Foto: pillsbury.com
olahan kentang berupa tepung kentang instan dan kentang puree
Bogor (AGRINA-ONLINE.COM). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) melalui Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) kerjasama pra-lisensi dengan CV Promindo Utama, Perusahaan pengolahan hasil-hasil pertanian, untuk memvalidasi teknologi olahan kentang (puree kentang dan tepung kentang instant) pada skala pilot.
Perjanjian kerjasama ditandatangani oleh Kepala BB Pascapanen, Prayudi Syamsuri dan perwakilan CV Promindo Utama, Sholeh melalui video conference disaksikan oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Fadjry Djufry, Senin (18/5).
Prayudi mengungkapkan, teknologi pengolahan kentang yang akan dihilirkan adalah tepung kentang instan dan kentang tumbuk (puree). Produk puree dapat menjadi bahan intermediate dan langsung konsumsi dengan tambahan bahan lain. Dengan kerjasama ini, diharapkan, akan melahirkan usaha baru bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Sebagai informasi, Indonesia mampu menghasilkan kentang sayur mulai tahun 2019, bahkan bisa mengekspor produk kentang sayur. Namun, saat ini industri kentang besar masih menggunakan kentang Atlantik. Padahal kentang sayur juga bisa diolah lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan pengolahan kentang masyarakat seperti perkedel, kroket kentang melalui produk intermediate.
Hampir setiap provinsi di Indonesia bisa memproduksi kentang. Dari 35 provinsi di Indonesia beberapa yang tidak melakukan produksi kentang yakni Bangka Belitung, Kep. Riau, DKI Jakarta, Banten, DI Yogyakarta, Kalimantan, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Hal ini dikarenakan syarat tumbuh kentang antara 800-1500 mdpl. Produksi kentang antara 20-30 ton/ha dengan umur tanaman 3-8 bulan. Potensi hasilnya bisa mencapai 50 ton/ha.
Produk olahan kentang yang sudah diperdagangkan di pasaran dunia, antara lain pati, tepung, kentang dalam kaleng, kentang kering, dan kentang goreng berupa chips atau stick. Di Indonesia, sebagian besar produksi kentang masih diperdagangkan dalam bentuk umbi segar dan banyak dimanfaatkan sebagai campuran sop dan campuran rendang. Serta, bahan pembuat aneka snack seperti kroket, perkedel, donat, schotel kentang, kentang keju goreng, pizza kentang, bola bola keju, kue gabin isi kentang, krim cheese, kue mangkuk, kue lumpur, bolu kentang, dan cake kentang. Semua produk ini bisa melewati produk intermediate yang bisa diindustrikan.
Salah satu produk intermediate yang dapat dihasilkan adalah pasta atau puree kentang, atau juga dikenal dengan mashed potato yang bisa diproduksi dalam bentuk yang awet. Masyarakat umum sudah biasa mengkonsumsi mashed potato (kentang tumbuk) yang dicampur dengan susu dan keju yang disiapkan segar. Bahkan juga disiapkan dalam bentuk beku yang tinggal memanaskan dalam microwave sebelum mengkonsumsinya. Sedangkan di Indonesia yang memungkinkan adalah menyiapkan produk awet yang dapat dibuat produk lanjut.
Produk pasta kentang ini dapat dilipat gandakan umur simpannya dengan menyiapkan produknya menjadi tepung instant yang hanya menambahkan air dingin atau panas bisa mendapatkan mashed potato. Teknologi ini bisa dilakukan dengan cara yang sederhana dengan menggunakan modifikasi foam mat drying sehingga pengeringan dapat dilakukan menggunakan oven drying biasa.
Foam-mat drying merupakan teknik pengeringan dengan menambahkan agen pembuih (protein) ke dalam sampel kemudian dilakukan whipping (pengocokan) untuk menghasilkan buih dan dibuat lapisan tipis di tray/loyang untuk dikeringkan di oven dryer. Produk kering berupa lapisan tipis kemudian dihancurkan untuk menghasilkan tepung kentang.
Nilai tambah kentang ini nantinya bisa diproduksi oleh mitra pengolah produk intermediate yang berada di dekat kantor. Skemanya bisa dengan inkubator teknologi atau yang dekat dengan pasar produk segar kentang, karena jenis kentang yang bisa diolah adalah jenis kentang sayur (granola) dan tempat sentra tumbuhnya berbeda-beda menuju pasar yang sama.
Try Surya A
Editor: Peni SP