Foto: Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan
Pengembangan kampung hortikultura difasilitasi dengan Gerdal, PPHT, Pengembangan klinik tanaman, dan Fasilitasi DPI
Sumbar (AGRINA-ONLINE.COM) - Kementerian Pertanian menetapkan Kabupaten Solok sebagai kawasan penyangga bawang merah dan aneka cabai wilayah sumatera. Salah satu lokasinya berasa di Lembah Gumanti, Alahan Panjang.
Di lokasi ini terdapat potensi pertanaman mencapai 12.000 ha bawang merah. Kawasan lainnya adalah Singgalang, Kecamatan Lima Puluh Koto yang memiliki potensi sekitar 1.000 ha untuk komoditas cabai dan sayuran dataran tinggi lainnya.
“Kawasan ini kami targetkan sebagai penyangga ketersediaan hortikultura nasional, yang tentunya berfokus pada budidaya yang ramah lingkungan yang produknya konsumsi,” ujar Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto pada Kamis (27/7).
Upaya ini, ujar Prihasto sebagai langkah cepat pemetaan lokasi yang menjadi target pengamanan ketersediaan komoditas hortikultura khususnya cabai dan bawang merah.
“Saya menugaskan jajaran kami untuk turun langsung ke lapangan mengawal dan memastikan ketersediaan komoditas stategis hortikultura khususnya cabai dan bawang merah,” ujarnya.
Mendukung upaya tersebut, Direktur Perlindungan Hortikultura Jekvy Hendra mengatakan bahwa pengembangan kampung hortikultura turut difasilitasi dengan gerakan pengendalian (Gerdal), Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT), Pengembangan Klinik Tanaman dan Fasilitasi Dampak Perubahan Iklim (DPI).
“Kami membentuk tim Satuan Tugas (Satgas) perlindungan dan berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya untuk melakukan pengecekan dan langkah konkret di lapangan,” papar Jekvy.
Jekvy menambahkan bahwa pengawalan di kawasan Lembah Gumanti, Alahan Panjang, Kabupaten Solok dan Kawasan Singgalang di Kecamatan 50 Koto Kabupaten Tanah Datar dilakukan serangkaian kegiatan seperti pemetaan kewaspadaan residu pestisida.
“Di wilayah ini kami memberikan rekomendasi kesuburan dan ketesedian unsur hara, pemetaan OPT dominan serta rekomendasi penanganan dampak perubahan iklim,” terangnya.
Turut mendampingi, Kepala Balingtan BSIP, Nur Wahida mengatakan bahwa jajarannya tengah melakukan pengambilan sampel tanah untuk mengukur kandungan reside pestisida dan tingkat kesuburan lahan di kedua lokasi tersebut.
“Kami juga sedang melihat kualitas air berupa kandungan pestisida di lokasi ini,” terangnya.
Sementara itu, Agung Sunusi, tim satgas perlindungan menjelaskan bahwa berdasarkan pengamatan di lapangan OPT yang dominan di lokasi antara lain ulat bawang (Spodoptera), Liryomiza, Antraknosa dan Bercak (Cabai).
“Terkait penanganan dampak perubahan iklim khususnya ketersediaan air untuk irigasi dan pengairan aman karena sumber air langsung dari mata air Gunung Singgalang. Adanya sumber air yang tersedia setiap saat yaitu dari danau atas dan danau bawah sehingga setiap saat bisa melakukan pertanaman,” ungkapnya.
Hari, ketua kelompok tani di kawasan Singgalang menyampaikan bahwa saat ini penggunaan fungsida dan insektisida dominan serta aplikasinya dicampur tanpa melihat kandungan bahan aktifnya.
“Kelompok tani kami ingin cepat melihat hasil terutama bila terjadi serangan OPT, maka penggunaan pestisida kimia masih menjadi alternatif utama. Kami berharap, ada perhatian khusus bagi pemerintah untuk mengawal dan mendampingi terutama berbudidaya yang baik dan benar yang ramah lingkungan melalui bimtek,” pungkasnya.
Galuh Ilmia Cahyaningtyas