Senin, 24 Juli 2023

Menggagas Alpukat Lampung Go International

Menggagas Alpukat Lampung Go International

Foto: Syafnijal Datuk Sinaro
Salah satu stand pada bazar Kopdar Alnusa Lampung

Lampung (AGRINA-ONLINE.COM) - Budidaya tanaman alpukat tidak lagi sekadar usaha sampingan atau hobi semata, tapi bisa dijadikan usaha utama dalam keluarga. Pasalnya, alpukat tidak saja laris di dalam negeri juga laku diekspor ke luar negeri.
 
Demikian mengemuka pada Konferensi Daerah (Kopdar) Komunitas Alpukat Nusantara (Alnusa) Regional Lampung di Jatimulyo, Kec. Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, Rabu (19/07/2023). Kopdar dibuka Ketua Alnusa Regional Lampung Rasianto Aji, dihadiri sekitar 160-an petani, pembibit dan penghobi/penggiata alpukat dari berbagai daerah di Lampung dan Sumsel. Selain diskusi, Kopdar juga dimeriahkan dengan bazar bibit, buah alpukat dan aneka jajanan lainnya.
 
Tampil menjadi narasumber Agus Joko Susilo, owner tambulampot alpukat dari Kediri, Jatim; Jaka Susanto, penggiat alpukat pasar luar negeri; Bustanul Hikam, owner pembibit alpukat dongkel dari Nganjuk, Jatim, Darma Setiawan, penggagas pasar kreatif Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi) dari Kota Metro dan Rahmawati Fitriyah, Sales Manager  dari PT Sahabat Agritama -distributor irigasi pertanian.
 
Dalam sambutannya Aji-panggilannya, Kopdar ini merupakan ajang berbagi ide/gagasan tentang budidaya dan pemasaran alpukat di antara petani, pembibit dan penghobi/penggiat dari berbagai daerah. “Untuk itu kami memilih tema kegiatan ini yakni ‘Sinergitas Kesejahteraan Petani Era Digitalisasi, Melihat Peluang Pasar Domestik dan Luar Negeri,” ujar Aji.
 
Pemateri pertama Agus Joko Susilo yang juga merupakan Kades Jambu, Kec Kayen Kidul, Kab Kediri menyatakan, di desanya terdapat ribuan batang alpokat dan kelengkeng. Hasil panennya tidak dijual ke tengkulak melainkan konsumen yang datang berkunjung untuk memetik sendiri melalui pengembangan desa wisata sehingga harga jualnya lebih mahal.
 
“Selain ditanam di kebun, buah-buahan tersebut ditanam di halaman rumah dan pinggir jalan dan tidak ada yang hilang karena semua rumah tangga memiliki tanaman. Ini namanya bisnis berjamaah sehingga produksinya massal guna mendapatkan keuntungan bersama,” tutur Joko yang berharap anggota Alnusa Lampung juga bisa mengembangkannya dengan mengajak sema rumah tangga di desanya menanam alpukat.
 
Untuk meningkatkan harga jual aplukat, Jaka Susanto menyarankan, petani untuk merintis pasar ekspor. “Ekspor bisa dilakukan karena pasar global butuh alpukat. Jika satu petani saja tentu sulit tetapi jika petani alpukat se-Lampung bersinergi, saya kira produksinya lebih dari cukup untuk diekspor. Terdapat puluhan petani yang sudah memiliki ratusan hingga ribuan pohon alpukat. Apalagi kita sudah bergabung dalam satu komunitas sehingga mudah untuk menggabungkannya produksinya,” kata Jaka yang berpengalaman selama 17 tahun dalam bisnis ekspor hasil bumi ini.
 
Disebutkannya, AS merupakan pasar alpukat terbesar dunia yang selama ini dipasok oleh Maksiko sebanyak 2 juta ton/tahun dan disusul Peru dengan total ratusan ton. “Tapi target pasar kita Jepang karena di negara tersebut harga alpukat mencapai Rp400 ribu/kg. Di negara maju alpukat selain sebagai buah juga dijadikan subsitusi makanan pokok bagi warga yang mengurangi konsumsi karbohidrat sehingga peluang pasarnya luar biasa besar,” lanjutnya seraya menambahkan saat ini ekspor alpukat banyak dari Jatim.
 
 
 
Bisnis Bibit
 
Sementara Bustanul Hikam menyatakan, jika petani Lampung mengekspor alpukat maka peluang bisnis bibit bakal “booming”. Jika selama ini pembibit menjual bibit dalam polibag, maka bisa diversifikasi dengan bibit dongkelan. Yakni bibit alpukat ditanam dalam karung dan dimasukan separuhnya ke dalam tanah.
 
Kemudian bibit didongkel pada usia 8 bulan hingga 1 tahun ketika akarnya masih sedikit yang keluar karung. “Keuntungan bagi pembibit harga jualnya lebih mahal, dan konsumen mendapat bibit yang tidak harus menunggu lama sudah berbuah,” ungkapnya.
 
Lalu Darma Setiawan menambahkan, baik buah alpukat dan bibitnya bisa dijual di pasar digital dan pasar tradisional. Pihaknya sudah merintis pasar rakyat di Kelurahan Yosomulyo, Kota Metro sejak Sepember 2018 setiap Minggu pagi.
 
“Saat ini pengunjungnya rata-rata 2 ribuan orang setiap minggu, silakan dimanfaatkan untuk jualan buah alpukat dan bibit sekaligus memberikan edukasi bagi warga yang akan menanamnya. Jika harga alpukat mahal karena terbuka pasar ekspor dan digital maka bakal banyak warga yang tertarik menanamnya,” tutur dosen IAIN Metro ini meyakinkan.
 
Pembicara terakhir Rahmawati Fitriyah mendukung pengembangan alpukat secara masif di Lampung. Terutama untuk skala kebun, perusahaannya menyediakan sistem irigasi dengan berbagai teknologi, mulai dari yang sederhana hingga yang canggih bisa dikendalikan dair jarak jauh melalui ponsel.
 
”Sebab sebagus apapun bibit dan pupuk yang digunakan tanpa air yang cukup maka aplpukat tidak akan tumbuh dengan baik dan berbuah lebat,” jelasnya sesaat menjelang diskusi dan pembagian doorprize.
 
 
 
Syafnijal Datuk Sinaro

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain