengan tengkulak demi memenuhi modal kerja usahanya. Di satu sisi, bantuan penguatan modal yang pernah dilakukan pemerintah sebelumnya berupa dana bergulir tidak membawa hasil.
Beberapa waktu lalu, Departemen Kelautan dan Perikanan menjaminkan dana penguatan modal kerja petani ikan pada sejumlah bank. Tujuannya, untuk mendekatkan dunia perbankan dengan usaha perikanan budidaya dan meningkatkan produksi perikanan budidaya, seperti udang, rumput laut, patin jambal, dan ikan-ikan air tawar yang dipelihara dengan sistem minapadi.
Bukan Hibah
Masyarakat pesisir, termasuk para petambak udang, adalah warganegara yang tidak punya cukup akses dengan dunia perbankan. Kurangnya infrastruktur penghubung petambak dengan bank dan adanya hambatan sertifikasi lahan yang umumnya terletak di wilayah konservasi menjadi biang keladinya.
Hal ini mendorong Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) cq Ditjen Perikanan Budidaya membantu para petambak dan petani ikan lain dalam bentuk kredit penguatan modal kerja. Usaha sejenis pernah dilakukan tapi dana penguatan modal kerja ini lebih bersifat bantuan atau hibah.
Berbeda dengan program sebelumnya, dana penguatan modal saat ini tidak lagi berbentuk hibah (grant). “Diharapkan ini menjadi pembelajaran bagi para pembudidaya ikan dalam mengakses bank,” jelas Made L. Nurjana, Dirjen Perikanan Budidaya. Dalam hal ini bank tidak memerlukan jaminan dari kreditur karena DKP telah menyiapkan dana sebesar Rp106 miliar untuk dititipkan pada bank-bank yang ditunjuk.
Bank pelaksana program ini adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD) di masing-masing provinsi dan Bank Rakyat Indonesia. Selain petambak udang, petani rumput laut, pembudidaya patin jambal, dan petani mina padi mendapat kucuran kredit masing-masing dengan paket Rp60 juta, Rp6 juta, Rp40 juta, dan Rp2 juta per rumah tangga pembudidaya.
Salah satu provinsi yang telah menggulirkan program ini adalah Jawa Timur. “Kita sudah titipkan Rp3 miliar di Bank Jatim agar pengembangan tambak di wilayah itu berjalan,” lanjut Made. Ia mengakui, jumlah dana itu masih sangat kecil dibandingkan dengan populasi petambak yang ada.
Ia mengharapkan partisipasi bank yang terlibat dalam program ini terus bertambah meskipun tanpa dana jaminan dari DKP. Apalagi, kalau pihak bank sudah melihat program ini bisa berjalan lancar, ekonomis, dan menguntungkan. “Penguatan modal ini menjadi pemicu dan pemacu agar bank tergerak untuk membiayai, “ ujar Made.
Kemudahan Khusus
Sampai Juli 2006, kredit penguatan modal kerja ini telah diberikan pada sedikitnya 4.100 keluarga pembudidaya. Akhir Desember 2006, jumlahnya diharapkan mencapai 9.500 keluarga. Petambak kecil atau tradisional adalah sasaran yang paling krusial sehubungan dengan akan dikembangkannya 140.000 ha tambak tradisional.
Aturannya pun sudah disiapkan dengan mendirikan unit pengembangan usaha berdasarkan SK Bupati setempat. Dari wadah inilah petani mendapatkan kucuran dana penguatan modal berbunga rendah, 6%. “Jadi, kelompok akan mengajarkan dan membimbing cara mengakses bank. Ini perubahan yang signifikan,” tegas Made.
Direktorat Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) adalah institusi dalam naungan DKP yang meluncurkan program serupa untuk masyarakat pesisir, yakni petani ikan dan nelayan. Swamitra Mina yang dibentuk Direktorat PEMP merupakan unit usaha koperasi yang dipercaya mengelola dana PEMP bekerjasama dengan bank yang telah ditunjuk, yakni Bank Bukopin. Swamitra Mina mendapat pendampingan yang komprehensif dari bank tersebut.
Pinjaman yang diberikan pada kreditor berkisar Rp2 juta—Rp15 juta dengan bunga pinjaman 1,8—2,5% per bulan. Manajer Swamitra Mina Muara Gembong, Bekasi, Jabar, Ahdar Tuhuteru, mengakui, kredit modal kerja yang diberikan oleh institusinya tergolong bantuan kredit komersial.
Namun ia yakin, jika performa lembaganya membaik, bunga pinjaman juga akan semakin turun.
Selain itu, walaupun tergolong bunga komersial, kreditor Swamitra Mina mendapat kemudahan khusus. Salah satunya, kelonggaran dalam administrasi jaminan yang berupa tanah garapan, bangunan tanpa IMB, ataupun perahu. Swamitra memang tidak mengkhususkan diri di sektor pertambakan.
Nelayan, pedagang hasil perikanan, dan produsen pengolahan hasil perikanan juga mendapat sentuhan penguatan modal dari lembaga yang sudah menyebar di 300 kabupaten ini.
Sumber: AGRINA