Jumat, 11 Agustus 2006

Pasar Terigu, Bukan Tempat Nyaman untuk Berpesta

Dengan menjamurnya bisnis bakery dan biskuit, diperkirakan Indonesia bakal membutuhkan tambahan 10 pabrik terigu baru skala menengah berkapasitas 50 - 60 ton per hari, bukan pabrik besar seperti milik Bogasari Flor Mills yang berkapasitas hingga 60.000 ton per hari. Setidaknya itulah perkiraan yang dinyatakan Natsir Mansyur, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti).

Alasannya sederhana. Dengan membangun pabrik baru skala menengah maka investasi yang dibutuhkan tidaklah terlalu besar hanya Rp30 miliar-Rp50 miliar per pabrik. Artinya untuk10 pabrik cuma butuh tak lebih dari 500 miliar. Dengan angka investasi yang kecil, tentunya pengusaha dapat lebih mudah merealisasikannya.

Dalam perhitungan harga pokok produksi, biaya akan semakin turun jika volume produksi meningkat. Karena itu, pabrik yang beroperasi dengan kapasitas terpasang kecil tentunya tidak lebih efisien dibanding pabrik berkapasitas lebih besar.

Secara konkret dapat diilustrasikan, biaya produksi Bogasari Flour Mills yang memiliki total kapasitas produksi hingga 3,7 juta ton per tahun memiliki biaya produksi rata-rata US$25 per ton, sedangkan empat pabrik lainnya yakni Sriboga Raturaya, Panganmas Inti Persada dan Eastern Pearl (dulu bernama Berdikari Sari Utama Flour Mills), berbiaya produksi rata-rata US$35 hingga US$40 per ton.

Ongkos produksi

Selisih ongkos produksi yang cukup besar antara Bogasari dan empat pabrik lainnya, tidak lain karena skala produksinya memang berbeda jauh. Empat perusahaan tadi hanya memiliki kapasitas produksi sekitar 643.800 ton per tahun untuk Eastern Pearl, sedangkan Sriboga dan Pangan-mas masing-masing 333.000 dan 222.000 ton per tahun.

Tren penjualan tepung terigu nasional
(dalam ribu ton)
Produsen 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Bogasari 1.700 2.010 2.115 2.295 2.183 2.311 2.542
Easperal 250 255 267 263 330 402 488
Sriboga 145 150 180 192 185 156 173
Paganmas 143 140 160 135 145 134 155
Impor 367 458 256 316 343 326 554
Nasional 2.605 3.013 2.978 3.201 3.186 3.329 3.912

Perkembangan penjualan terigu nasional (ribu ton)
1999 2.605
2000 3.013
2001 2.978
2002 3.201
2003 3.186
2004 3.329
2005 3.912

Sumber: Asosiasi Produsen Tepung Terigu Nasional

Berdasarkan data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Nasional (Aptindo), pabrik Bogasari di Jakarta yang berkapasitas 10.000 ton per hari, ternyata produksi riilnya cuma 7.400 ton. Begitu pula pabriknya yang ada di Surabaya hanya berproduksi 4.366 ton padahal kapasitasnya mencapai 5.900 ton per hari.

Pabrik lain yang lebih kecil, kondisinya lebih parah lagi. Misalnya, Eastern Pearl dari kapasitas produksi 2.900 ton hanya terealisasi 2.146 ton, Sriboga dari kapasitas 1.500 ton hanya berproduksi 1.100 dan Panganmas cuma 740 ton dari kapasitas 1.000 ton per hari.

Mengapa bisa demikian? Hal ini karena secara nasional, penyerapan atau konsumsi terigu tak lebih dari 3,3 juta hingga 3,9 juta ton per tahun, sedangkan kapasitas produksi pabrik terigu nasional mencapai 4,77 juta ton.

Bahkan dari pangsa pasar nasional sebesar 3,3 juta hingga 3,9 juta ton tadi, sekitar 15% di antaranya diisi terigu impor dari berbagai negara. Konsumsi pasar terigu nasional yang masih 'kecil' tersebut, membuat kapasitas produksi pabrik-pabrik terigu di dalam negeri idle alias utilisasinya rendah.

Konsumsi per kapita terigu di Indonesia berdasarkan data Organisasi Pangan Dunia (FAO) hanya sekitar 14 kg atau sama dengan Thailand. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan negara lain yang makanan pokoknya juga beras, seperti di Filipina di mana konsumsi terigu per kapitanya mencapai 24 kg, Jepang 36 kg, Malaysia 39 kg, atau China yang sebesar 67 kg. Tentu jangan dibandingkan dengan Australia yang mencapai 121 kg.

Dari sudut pandang konsumsi per kapita memang potensi pasar terigu di Indonesia masih sangat besar dalam arti bisa ditingkatkan lagi.

Namun jika berkaca pada kondisi riil di pasar dalam beberapa tahun terakhir, terutama pascaberakhirnya monopoli perdagangan terigu oleh Bulog, industri terigu sebenarnya bukanlah tempat yang nyaman untuk 'berpesta'.

Pasar terigu nasional tumbuh begitu lambat dan kian sempit dengan makin banyaknya pemain. Saat ini, selain empat perusahaan tadi, ada empat pabrik lagi yakni PT Asia Raya (PMDN), PT Fugui Flour & Grain Indonesia (PMA), PT Kwala Intan New Grain (PMAA) dan PT Purnomo Sejati (PMDN). Mereka mendapat izin BKPM pada 2005.

Dan senyatanya pabrik-pabrik yang ada pun, terutama yang berskala menengah, kini makin sesak nafas akibat desakan impor dan pasar yang menyempit.

Jadi, apabila ada pengusaha yang tertarik membangun pabrik terigu baru-apalagi berskala kecil-maka sebaiknya selalu ingat apa yang dikatakan Presiden ke-32 Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt: Jika Anda pergi berperang [bersaing di pasar] maka siapkan dua hal yakni senjata dan peti mati.

Sumber: Bisnis Indonesia

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain