Foto: Syafnijal Datuk Sinaro
Juli Nursandi, budikdamber menjaga kecukupan gizi keluarga
Budikdamber sarana pemenuhan gizi keluarga dan edukasi pelajar.
Bermula dari keinginan memanfaatkan lahan di samping rumah, Juli Nursandi sukses mengembangkan inovasi budidaya ikan dalam ember (budikdamber) yang viral di masa pandemi Covid-19. Bagaimana kisahnya?
Penelitian
Selama ini Juli hanya mengisi lahan pekarangan dengan tabulampot (tanaman buah dalam pot). “Bagaimana jika dilakukan budidaya ikan tapi tidak makan tempat karena lahan kecil dan bisa dipindah-pindah? Apalagi ketersediaan lahan, terutama di perkotaan makin menyempit,” ujar dosen Politeknik Negeri Lampung ini kepada AGRINA.
Untuk mewujudkan ide itu, ia melakukan penelitian pada 2015 dan baru setahun kemudian mendapat dana penelitian. Juli mengawali penelitian dengan menebar lele dalam ember dan menanam kangkung di bagian atasnya atau yang sekarang marak disebut budikdamber. Hasil penelitian menunjukkan, ikan harus tahan kondisi minim oksigen agar bisa dibudidayakan sistem budikdamber.
“Keuntungan budikdamber bisa dilakukan di lahan sempit, portable alias bisa dipindah-pindah, selain panen ikan juga panen sayuran,” jelas pria kelahiran Prabumulih, Sumsel, 2 Juli 1977 ini di kediamannya di kawasan Tanjungsenang, Bandarlampung, Lampung. Saat ini terdapat 7 ember budikdamber di samping rumah Juli yang diisi dengan berbagai jenis ikan dan di atasnya ditanam sayuran.
Dalam satu siklus budikdamber, sarjana perikanan dari Universitas Riau itu bisa memanen ikan rata-rata 3-6 kg/ember dan 5 ikat sayur/ember senilai Rp85 ribu–Rp135 ribu. Memang hasilnya tidak terlalu besar.
Bermula dari keinginan memanfaatkan lahan di samping rumah, Juli Nursandi sukses mengembangkan inovasi budidaya ikan dalam ember (budikdamber) yang viral di masa pandemi Covid-19. Bagaimana kisahnya?
Penelitian
Selama ini Juli hanya mengisi lahan pekarangan dengan tabulampot (tanaman buah dalam pot). “Bagaimana jika dilakukan budidaya ikan tapi tidak makan tempat karena lahan kecil dan bisa dipindah-pindah? Apalagi ketersediaan lahan, terutama di perkotaan makin menyempit,” ujar dosen Politeknik Negeri Lampung ini kepada AGRINA.
Untuk mewujudkan ide itu, ia melakukan penelitian pada 2015 dan baru setahun kemudian mendapat dana penelitian. Juli mengawali penelitian dengan menebar lele dalam ember dan menanam kangkung di bagian atasnya atau yang sekarang marak disebut budikdamber. Hasil penelitian menunjukkan, ikan harus tahan kondisi minim oksigen agar bisa dibudidayakan sistem budikdamber.
“Keuntungan budikdamber bisa dilakukan di lahan sempit, portable alias bisa dipindah-pindah, selain panen ikan juga panen sayuran,” jelas pria kelahiran Prabumulih, Sumsel, 2 Juli 1977 ini di kediamannya di kawasan Tanjungsenang, Bandarlampung, Lampung. Saat ini terdapat 7 ember budikdamber di samping rumah Juli yang diisi dengan berbagai jenis ikan dan di atasnya ditanam sayuran.
Dalam satu siklus budikdamber, sarjana perikanan dari Universitas Riau itu bisa memanen ikan rata-rata 3-6 kg/ember dan 5 ikat sayur/ember senilai Rp85 ribu–Rp135 ribu. Memang hasilnya tidak terlalu besar.
Namun, urainya, “Pendapatan bisa berlipat jika yang dibesarkan berupa ikan langka, seperti ikan baung, gabus, belida, jelabat (jelawat) yang harga jualnya jauh lebih tinggi. Apalagi untuk gabus, saya sudah bisa memijahkannya sehingga ketersediaan benih bisa terjamin.”
