Adapun jenis ikan yang dapat ditangkap di perairan Jatim dapat dikelompokkan a.l. pelagis besar meliputi berbagai jenis tuna, cakalang, marlin, tongkol, tengiri, cucut. Pelagis kecil terdiri layang, selar, sunglir, lemuru, siro, kembung. Banyak pula kelompok ikan demarsal yakni kakap merah, kerapu, manyung, pari, bawal, layur, peperek, kuniran, beloso dan sebagainya.
Stagnasi produksi ikan laut di Jatim telah berlangsung sejak 1990-2000, dimana hanya ada peningkatan 2,75% per tahun. Itupun sejauh ini masih terkonsentrasi di perairan Laut Jawa dan Selat Madura.
Konflik Nelayan
Ketidakpahaman terhadap UU tersebut seolah memunculkan sikap 'pengkaplingan' laut, padahal inti kewenangan pemda dalam kewenangan pengelolaan wilayah perairan laut hanyalah pengelolaan dan bukan kepemilikan wilayah. Sedangkan nelayan dalam negeri bisa melakukan penangkapan di perairan manapun di wilayah Indonesia.
Pada akhir Oktober 2004 terjadi penganiayaan tiga nelayan asal Kab. Pasuruan hingga tewas oleh sekelompok nelayan dari Kab. Bangkalan. Para nelayan di wilayah Kab. Bangkalan merasa terusik dengan banyaknya nelayan melaut ke wilayah itu.
Hal itu disebabkan terjadinya kelebihan tangkap (over fishing) dibarengi menurunnya sumber daya ikan di pantura, perebutan daerah tangkap (fishing ground) serta digunakannya peralatan tangkap berupa trawl yang menjadi larangan nelayan lokal.
Pihak Dinas Perikanan dan Kelautan Jatim mengupayakan pengamanan dengan mengintensifkan pos keamanan kelautan terpadu (Kamladu) di sebelas kabupaten melalui kerja sama dengan TNI AL dan Polisi Air. Ke-11 kabupaten itu meliputi Tuban, Lamongan, Gresik, Bangkalan, Sampang, Sumenep, Pasuruan, Banyuwangi, Trenggalek, Probolinggo dan Situbondo.
Sementara upaya mendamaikan nelayan Pasuruan dan Bangkalan telah dilakukan melibatkan ulama dan tokoh masyarakat, dan diharapkan tidak ada lagi korban tewas seperti pada Oktober 2004. Selain itu, dibentuk Sistem Pengawasan Masyarakat (Siswasmas).
Sumber: Bisnis Indonesia