Hal itu diungkapkan Wijdjanarko, pada Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR-RI dengan Kementerian BUMN dan Dirjen Perbendaharaan Negara di Jakarta, Senin.
Widjanarko mengatakan, sesuai Inpres No. 13 Tahun 2005 tentang impor beras Bulog diminta untuk melaksanakan PSO. Sebanyak 91% pembelian Bulog dalam bentuk gabah dan harganya sudah ditetapkan dalam inpres itu.
"Ini merupakan satu hal yang memberatkan Bulog. Membeli sekitar 6%-7% dari beras produksi dalam hal ini gabah," katanya.
Ia menjelaskan, untuk memenuhi pembelian 6-7 persen produksi nasional dibutuhkan anggaran sebesar Rp8 triliun.
Diakuinya, dana pemerintah dari APBN terbatas, namun telah disepakati pada 2004 akan disediakan sebesar Rp1,2 triliun untuk pengadaan 350.000 ton beras.
Diharapkan pada 2006 juga ada dana Rp1,2 triliun untuk pengadaan beras dengan jumlah yang sama. Namun karena dananya belum tersedia, diutarakannya terpaksa kami mencari kredit komersial sebesar Rp8,3 tirliun per tahun dengan bunga 15%-16%.
"Jadi kami harus membayar bunga kepada perbankan sekitar Rp800-Rp900 miliar" katanya.
Menurutnya, sebelum surat jaminan dari Menteri Keuangan belum keluar Bulog telah memberikan jaminan dari dana perusahaan sendiri. (editor dj)
Sumber: ANTARA