Foto: Sarottama
Para petani mitra Sarottama memperoleh fasilitas sarana produksi hingga akses modal dan pendampingan
Jagung bisa diproduksi di luar kota industri karena daya tahannya bagus.
Belakangan ini jagung tengah ramai diperbincangkan karena ditenggarai menjadi faktor penyebab kenaikan harga pakan. Pasalnya, penggunaan jagung dalam formulasi pakanberkisar 40%-50%.
Harus diakui bisnis emas pipilan ini memang cukup menggiurkan. Suplai jagung yang masih kurang buat industri pakan unggas menjadi salah satu sumber cuan yang tidak bisa diabaikan.
Bisnis Jagung Pakan
Salah satu pelaku bisnis jagung yang telah mereguk cuan di tengah permasalahan suplai dan permintaan yaitu PT Sarottama Mitra Lestari (Sarottama).
Berdiri sejak 2001, Sarrotama bergerak dalam bidang perdagangan emas pipilan yang fokus untuk memenuhi kebutuhan industri pakan.
“Saat ini yang kami utamakan tetap memenuhi kebutuhan para peternak lokal mandiri. Terlebih, Indonesia tidak lagi mengimpor jagung,” ujar Nunik Sri Martini, Presiden Direktur Sarottama.
Dalam menjalankan bisnisnya, Sarottama bermitra dengan 1.000 petani di Dompu dan Bima, NTB yang mencakup 40 ribu ha lahan.
Para petani mitra memperoleh fasilitas sarana produksi berupa benih, pupuk, dan obat-obatan, mendapat pendampingan budidaya jagung, akses pendanaan, serta terjamin serapan hasil panennya. Tahun ini, ungkapnya, Sarottama memiliki target menjalin kemitraan dengan 1.500 petani jagung.
Melalui kemitraan, Sarottama berhasil memproduksi 320 ribu ton jagung pipilan kering dengan produktivitas berkisar 6-8 ton/ha.
Selain jagung pakan, perusahaan berbasis di Dompu ini juga memproduksi jagung tebang pohon (jabon) sebanyak 50-70 ton/ha dan sorgum sekitar 300 ton/ha, serta menghasilkan produk samping berupa silase dan jerami untuk pakan sapi, lalu arang hitam (charcoal) dan kertas daur ulang dari limbah jagung.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 350 terbit Agustus 2023 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.