Anton mengatakan peningkatan perhatian pada harga beras di Tanah Air terkait dengan kebijakan pemerintah untuk melindungi petani di satu sisi dan di sisi yang lain pengamanan daya beli konsumen terhadap bahan makanan utama itu.
Berdasarkan evaluasi kondisi harga beras terakhir, tutur Mentan, relatif masih stabil dalam arti menguntungkan petani dan tidak memberatkan konsumen.
"Concern-nya masalah harga. Itu lah yang penting karena kalau harga naik terus, kami juga tidak happy. Stok di masyarakat dan stok di bulog [relatif cukup] jadi jangan khawatir", katanya di Jakarta, setelah rapat koordinasi terbatas bidang perekonomian yang membahas evaluasi atas Inpres No. 13/2006 tentang perberasan, baru-baru ini.
Dalam perhitungan BPS, produksi pada tahun ini 'angka ramalan II' mencapai sekitar 54,75 juta ton lebih tinggi 600.000 ton dari angka tetap produksi padi pada 2005 yang masih 54,15 juta ton dan 54,01 juta ton pada 2004.
Namun, kata Anton, mengenai jumlah produksi padi tahun ini sebaiknya menunggu angka ramalan III dari BPS.
Setelah pemerintah mengantungi angka perkiraan yang paling mendekati produksi padi, sambungnya, baru bisa diketahui kelebihan atau kekurangan stok beras, termasuk jadi atau tidaknya mendatangkan beras dari luar negeri.
"Kalau pembahasan [impor atau tidak] baru akhir Agustus. Stok juga akan dibahas lagi. Saya kira waktunya masih cukup. Yang pasti untuk produksi sekarang masih aman", kata Anton.
Meski demikian, pemerintah mengisyaratkan akan tetap membuka keran impor beras untuk menjaga inflasi sepanjang 2006. Signal itu terlihat dari keterangan tertulis Kementerian Perekononomian pada Rabu.
"Lonjakan inflasi yang terjadi selama 2006 ini diharapkan dapat distabilkan dengan koordinasi kebijakan fiskal dan moneter, serta pengendalian harga-harga kebutuhan pokok, termasuk jika perlu pembukaan kembali keran impor beras". (dj)
Sumber: Bisnis Indonesia