Foto: DOK. AGRINA/SY
Pemintaan produk hortikultura meningkat hingga 150%.
Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Permintaan produk hortikultura terus meningkat selama masa pandemi Covid-19. Namun, menurut Menteri Pertanian periode 2000-2004, Prof. Dr. Bungaran Saragih, bidang hortikultura masih mendapatkan perhatian yang sangat sedikit baik dari pemerintah maupun dunia usaha.
“Padahal potensi pasarnya bisa menembus ekspor. Maka kita harus memberikan perhatian kepada hortikultura, peternakan dan perikanan,” kata dia pada acara Webinar Suara Agrina dengan tema ‘Hortikultura Business: Key to Penetrate Premium Market’, Rabu (14/7).
Bungaran menilai, hal menarik belakangan ini bukan hanya pandemi Covid-19, tapi perkembangan kesadaran mengenai pangan dan gizi. Perhatian kepada hortikultura menjadi lebih banyak dan besar, tidak hanya untuk di dalam negeri, tetapi untuk ekspor.
Ia berujar, ekspor produk hortikultura masih kecil dibandingkan dengan sektor perkebunan, namun ada tren peningkatan. Menariknya, bukan hanya pasarnya menjadi lebih besar, tapi ada diversifikasi terhadap bentuk pasar tersebut.
“Yang tidak kita sadari itu berjalan sendiri permintaan terhadap produk hortikultura di dalam negeri berkembang cepat sekali. Sayangnya statistik kita tidak menangkap itu semuanya. Tapi dengan kasat mata yang jeli bisa lihat disana-sini produk hortikultura berupa sayuran, buah-buahan, tanaman obat dan tanaman hias berkembang sangat pesat sekali,” terang Bungaran.
Dari situ, maka timbul segmentasi pasar khususnya premium market dan itu disebabkan oleh supply change yang berkembang belakangan ini. “Tren premium market yang semakin besar bagaimana itu didorong mengembangkan pasar dalam negeri yang lebih modern dan lebih besar,” kata Bungaran.
Prof Bungaran menilai, bisnis harus mengerti keinginan pembeli (customer). Pasar yang baru ini masih dinamis, namun tuntutan masih segar, lebih sehat dan harga yang kompetitif semakin besar, walaupun premium market tidak akan membeli sesuai dengan nilainya.
Kendati demikian, menurutnya, kendala dalam pengembangan hortikultura bukan disebabkan oleh sistem, pasar dan teknologi, namun tantangannya adalah entrepreneurship. “Ini harus ada yang mengintegrasikan secara tersendiri agar dibuat sistem agribisnis dari hulu sampai hilir hortikultura,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Feri Rahman Saputra, Deputi General Manager Merchandising Division PT AEPN Indonesia menuturkan, pada masa pandemi Covid-19 permintaan produk hortikultura mengalami peningkatan yang luar biasa. Pertama kali Covid muncul di Indonesia Februari 2020 lalu terus meningkat terhadap produk hortikultura hingga tiga kali lipat permintaannya, terutama sayur mayor dan buah-buahan.
“Pasca Covid-19 tiga bulan kemudian itu terus meningkat. Minimal 130-150% mengalami kenaikan permintaan tiap bulan dan sampai hari ini juga mengalami peningkatan yang signifikan,” jelas dia.
Sementara itu, Welly Soegiono, Direktur PT Great Giant Foods mengungkapkan pemerintah belum sepenuhnya mendukung industri hortikultura. “Padi, jagung dan kedelai penting. Kemudian cabai, bawang merah juga penting. Tapi jangan melupakan hortikultura yang mempunyai nilai yang lebih tinggi,” ulasnya.
Untuk pasar ekspor, imbuhnya, harus memenuhi persyaratan 20 sertifikasi. Namun Indonesia masih mengalami didiskriminasi dikenakan bea masuk di pasar dunia. “Nah pertanyaan yang sama apakah buah yang masuk ke Indonesia juga harus memenuhi 20 sertifikasi,” tanya dia.
Maka demikia, Welly mendorong pembuatan roadmap kebijakan hortikultura demi upaya meningkatkan daya saing baik di pasar dalam negeri ataupun pasar internasional. “Untuk meningkatkan ekspor hortikultura perlu membentuk tim perunding yang tangguh dan membuka pasar baru,” tuturnya.
Try Surya A