Agar mendongkrak harga ikan dan sayuran dari budikdamber, ia menjual ikan yang sudah dimasak dan sayuran segar di depan. Harga gulai atau lele goreng dan ikan lainnya Rp6.000/ekor sementara sayuran Rp1.500/ikat. Ia menjamin cita rasa ikan sistem budikdamber lebih enak. Karena 24 jam sebelum dipanen, airnya diganti dan tidak diberi pakan sehingga bebas dari rasa tanah.
Demikian pula sayur organik, rasanya lebih lezat dibandingkan sayuran yang ditanam petani di kebun. Di samping itu, pelaku budikdamber bisa menjual paket lengkap budikdamber berisi ikan dan tanaman yang sudah tumbuh seharga Rp200 ribu–Rp250 ribu/unit
Sarat Manfaat
Selama masa pandemi Corona, hasil budikdamber hanya dikonsumsi untuk kebutuhan keluarga dan dibagikan kepada tetangga. “Dengan adanya budikdamber, bisa mengurangi frekuensi keluarga ke pasar membeli sayur dan ikan sehingga memperkecil peluang anggota keluarga terpapar virus corona. Lalu, saya bisa berbagi kepada tetangga yang mengalami paceklik. Apalagi pada bulan Ramadan, kita membutuhkan asupan makanan yang bergizi,” urai kandidat doktor di Universitas Lampung (Unila).
Juli menggarisbawahi, usaha budikdamber bertujuan tidak semata-semata bermotif ekonomi tetapi lebih pada ketahanan pangan keluarga.
Agar mendongkrak harga ikan dan sayuran dari budikdamber, ia menjual ikan yang sudah dimasak dan sayuran segar di depan. Harga gulai atau lele goreng dan ikan lainnya Rp6.000/ekor sementara sayuran Rp1.500/ikat. Ia menjamin cita rasa ikan sistem budikdamber lebih enak. Karena 24 jam sebelum dipanen, airnya diganti dan tidak diberi pakan sehingga bebas dari rasa tanah.
Demikian pula sayur organik, rasanya lebih lezat dibandingkan sayuran yang ditanam petani di kebun. Di samping itu, pelaku budikdamber bisa menjual paket lengkap budikdamber berisi ikan dan tanaman yang sudah tumbuh seharga Rp200 ribu–Rp250 ribu/unit
Sarat Manfaat
Selama masa pandemi Corona, hasil budikdamber hanya dikonsumsi untuk kebutuhan keluarga dan dibagikan kepada tetangga. “Dengan adanya budikdamber, bisa mengurangi frekuensi keluarga ke pasar membeli sayur dan ikan sehingga memperkecil peluang anggota keluarga terpapar virus corona. Lalu, saya bisa berbagi kepada tetangga yang mengalami paceklik. Apalagi pada bulan Ramadan, kita membutuhkan asupan makanan yang bergizi,” urai kandidat doktor di Universitas Lampung (Unila).
Juli menggarisbawahi, usaha budikdamber bertujuan tidak semata-semata bermotif ekonomi tetapi lebih pada ketahanan pangan keluarga.
“Terutama pada saat Covid, kita tidak perlu ke pasar yang rentan penyebaran virus Corona. Banyak warga yang tertular Covid di pasar atau kontak dengan pedagang sayur. Demikian pula saat paceklik, budikdamber bisa membantu sehingga kecukupan gizi keluarga tetap terjaga,” ayah Ahmad Pinctada Estaurine, Aficennic Harits Arm, dan Adibnya Photic Ranukami ini berargumentasi.
Budikdamber bisa dijadikan “kulkas” hidup dengan memasukkan ikan dan sayuran hidup yang dibeli dari pasar. Misalnya, ulas Juli, membeli lele 20 ekor dan dua ikat sayuran di pasar lalu lele dilepas di budikdamber dan sayurnya ditanam di pot bagian atas. Ikan dan sayuran pun bisa dipanen sesuai kebutuhan keluarga setiap hari.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 312 terbit Juni 2020 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di magzter, gramedia, dan myedisi.
Budikdamber bisa dijadikan “kulkas” hidup dengan memasukkan ikan dan sayuran hidup yang dibeli dari pasar. Misalnya, ulas Juli, membeli lele 20 ekor dan dua ikat sayuran di pasar lalu lele dilepas di budikdamber dan sayurnya ditanam di pot bagian atas. Ikan dan sayuran pun bisa dipanen sesuai kebutuhan keluarga setiap hari.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 312 terbit Juni 2020 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di magzter, gramedia, dan myedisi.