Foto: Kementerian Kelautan dan Perikanan
Udang yang diberi probiotik lebih cepat tumbuh
Probiotik bukan obat sapu jagat yang bisa mengatasi segalanya.
Probiotik diketahui memberikan berbagai manfaat baik dalam budidaya udang. Tidak ada efek samping yang bakal membahayakan udang akibat pemakaian probiotik. Namun, ada rambu-rambu yang harus diterapkan pembudidaya agar probiotik bisa bekerja secara efektif.
Aplikasi
Ir. Suprapto, konsultan dan praktisi budidaya udang mengatakan, ada 3 cara aplikasi probiotik di tambak udang, yaitu diberikan di kolom air, diberikan di dasar tambak, dan dicampur pakan. ”Kalau diberikan ke lingkungan melalui air, bagaimana menebar probiotik itu secara merata sehingga setiap tempat mendapat kesempatan untuk tertebar probiotik itu,” ujarnya.
Untuk aplikasi di dasar tambak, probiotik yang berbentuk pelet bisa ditebar langsung ke arah dasar tambak dan langsung tenggelam. Tetapi jika bentuknya cair, Suprapto menyarankan penggunaan substrat seperti zeolit, dolomit yang agak kasar, atau menggunakan pasir secukupnya.
Setelah probiotik itu disiram ke substrat, tunggu sampai menempel. Jumlah substrat menyesuaikan banyaknya probiotik yang diberikan. ”Setelah kita aduk rata dan meresap, baru kita tebarkan ke kolam,” urainya. Aplikasi probiotik dengan konsentrasi yang lebih banyak pada dasar kolam yang banyak kotorannya.
Pemakaian probiotik yang dicampurkan ke pakan diberikan melalui oral. Jenis mikroba yang dipilih sangat tergantung keperluannya. ”Kalau probiotik yang diberikan untuk pakan, sebaiknya tahan asam dan tahan terhadap kondisi yang tidak ada oksigen di dalam pencernaan. Kalau jumlahnya banyak, tentu perlu peralatan untuk mengaduk itu,” imbuh Suprapto.
Sebelum aplikasi, pembudidaya juga harus memahami apakah probiotik itu sensitif terhadap sinar ultraviolet (UV). Jika probiotik sensitif sinar UV, sebaiknya ditebar di pagi atau sore hari saat matahari akan tenggelam. Untuk bakteri yang tidak bermasalah dengan sinar UV, misalkan bakteri fotosintetik, penebaran dilakukan saat siang hari.
Hindari pemberian probiotik saat hujan atau kondisi cuaca yang kurang baik. ”Biasanya kita aplikasi probiotik itu efeknya kurang kelihatan. Jadi, alangkah baiknya pada saat kondisi cerah kita aplikasikan. Disarankan saat cuaca hujan itu aplikasinya mineral saja,” sambungnya.
Dosis dan Pencegahan
Menurut Prof. Dr. Ir. Widanarni, MSi, Guru Besar FPIK IPB University, jenis dan dosis probiotik yang digunakan harus sesuai rekomendasi produsen yang tertera pada label kemasan. Secara umum dosis dan jenis probiotik yang beredar mengikuti Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 1/2019 Tentang Obat Ikan.
Suprapto menambahkan, aplikasi dan manajemen probiotik harus benar, tepat dosis, tepat waktu, dan tepat aplikasi sehingga dapat mendukung usaha budidaya udang yang berkesinambungan.
Widanarni mengingatkan, dosis probiotik tidak boleh kebanyakan atau kurang. ”Kalau kurang tidak punya efek, kalau kebanyakan bisa jadi punya efek. Bagaimanapun dia adalah makhluk hidup, perlu nutrien, perlu juga oksigen, akan bersaing dengan udang yang dibudidayakan. Sepanjang sesuai SOP, probiotik bermanfaat,” lanjutnya.
Ketua Prodi S2 Ilmu Akuakultur IPB University itu menuturkan, prinsip aplikasi probiotik untuk pencegahan. Artinya, diberikan sebelum terjadi penyakit, sebelum kualitas air memburuk. Suprapto sepakat.
