Foto: BPPSDMP
Usaha tani ala Mashuda, berapapun harga dipasaran tidak pernah merugi
PASURUAN (AGRINA-ONLINE.COM) - Upaya Kementerian Pertanian (Kementan) menggerakkan regenerasi petani mulai terlihat hasilnya. Sebab, banyak generasi milenial yang berkecimpung di sektor pertanian mulai dari sisi hulu hingga hilir.
Salah satu petani milenial yang sukses menggeluti sektor pertanian adalah Mashuda petani milenial yang menjadi Duta Petani Andalan (DPA) Kementan.
Mashuda adalah petani komoditas cabai binaan Kementan yang didukung Program Youth Enterpreneurship and Employment Support Services Programme (YESS).
Pada Maslahat Award Inovasi dan Teknologi yang digelar oleh Kabupaten Pasuruan, Mashuda meraih juara ketiga lewat inovasi Budi Cakep (Budi Daya Cabai Petani Kabupaten Pasuruan).
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, generasi milenial dapat segera mengambil peranan dalam pembangunan pertanian. Terbukti dengan banyaknya pemuda dan pemudi yang menjadi pelopor dalam usaha pertanian.
“Itu adalah contoh nyata bahwa pertanian tidak identik dengan kotor dan kemiskinan, setelah ditunjang mekanisasi dan inovasi pertanian yang menjadikan pertanian menjadi lebih modern dan menjanjikan,” ujar Mentan Syahrul.
Menteri meyakini generasi milenial yang inovatif dan memiliki gagasan kreatif mampu mengawal pembangunan pertanian maju, mandiri, serta modern.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, mengunjungi langsung Kebun Cabai Wonosari Farm, yang dikelola Mashuda, petani milenial DPA Kementan di Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan, Rabu (26/7).
"Saya hari ini mengunjungi Mashuda, Petani Milenial dengan komoditas cabai dan sudah menerapkan smart farming dengan rumah kaca yang sederhana, beratap plastik dan bertiang bambu, betul betul sederhana tapi memiliki manfaat maksimal," katanya.
Untuk 1 rumah kaca luas 1000 m2 dengan 3000 populasi tanaman, satu pohon dalam satu tahun dapat menghasilkan 5,23 kg atau total estimasi produksi 15 ton, dengan harga cabai yang bervariasi misal 25.000/kg didapat hampir Rp400 juta omset satu unit rumah kaca ini. Kalau satu ha ya dikali 10 yaitu kurang lebih Rp4 M/tahun.
"Yang saya perhatikan, pertama varietas yang dipilih memang varietas yang tinggi nilai jualnya, dan yang tahan terhadap penyakit, kedua untuk nutrisi dengan mengggunakan irigasi tetes (drip irrigation), dan menggunakan tanah yang sebelumnya disuburkan dahulu dengan pupuk kandang, dengan tambahan dolomit. Dengan nutrisi yang optimal maka hasil yang didapat akan maksimal," katanya.
Dedi menambahkan, yang perlu dibangun adalah pertama rumah kaca. "Kenapa? Karena dengan rumah kaca micro climate (suhu, cahaya, kelembaban) dapat dikendalikan, kedua pengendalian hama penyakit, dengan menggunakan rumah kaca hama penyakit tidak dapat masuk," ujarnya.
Dedi menambahkan, Mashuda sudah memberikan inspirasi yang luar biasa, dengan membangun smart farming, melalui rumah kaca sederhana, dikombinasikan dengan pemilihan varietas yang tepat, pengendalian hama yang bagus, hasilnya luar biasa.
"Intinya Smart farming adalah pertanian cerdas, dilakukan oleh orang yang cerdas, cara yang cerdas dengan mengadopsi teknologi. Dan yang paling penting Petani harus menguasai pasar," ujarnya.
"Seperti yang dapat dilihat inilah keseharian kami sebagai petani, yang penting kami dapat rutin kirim tiap minggu sesuai target yang diberikan pada kami. Perkara harga yang fluktuatif kami sudah mengalaminya, yang penting kami melihat hasil dari satu tahun," ujar Mashuda.
"Alhamdulilah kami sudah berdiri 12 tahun, dengan dana yang seadanya, untuk modal membuat rumah kaca satu unit menghabiskan Rp150 juta/1000 meter dengan masa pakai 5 tahun, biaya operasional untuk nutrisi sekitar 70.000 perhari," sambungnya.
Mashuda menambahkan berapapun harga dipasaran, ia tidak rugi. "Dan untuk pasar berapapun yang kami produksi akan diserap oleh Pasar Komoditi Nasional (Paskomnas)," tandasnya.
Galuh Ilmia Cahyaningtyas