Minggu, 2 Mei 2021

Renyahnya Laba Bisnis Bawang Goreng

Renyahnya Laba Bisnis Bawang Goreng

Foto: Try Surya Anditya
Peluang bisnis bawang goreng menjanjikan untuk pasar lokal dan ekspor

Prospek bawang goreng kemasan sangat bagus bahkan dapat diekspor.
 
Peluang bisnis bawang goreng kemasan banyak ditangkap pengusaha skala mikro, kecil, dan menengah (UMKM) baik di sentra produksi bawang merah, seperti Brebes– Jawatengah, Cirebon– Jawa Barat, Palu– Sulawesi Tengah maupun perkotaan, yaitu Jabodetabek.
 
Sasaran pasar bawang goreng mulai dari kalangan Ibu rumah tangga, pengusaha horeka (hotel, katering, dan restoran), hingga industri makanan, seperti mi instan. Seberapa besar peluang bisnisnya?
 
 
Tren Bisnis Bawang Goreng Kemasan
 
Penjualan bawang goreng kemasan sudah dikenal sejak lama dan dengan mudah dijumpai di pasar dalam kemasan sederhana. Bawang goreng biasa digunakan sebagai  pelengkap makanan seperti bakso, nasi goreng, dan bubur.
 
Zaman berubah, inovasi terus berkembang.Permintaan bawang goreng ikut meningkat. Hal ini terlihat dari banyaknya produk bawang goreng dengan rasa berbeda-beda dijajakandi toko oleh-oleh dan supermarket.
 
Peningkatan bisnis bawang goreng dirasakan oleh pengusaha bawang goreng kemasan di Palu. Bawang Goreng Hj. Mbok Sri merupakan ikon Paluyang mengalami peningkatan bisnissetiap tahun.
 
Usaha ini dibangun oleh almarhumah Harjo Sriyono atau biasa disapa Mbok Sri pada 1980. Bisnis bawang goreng Mbok Sri kini dipegang oleh generasi ketiga, M. Suwarno.
 
“Sebelum tahun 2000 penjualan masih terbilang biasa saja karena akses penjualan terbatas, promosi masih minim. Setelah masuk tahun 2000, orang mulai mengenal Bawang Goreng Hj. Mbok Sri.Tahun itu pula mengalami kemajuan luar biasa,” jelas Suwarno cucu Mbok Sri saat dihubungi AGRINA (1/5).
 
Peningkatan penjualan meminta tanggung jawab lebih menjamin mutu produk demi menjaga kepercayaan konsumen. Untuk menjaga kepercayaan tersebut Bawang Goreng Hj. Mbok Sri melakukan sertifikasiStandar Nasional Indonesia (SNI)dan Halal pada 2018.
 
Bicara omzet penjualan,menurut Suwarno, sebelum 2018 mencapai Rp170 juta/bulan. Sedangkan pada 2018 dan 2019,ada penurunan signifikan akibat gempa tsunami yang melanda Palu dan masuknya virus Covid-19.
 
Omzet di tahun tersebut kurang-lebih Rp140 juta/bulan. “Penurunan iya, 2018 dan 2019 tahun tersulit bagi bisnis bawang goreng karena penjualan mengalami penurunan luar biasa. Sedangkan tahun ini dan tahun lalu,omzet penjualan per bulan masih sama,belum naik,Rp120 juta, tapi produk kami tidak kehilangan pasar,” terangnya.
 
Nikmatnya penjualan bawang goreng juga dirasakan Bawang Goreng Nion-Nion di Tengerang Selatan, Banten. Bawang Goreng Nion-Nion diambil dari 5 pabrik di Jawa Barat, salah satunya Pabrik Gaya Baru.
 
Sebulan rata-rata membutuhkan bawang goreng sekitar 7 ton. Bahrul Firdaus, pengusaha milenial pemilik Bawang Goreng Nion-Nion telah mejajaki bisnis bawang goreng ini sejak 2016.
 
Ia mengatakan, permintaan Nion-Nion setiap tahun meningkatdan menghasilkan omzet Rp200 juta–Rp300 juta/bulansebelum pandemi. Saat pandemi tahun lalu, omzetnya menurun cukup tajam, mencapai Rp120 juta/bulan.
 
“Sebelum pandemi offline (toko) bagus penjualannya. Saat pandemi offline turun tapi online bagus. Penjualan secara online Maret 2020 bisa dibilang meningkat 100%,” ungkap pria asal Serang, Banten tersebut.
 
George Jonathan Turangan, pemilik Pabrik Bawang Goreng Bekasi di Jati Asih, Bekasi, Jawa Baratmengatakan, produksi per bulan mencapai 1 ton-2 ton bawang goreng kemasan 1 kg.
 
Dihantam pandemi,penjualan terjun bebas.Produksinyahanya sebesar 500 kg. “Permintaan sebelum pandemi sangat bagus sedangkan permintaan 3 tahun terakhir turun karena pandemi.Omzetnya kurang-lebih Rp60 juta, terasa sekali perbedaannya,” urai Jonathan. 
 
Dienda Lora Buana, Quality Control PT Sinergi Brebes Inovatif,produsen bawang goreng Dapur Rasa asal Brebesmengatakan, Dapur Rasa awalnyamemproduksi pasta bawang merah.
 
Seiring berjalannya waktudan melihat peluang,tercetuslah untuk produksi bawang goreng kemasan pada Mei 2020.
 
Bawang goreng itu mulanya dipasarkan ke Dinas Pertanian Kabupaten Brebes dan pejabat Bank Indonesia lalu mendapatkan respon positif dan setelahnya dijual ke masyarakat umum malah diterimabaik.
 
“Bisnis pasta menurun.Akhirnya,berpikir buat alternatifbawang goreng kemasan, ternyata bagus penjualannya. Omzet mencapai Rp10 juta-Rp25 juta/bulan,” kata pria kelahiran 29 Desember 1995 itu. 
 
Renyahnya omzet ini juga dirasakan Mia Claudya, pemilik Bawang Goreng Mamamia asal Pati, Jawa Tengah yangbaru memulai usaha awal 2021. Ia mengungkap, penjualan selama 3 bulan memiliki omzet Rp5 juta.
 
“Stok awal hingga Maret 200-250 pouch(kantong)karena baru memulai usaha, masih belum ada yang tahu produk kami. Kedepan kami akan promosikan melalui selebgram (selebriti Instagram) dan iklan di sosial media,” urainya.
 
Menurut Nopi Agustian, pemilik bawang goreng Kriuk Palu, bisnis ini sangat bagus. Meski mengetahui produk bawang goreng sangat banyak di Palu, tidak menyurutkan niatnya membuka usaha serupa pada awal 2020. Omzetnya sebesar Rp700ribu/bulan.
 
“Kebutuhan per bulan 20 pak, 10 kg bawang merah jadi 5 kg bawang goreng. Harganya Rp35 ribu/100 g. Teman ada yang sukses bisa produksi hingga ratusan kg. Produknya sudah dikenal banyak orang sebagai buah tangan bahkan telah menjajaki pasar luar negeri. Bawang goreng Palu memiliki ciri khas, konsumen yang sudah merasakan pasti akan pesan lagi,” katanya.
 
 
 
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 323 terbit Mei 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain