Demikian penilaian Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc., guru besar consumer behavior MMA IPB, Bogor, perihal perilaku konsumen Indonesia. Karakter ini secara khusus tertuju pada produk-produk pertanian primer, seperti beras, sayuran, buah, produk ternak, dan ikan.
Menyorot ke kalangan menengah bawah, konsumen juga cenderung tidak mengenal merk. Di sisi lain, budaya pemberian merk di kalangan produsen primer (petani) belum tumbuh baik. Namun, menurutnya, konsumen bisa diedukasi agar melek terhadap produk pertanian berlabel (branding).
Identitas dan Quality Control
Produk pertanian atau seringkali disebut komoditas pertanian terbagi atas produk primer, sekunder, dan tersier. Gandum, beras, dan jagung adalah contoh produk pertanian primer. Tepung terigu dan tepung maizena merupakan produk pertanian sekunder. Sedangkan produk pertanian tersier, antara lain roti, mi, dan bihun.
Pelabelan produk pertanian biasanya terjadi pada produk pertanian sekunder serta tersier, dan jarang sekali terdapat pada produk pertanian primer. Penyebabnya, struktur pasar produk pertanian primer bersifat persaingan sempurna sehingga banyak sekali petani yang bermain di sana.
Padahal, produk berlabel bersifat differentiated dan orang punya persepsi yang berbeda sehingga imej bisa dibangun. “Sebagai contoh, PT Delmonte yang sudah lama memberi label pada fresh product-nya, seperti tomat, jeruk, dan nenas,” lanjut Ujang. Jadi, di samping sebagai identitas, label juga berfungsi sebagai quality control karena konsumen mengetahui penjamin kualitas produk yang dibelinya.
“Sebenarnya, sejumlah petani sudah ada yang melabel produknya dengan private label, yaitu praktek pembuatan merk berdasarkan distributornya atau asal produk,” jelas doktor lulusan Iowa State University ini. Sebagai contoh, pelabelan jeruk asal Pontianak dengan nama “Jeruk Pontianak”. Private label tidak harus didaftarkan ke departemen terkait tetapi berisiko ditiru orang lain jika produk sukses di pasar.
Menurutnya, perilaku konsumen Indonesia yang lebih concern terhadap harga dan kurang mempedulikan kualitas bisa diubah melalui edukasi. Produk pembersih seperti sabun misalnya, tidak pernah dijual tanpa label sehingga konsumen terbiasa memilih sabun berlabel atau merek.
Bangun Imej Lewat Promosi
Di Indonesia, produk pertanian berlabel umumnya menyasar kalangan menengah dan atas yang daya belinya relatif bagus dan concern terhadap kualitas. Konsekuensinya, produsen harus siap membangun imej produk agar sampai pada segmen pasar yang dituju dan identitasnya tertancap erat di benak masyarakat.
Imej produk dapat disosialisasikan melalui berbagai macam cara promosi di media cetak maupun televisi. Namun, “Imej produk tidak bisa dibangun dalam waktu 1—2 tahun,” ujar Nugroho Edi Sasongko, Marketing Manager PT Supra Sumber Cipta, pemilik merk Sozzis dan So Good. Kiat lainnya, segmen yang dibidik harus tepat.
Sebagai pemain tunggal sosis siap santap, konsep produk PT SSC sangat jelas dan berbeda dengan kompetitor yang ada di pasaran. “Kami sih simple saja, sosis ini praktis karena bisa langsung dimakan,” katanya menjelaskan produk andalannya yang berhasil meraih Best Brand Award 2006 dari sebuah majalah ekonomi terbitan Jakarta.
Berdasarkan hasil survei di sembilan kota besar di Indonesia, Sozzis mengumpulkan nilai tertinggi di kriteria brand value product. “Padahal kami baru satu tahun launching,” katanya, sambil menambahkan bahwa produk nuggetnya, yakni So Good juga mendapat penghargaan serupa tahun 2005.