”Jadi banyak yang punya harapan lebih dari kemampuan probiotik itu. Yang perlu dipahami bahwa probiotik itu membantu. Probiotik sifatnya adalah untuk mencegah jangan sampai organik terlalu tinggi, kemudian muncul senyawa beracun ataupun mikroba patogen supaya terkendali. Bahwa probiotik bukanlah obat sapu jagat yang bisa mengatasi segalanya,” paparnya.
Efisien
Iwan S, pembudidaya udang di Probolinggo, Jatim menggunakan probiotik jenis lactobacillus untuk membantu mencerna pakan dan menguraikan sisa pakan di kolam. Aplikasinya seminggu dua kali pada kolam berukuran sekitar 2.500 m2 berkepadatan 300 ekor/m2. Menurut pemilik CV Dua Tangan itu mengungkap, pemberian probiotik membuat efisiensi pakan tambah bagus.
”Karena pakan seharusnya 1,2 kg pakan bisa jadi 1 kg udang, itu bisa terkoreksi 10%-15%. Itu yang kita rasakan sampai finish lebih efisien. Jadi sangat terbantu dengan probiotik,” ulasnya.
Iwan memilih probiotik jenis lactobacillus karena hasilnya udang cepat besar dan nilai konversi pakan (FCR) lebih efisien. Rerata FCR udang yang dipelihara berkisar 1,25-1,3. Manfaat lainnya, ungkapnya, ”Plankton nggak gampang crash, lebih stabil, nggak mudah goyang. Kalau cuaca panas sekali terus hujan, airnya lebih stabil.”
Dalam pemberian probiotik Iwan mempertimbangkan dosis yang digunakan, jumlah pemberian pakan, dan kepadatan bakteri di kolam. ”Kurang lebih kita mengikuti aturan pakainya. Tapi kita mengikuti density (padat tebar) karena yang di aturan pakai itu pada umumnya. Yang paling penting itu pengamatan di lapangan,” sahutnya. Tidak lupa, umur udang juga diperhitungkan sebab perbedaan umur akan menentukan dosis di tambak.
Kultur Lapang
Iwan juga mengembangbiakkan atau mengkultur probiotik dengan molase untuk menjaga jumlah probiotik di tambak. Terkait kultur probiotik, Suprapto membuka, banyak kendalanya. Pembudidaya yang punya lab akan memonitor jumlah bakteri kultur dan kontaminasinya. Sedangkan, pembudidaya yang tidak ada fasilitas lab, cenderung coba-coba dan memanfaatkan ruang ala kadarnya.
”Padahal untuk teknik kultur probiotik, harus dihindari terjadinya kontaminasi,” sarannya. Pengalaman pembudidaya di Sulsel yang memanfaatkan emperan mes untuk kultur bacillus, setelah diaplikasikan nafsu makan udang justru turun. Saat dicek di ke balai perikanan, yang tumbuh adalah pseudomonas.
Ruang kultur yang dibuatkan tersendiri dan dijaga supaya tidak terjadi kontaminasi, hasil kulturnya akan lebih baik. Suprapto menilai, kultur bakteri di lapang sebagai fermentasi untuk menjaga kestabilan plankton. Sementara, probiotik yang asli arahnya untuk menekan mikroba yang merugikan.
Tim teknis Shrim Club Indonesia (SCI) itu menjelaskan, kultur probiotik harus memperhatikan ruang yang dipakai terjamin kebersihihan dan sterilitasnya, nutrisi yang digunakan, jenis mikroba yang dihasilkan, lingkungan yang dibutuhkan, kepadatan bakteri, dan lama waktu fermentasi.
”Kalau kita kultur, kepadatan 106 cfu/ml, sampai di situ bakterinya mungkin masih kelihatan gemuk-gemuk. Tapi kalau sudah terlalu padat, itu efeknya mikrobanya akan kecil dan ini juga ada pengaruhnya ke khasiatnya,” tutupnya.
Windi Listianingsih