Foto: Windi Listianingsih
Potensi penurunan produksi akibat FAW mencapai 50%
Ketika masalah teknis budidaya tidak teratasi, target produksi jagung yang dicanangkan pemerintah bisa terkendala.
Pemerintah terus menggenjot produksi jagung demi menjaga asa swasembada ke seluruh pelosok negeri. Tahun ini, total produksi jagung yang ditargetkan pemerintah melalui Kementerian Pertanian mencapai 24,16 juta ton. Angka tersebut 7% lebih tinggi dari produksi tahun sebelumnya.
Untuk kebutuhan jagung dalam ransum pakan ternak, jumlahnya diproyeksikan mencapai 11,9 juta ton. Dengan rincian, kebutuhan pabrik pakan sebesar 8,5 juta ton dan peternak sebesar 3,48 juta ton.
Produksi pakan diperkirakan tumbuh 5% atau mencapai 21,53 juta ton pada 2020. Ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 20,5 juta ton.
Jagung sebagai sumber utama pakan unggas, turut menentukan stabilitas suplai dan harga ayam serta telur. Secara regulasi, pemerintah memang menyiapkan berbagai program untuk mendongkrak produksi.
Namun demikian, masalah teknis budidaya tidak bisa begitu saja dikesampingkan. Awal tahun lalu, serangan ulat grayak jenis baru yang dikhawatirkan menyebar ke Indonesia ternyata terjadi.
Bila tidak ditanggapi dengan baik, kerugian bukan saja berdampak bagi petani, tapi sampai ke konsumen akhir.
Sejarah Kedatangan FAW di Indonesia
Edy Purnawan, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Ditjen Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian menjelaskan, serangan ulat grayak jenis baru Spodoptera frugiperda atau fall army warm (FAW) pertama kali dilaporkan terjadi di Sumatera Barat pada akhir Maret 2019.
Laporan ini telah diverifikasi tim gabungan Ditjen Tanaman Pangan, Badan Karantina Pertanian, dan Dinas Pertanian Sumbar pada 6-8 April 2019.
Kepada AGRINA, ia bercerita, pihaknya segera mengirimkan surat edaran “Peningkatan Kewaspadaan Serangan Hama S. frugiperda pada Tanaman Jagung” kepada Kepala Dinas Pertanian Provinsi seluruh Indonesia tertanggal 18 April 2019.
Sebelumnya, laporan yang masuk hanya menyebutkan ulat grayak tanpa keterangan S. frugiperda. Edy kemudian mengirimkan surat edaran baru menggunakan redaksi “ulat grayak (Spodoptera frugiperda)”.
Hingga saat ini, setidaknya FAW menyerang pertanaman jagung di Sumatera seperti Aceh, Sumut, Sumbar, Lampung kemudian menyebar ke Jawa, seperti Banten (Serang), Jateng (Kendal), DIY (Gunungkidul), dan Jatim (Tuban). Penurunan produksi akibat serangan serangan hama ini berkisar 20%-50%.
Selain mengancam industri jagung dan unggas, FAW juga berbahaya bagi ketahanan pangan nasional dan dunia karena luasnya cakupan tanaman inang yang meliputi tanaman pangan, hortikultura, hingga perkebunan.
Padi, kedelai, kacang tanah, kentang, tomat, cabai, bawang, tebu, sawit, jeruk, apel, hingga gulma rumput menjadi sasaran empuk ulat yang sangat rakus ini.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 312 terbit Juni 2020 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di magzter, gramedia, dan myedisi.