Bambang Widigdo didampingi Dekan FPIK-IPB, Dr. Ir. Kadarwan Soewardim, di Bogor, Senin (21/8) mengemukanan bahwa penelitian inovasinya itu muncul karena khawatir akan rusaknya hutan mangrove (bakau) di sekitar tambak udang.
Pasalnya, pada tahun 1987-1988 di saat produksi udang semakin meningkat, bersamaan dengan itu terjadi penyempitan hutan mangrove karena digunakan untuk tambak udang.
"Untuk itu, kita harus mencari alternatif teknologi yang tidak menggunakan lahan mangrove, tapi bisa menghasilkan udang seperti di lahan mangrove," katanya.
Atas dasar itu, ia bersama Dr. Kadarwan Soewardi terdorong melakukan
penelitian yang kemudian diberi judul "Teknologi Biocrete Memungkinkan Mengembangkan Tambak Udang di Lahan Pasir".
Pada prinsipnya, kata dia, penemuan ini berhubungan dengan metoda untuk membangun kolam budidaya dengan media air, akan tetapi dengan menggunakan teknologi biocrete.
Jenis temuan tersebut, kata dia, sangat berbeda dengan metoda pada umumnya yang menggunakan tanah liat sebagai lapisan dinding kolam untuk menghindari kebocoran air.
Ia mengatakan, ada beberapa keunggulan dengan menggunakan teknologi biocrete ini.Diantaranya, dapat memanfaatkan 80 persen luas efektif kawasan untuk petak tambak, sedang tambak tanah maksimum hanya 60 persen.
Untuk masa satu tahun, bisa tiga musim tanamn (MT), sedang tambak tanah
maksimum dua MT/tahun, dan produktivitas lahan bisa lebih tinggi dari tambak tanah.
Tambak biocrete dapat mencapai 7-8 ton/ha udang windu, sedang tambak tanah
5-6 ton/ha. Persiapan jauh lebih pendek (maksimal 1 minggu) dan lebih murah, sedangkan pada tambak tanah bisa tiga bulan sehingga perawatan lebih mudah dan efisien, disamping udang hasil panen lebih bersih dan kualitasnya lebih baik.
Sementara dari segi sanitasi, tambak biocrete lebih steril dari tambak tanah, karena jika dijemur tambak pasir dapat mencapai suhu 80-90 derajat celcius sehingga jika dijemur selama tiga sampai empat hari, semua bakteri pathogen yang dapat menyebabkan penyakit akan mati, seperti " Vibrio Parachemotilicus", "V.Vularificus", "Salmonela", dan lainnya. Malahan juga tahan gempa.
Inovasi hasil risetnya itu telah didaftarkan petennya ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan HAM dengan nomor ID 0 009 839, sedangkan pengusul jenis invensinya tersebut adalah Kantor HAk Kekayaan Intelektual IPB (HKI) IPB