Sebagian besar kebun karet di Lampung dikelola PTPN VII. Sisanya merupakan milik rakyat yang terhampar terutama di tiga kabupaten, yakni Way Kanan, Lampung Utara, dan Tulang Bawang. Secara keseluruhan luasan kebun karet rakyat di Provinsi Lampung saat ini mencapai 68.361 ha, terdiri dari tanaman belum menghasilkan (TBM) seluas 37.723 ha, tanaman menghasilkan (TM) 26.463 ha, serta tanam tua/tanaman rusak (TT/TR) sekitar 4.175 ha. Dari luasan tersebut hingga 2005 produksi karet baru mencapai 2.930 ton/tahun dalam bentuk slab atau produktivitas baru mencapai 1.180 kg/ha.
Kendati karet merupakan komoditas unggulan, pengembangan karet sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah kabupaten. “Pengembangan karet adalah kewenangan kabupaten, sehingga akan menjadi unggulan kabupaten,” tegas Kasubdin Bina Produksi Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, Chaerani Baheram.
Menurutnya, untuk mengembangkan karet sebenarnya modal usaha yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Satu hektar kebun karet pada tahun pertama hanya butuh modal usaha sebesar Rp10 juta untuk pengolahan lahan, pupuk, peralatan, bibit, dan upah tenaga kerja. Pada tahun ke-2—3 dibutuhkan dana sekitar Rp4 juta/tahun untuk pemeliharaan dan pupuk. Tahun ke-6 karet sudah mulai bisa disadap getahnya. Selama tahun pertama hingga tahun ke tiga petani masih bisa memanfaatkan celah pohon dengan tanam tumpang sari padi dan jagung.
Swadana
Pengembangan karet oleh rakyat juga terjadi di Kabupaten Lampung Tengah. Di daerah bukan sentra karet ini petani mengupayakan karet secara swadana. Hingga saat ini luas kebun karet di sini mencapai 939 ha, terdiri dari TBM 722 ha, TM 207 ha, dan TT/TR 10 ha, dengan produksi mencapai 187,25 ton atau produktivitas rata mencapai 904,59 kg/ha.
Bupati Lampung Tengah, Andy Achmad Sampurnajaya, mengakui, belum ada komitmen untuk menjadikan karet sebagai komoditas unggulan. Namun pihaknya tetap mendukung pengembangan komoditas ini oleh petani.
Menurut bupati, pihaknya ingin mengembalikan kejayaan komoditas karet seperti masa lalu dengan mengarahkan pengembangan karet di wilayah timur. Ketersediaan lahan menjadi hambatan tersendiri bagi pengembangan karet rakyat. Pasalnya, lahan di sana sudah ditanami tebu, nenas, dan kelapa sawit oleh perusahan besar.
Untuk mendongkrak pendapatan petani tidak ada salahnya bila petani mengambangkan tanaman karet. “Di Lampung Tengah masih ada lahan sedikitnya 3.000 ha yang bisa dikembangkan untuk perkebunan karet menggunakan pola kemitraan dengan petani,” katanya.
Adanya pengembangan tanaman karet baru juga diakui Suparmin, PPL Perkebunan Kecamatan Terbanggi Besar. Menurut Parmin, saat ini di wilayah kerjanya sudah dikembangkan kebun karet seluas 200 ha. Seluas 60 ha di antaranya sudah berumur 6 tahun dan sisanya baru berumur 6 bulan. Petani banyak beralih mengusahakan karet karena harga singkong selama ini senantiasa dipermainkan pabrikan. Sementara biaya produksi singkong terkadang tidak sebanding dengan harganya saat panen. Tanaman karet diyakini memberikan prospek yang lebih baik. Selain harganya yang cukup tinggi, biaya produksi juga tidak terlalu besar.
“Petani mempunyai kebun karet 2 ha bila dirawat dengan baik mampu membiayai sekolah anaknya hingga perguruan tinggi, dan hingga umur 25—35 tahun karet masih mampu pruduktif,” jelas Parmin. Melihat potensi ini, ia mengaku terus menerus memberikan motivasi kepada petani untuk bertanam karet. Selain lahannya cocok, karet akan memberikan keuntungan yang lebih baik ketimbang singkong. “Hasilnya, sekarang banyak petani yang mengembangkan karet. Selama belum menghasilkan petani melakukan tanaman tumpang sari di sela-sela tanaman karet,” kata Parmin lagi.
Keuntungan menanam karet diakui Syamsu (65). Keinginannya mengembangkan karet setelah mempelajari cara budidayanya di Kabupaten Lampung Utara. “Menjelang pensiun saya terpikir mau usaha apa, lalu saya tertarik pada budidaya karet. Saya belajar dulu di Lampung Utara, lalu saya mengembangkan di lahan seluas 2 ha, sekarang saya sudah mulai nyadap karet,” tuturnya.
Syamsu menanami 2 ha kebunnya dengan 800 batang karet. Dari karet yang baru berumur enam tahun, pada tahun pertama sadap, ia sudah melakukan penyadapan 10 kali. Atau, dalam 15 hari ia memperoleh getah karet sebanyak 150 kg. Saat ini, kata Syamsu, harga karet di tingkat petani mencapai Rp7.800/kg. Perlakuan tanam karet, tambah dia, sangat mudah. Untuk mendapatkan hasil karet maksimal hanya dibutuhkan pemupukan rutin, pembersihan gulma di sekitar batang, dan pembuangan tunas agar batang karet tetap lurus.
AGRINA