Kamis, 10 Agustus 2006

Pertarungan Bisnis Padi Hibrida Mulai Marak

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada acara Panen Raya Padi musim tanam 2005-2006 di Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, 18 Maret 2006, mengatakan konsumsi beras per kapita penduduk Indonesia, pada 2005 mencapai 139 kg per kapita per tahun perorang. Artinya mengkonsumsi rata-rata 139 kg.

Menurut dia, jumlah lahan pertanian semakin hari semakin berkurang. Untuk itulah perlu menerapkan cara-cara bercocok tanam yang efektif dengan menggunakan teknologi pertanian. Di negara lain produktivitas itu tinggi, padahal daerah-daerah persawahan juga tidak terlalu luas.

"Kita harus memadukan lahan yang tersedia, teknologi yang tepat, kemudian cara bercocok tanam yang tepat pula. Itulah pentingnya petugas penyuluh lapangan yang harus bekerja di seluruh Tanah Air. Dengan teknologi yang maju, kita dapat melipatgandakan hasil pertanian tanpa harus menambah lahan."

Beberapa waktu lalu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Badan Litbang) Deptan Achmad Suryana mengakui pengembangan padi hibrida di Indonesia tergolong kecil dibandingkan dengan sejumlah negara lain. "Di China, hampir 50% dari areal yang ada sudah ditanami padi hibrida."

Padahal, apabila ada pertambahan penggunaan benih padi hibrida, produksi bisa meningkat. "Dari penelitian dan kajian yang ada, benih padi hibrida bisa memiliki produktivitas hingga 15% di atas benih biasa."

Mulai berkiprah

Kini, kiprah sejumlah perusahaan swasta di Indonesia, mulai menjajaki bisnis di benih tersebut. Awalnya, ada tiga perusahaan yang menyatakan berminat untuk memproduksi benih padi hibrida. Ketiga perusahaan itu Syngenta, DuPont, dan PT Karya Beras Mandiri.

Kini, DuPont Indonesia pun masuk dengan varietas PP1 yang menghasilkan 11,8 hingga 11,9 ton padi per hektare atau lebih banyak 20% hingga 25% dibandingkan jenis IR 65.

Bayer BioScience Indonesia pun tidak mau kalah. Kendati terkesan diam-diam, mereka kini meluncurkan hibrida varietas Arize Hibrindo 1 yang dipanen dengan hasil 13,4 ton/ha gabah kering panen (GKP).

Hal sama dilakukan PT Sang Hyang Seri. BUMN ini meluncurkan SL 8 SHS dan SL 11 SHS. Sebelumnya, mereka telah meluncurkan varietas Maro dan Rokan pada 2002.

Kita terasa lambat. Di China, pemakaian padi hibrida sudah hampir 50% dari areal ditanami padi hibrida. Saat ini, padi itu ditanam di 15 juta hektare lahan di China (dari total 30 juta hektare lahan padi) dan menghasilkan 1,5 ton per hektare gabah lebih banyak daripada varietas HYV pada lahan dengan irigasi.

China negara pertama yang berhasil mengembangkan dan mengkomersialisasikan teknologi ini pada 1976, di bawah pimpinan Yuan Long Ping, yang diakui sebagai Bapak Padi Hibrida.

Tapi, menurut Institut Riset Padi Internasional (IRRI)-yang mengembangkan padi hibrida untuk daerah tropis sejak 1979-lebih dari 20 negara mengembangkan teknologi ini, bahkan ada yang melalui kerja sama dengan IRRI dan China. "Untuk meningkatkan hasil panen padi," papar Sant. S. Virmani, Wakil Kepala Divisi Penyilangan Tanaman, Genetika, dan Biokimia IRRI, seperti dikutip Rice Today.

Sumber : Bisnis Indonesia

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain