Kamis, 29 April 2021

Replanting 180.000 ha Lahan Sawit 2021, BPDPKS Siapkan Rp5,56 T

Replanting 180.000 ha Lahan Sawit 2021, BPDPKS Siapkan Rp5,56 T

Foto: Istimewa
Standar produktivitas untuk program replanting 10 ton/ha/tahun TBS dengan kepadatan kurang dari 80 pohon/ha.

Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Peranan Badan Pnegelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) diharapkan dapat mendorong petani sawit rakyat melalui pemberian subsidi replanting (permajaan sawit rakyat – PSR) dan sarana prasarana.
 
Petani sawit rakyat mendapatkan subsidi pendanaan melalui penggunaan dana BPDPKS. Dana bantuan sarana dan prasarana ini diatur melalui Surat Keputusan Dirjen Perkebunan Kementan No. 144/Kpts/OT.050/4/2020 tentang pendanaan sarana dan prasarana petani sawit rakyat menggunakan dana subsidi BPDPKS.
 
Dukungan pendanaan BPDPKS yang diatur SK Dirjenbun Kementan, secara teknis juga diatur melalui SK Dirut BPDPKS dalam pelaksanaanny. SK Dirut BPDPKS yang telah resmi berlaku sejak Mei 2020 ini, dapat menyalurkan dana subsidi kepada petani rakyat melalui hasil survey yang dilakukan konsultan (pihak ketiga).
 
Rencana pendanaan BPDPKS berfokus kepada 18 provinsi dengan target utama paket benih unggul sawit, pupuk dan pestisida untuk lahan gabungan petani kelapa sawit seluas 2.000 ha. Target intensifikasi juga bisa mendapat bantuan dana BPDPKS dengan syarat utama luasan lahan 8.000 ha. Bantuan dana BPDPKS juga akan diberikan dalam bentuk pembiayaan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dalam bentuk 10 paket dan target infrastruktur jalan seluas 6.000 ha. 
 
Bantuan subsidi sapras ini juga menjadi pelengkap dari bantuan subsidi replanting perkebunan sawit rakyat. Target tahun 2021, replanting perkebunan sawit rakyat seluas 180 ribu ha dengan kesiapan pendanaan mencapai Rp5,56 triliun.
 
Dana Pungutan Ekspor BPDPKS yang besar dari kutipan sawit, harus bisa dijelaskan kepada publik terutama petani pekebun sawit dan masyarakat. Begitu pula dukungan BPDPKS terhadap keberadaan Green Energy Biodiesel Sawit dan Perkebunan Sawit Rakyat terutama peningkatan kapasitas petani kelapa sawit.
 
Direktur Penyaluran Dana BPDPKS, Edi Wibowo mengatakan, pemerintah mendukung petani swadaya melalui program penanaman kembali sawit rakyat secara besar-besaran. Tujuannya untuk membantu petani swadaya memperbaharui perkebunan kelapa sawitnya dengan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan berkualitas dan mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal.
 
“Petani sawit swadaya yang berpartisipasi dalam program ini harus mengikuti aspek legalitas tanah,” ulas Edi dalam FGD Sawit ‘Meningkatkan Peranan Petani Sawit Rakyat Melalui Subsidi Replanting Dan Subsidi Sarana Prasarana’, yang diadakan InfoSawit secara online Rabu (28/4). 
 
Peremajaan sawit betujuan untuk meningkatkan produktivitas. Standar produktivitas untuk program penanaman kembali dikisaran 10 ton tandan buah segar per hektar per tahun dengan kepadatan tanaman kurang dari 80 pohon/ha. Edi melanjutkan, untuk memastikan prinsip keberlanjutan, peserta program ini diharuskan untuk mendapatkan sertifikasi ISPO pada panen pertama. 
 
Mansuetus Darto, Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menimpali, sejatinya peremajaan sawit menjadi upaya peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan produktivitas, sekaligus memperkuat aspek sustainability kelapa sawit Indonesia dengan memaksimalkan existing plantation melalui peningkatan yield dan mencegah pembukaan lahan baru lewat deforestasi. 
 
Hingga saat ini, syarat untuk menerima dana bantuan BPDPKS telah disederhakan dari yang semula 16 menjadi 2 syarat. Kendati sudah terdapat kemudahan, tetap masih ada yang perlu dikritisi. Darto menanyakan, target PSR dari 2017 sampai 2022 yang mencapai 725 ribu ha itu diukur dari mana. Terlebih setiap tahun muncul target wilayah PSR yang seolah-olah akan dilakukan.
 
“Belum pencapaian dari target yang ada, bahkan dana PSR hingga 2020 hanya mencapai Rp5,5 triliun. Berbanding jauh dengan biodiesel yang mencapai Rp57,27 triliun,” cetus Darto.
 
Ia mengakui, petani masih banyak yang belum memahami program PSR. Alhasil petani melakukan peremajaan secara mandiri. Saat ini bahkan petani sawit swadaya masih berpencar-pencar dan tidak masuk kelembagaan tani
 
Kedepannya, Darto mengusulkan, adanya penambahan dana PSR dari Rp30 juta/ha menjadi Rp50 juta/ha untuk menghindari piutang ke bank. Sejatinya, kelembagaan tani sebagai point penting untuk pelaksanaan PSR, tapi dana BPDPKS belum mendukung pembentukan kelembagaan tani.
 
Bagi pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit, program PSR menjadi salah satu upaya meningkatkan produktivitas kebun sawit dan mendongkrak produksi tanpa harus menambah lahan. Alasan ini membuat perusahaan perkebunan kelapa sawit telah berkomitmen menjadikan Percepatan PSR sebagai fokus utama Program Kerja 2021. 
 
Dalam mendukung program PSR tersebut, pihak Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) telah melakukan pertemuan dengan Menko Perekonomian pada September 2020. Di sisi lain juga melakukan upaya kerjasama dengan Asosiasi Petani untuk memfasilitasi Kelompok Tani atau Koperasi untuk dapat Bermitra dengan Anggota GAPKI.
 
Eddy Martono, Sekjen GAPKI mengatakan, pihaknya melakukan pendataan proses dan progres PSR dari anggota GAPKI di masing-masing cabang GAPKI dengan embentuk Satgas PSR. Bentuk kemitraan dengan petani berupa pendampingan kultur teknis, kontraktor peremajaan, avalist full commercial dan operator pengelolaan.
 
Tantangan dalam menjalankan PSR antara lain melanjutkan kerjasama kemitraan dengan inti, sebab ada sebagian petani plasma yang sudah selesai masa kemitraannya.
 
“Banyaknya SHM yang berpindah tangan atau digadaikan menjadi kendala jaminan Bank, kondisi Koperasi dan Kepengurusan Koperasi yang kurang kondusif. Penghasilan petani saat replanting, serta besarnya biaya replanting, termasuk Banyak bertumbuhnya Pabrik tanpa kebun,” urai Eddy. 
 
Maruli Gultom, pengamat perkalapasawitan menuturkan, kelapa sawit telah menjadi satu-satunya komoditas yang menjuarai dunia ketika komoditas perkebunan lainnya hanya menjadi komoditas nomor tiga dan seterunya.
 
Pelaku usaha sawit didominasi petani rakyat yang mencapai 41%. Bila dihitung, kontribusi petani terhadap devisa negara menjadi cukup bahkan melebihi nilai ekspor migas. Terhitung, sekitar 1,2 juta petani yang bekerja di perkebunan kelapa sawit.
 
Namun di sisi lain, komoditas unggulan utama Indonesia ini masih diganggu bahkan dibebani beragam pungutan. “Sebenarnya untuk menolong industri sawit pemerintah tidak usah ikut campur, itu sudah sangat membantu,” tandasnya.
 
Try Surya A
 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain