Senin, 2 Maret 2020

Tips Budidaya Bawang Merah Saat Musim Hujan

Tips Budidaya Bawang Merah Saat Musim Hujan

Foto: Windi Listianingsih
Tanaman yang terserang layu fusarium harus dicabut dan dimusnahkan agar tanaman sehat tidak tertular

Curah hujan tinggi mengakibatkan kelembapan tinggi. Risiko bawang merah terserang OPT meningkat. Perlu upaya khusus agar tanaman selamat.
 
Tantangan terbesar petani bawang merah selama musim hujan adalah serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang dipicu kelembapan tinggi. Karena itu petani perlu memberikan perawatan khusus agar tanamannya terhindar dari risiko gagal panen. Hal ini menyebabkan jumlah petani yang bertanam berkurang saat musim hujan. Berikut tips budidaya dari petani dan penyedia saprotan.
 
 
Cara Pemupukan 
 
Komari, petani bawang merah di Desa Kedunggebang, Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi, Jawa Timur, mulai mengupayakan budidaya bawang merah pada 2015. Ia merasa tanah di wilayahnya sangat cocok untuk menanam komoditas bumbu utama utama ini. 
 
Pada pertanaman musim hujan, petani pemilik lahan seluas 4 ha ini memilih bibit Thailand Nganjuk. Alasannya, “Bibit tersebut sangat bagus, tahan hama dan penyakit.” 
 
Setelah menentukan bibit, bapak asli Banyuwangi tersebut menjelaskan lebih jauh tentang persiapan lahannya.  Dia membuat bedengan dengan ukuran tinggi 25-30 cm, lebar 70-80 cm, dan jarak antarbedengan 40-50 cm. Tanah dipupuk dasar dengan SP-36 sebanyak 100 kg/ha, NPK 16:16:16 sebanyak 500 kg/ha, dan KCl sebanyak 60 kg/ha.
 
Kemudian bedengan dipasangi mulsa yang diberi lubang tanam berdiameter sekitar 25 cm. Ia menerapkan jarak antartanaman 20 cm x 20 cm. 
 
Pemupukan pertama lakukan pada 7 hari setelah tanam (HST). Jenis pupuknya adalah campuran NPK 16:16:16 dengan dosis 150 kg/ha dan KNO3 merah 90 kg/ha.
 
Dua gayung pupuk dilarutkan dalam air sekitar 20 liter (satu tangki). Satu hektar membutuhkan 80 tangki larutan pupuk. Larutan pupuk ini disemprotkan ke tanaman.   
 
Pemupukan kedua dilaksanakan pada 21 HST. Jenis pupuknya, campuran NPK grower 150 kg/ha dan KNO3 putih 90 kg/ha. 
 
Pemupukan ketiga, pada  umur 31 HST menggunakan pupuk campuran NPK grower 150 kg/ha, dan KNO3 putih 90 kg/ha. 
 
“Pemupukan kedua dilakukan dengan penyemprotan dua hari sekali. Frekuensi pemupukan ketiga juga sama. Tetapi kalau ada ulat, selang satu hari. Setelah itu, 40 HST hingga panen hanya dilakukan perawatan saja,” kata Komari.
 
 
Trio OPT Utama
 
OPT paling banyak muncul, menurut pengalaman Komari, adalah penyakit bercak ungu yang disebabkan cendawan Alternaria porri dan moler atau layu fusarium yang disebabkan cendawan Fusarium oxysporum. Penyakit yang potensial menyebabkan gagal panen ini sangat sulit ditangani. 
 
“Biasanya petani menggunakan fungisida kontak dan sistemik secara bersamaan dengan dosis sebanyak 1-2 kg dilarutkan dengan air sampai volumenya mencapai 20 liter air. Penyemprotan dilakukan seminggu dua hari sekali,” jelasnya. 
 
Agus Suryanto, Senior Crop Manager FMC memaparkan, penyakit yang lebih dominan menyerang bawang merah ada tiga, yaitu bercak ungu, layu fusarium, dan busuk daun (antraknosa) atau sering disebut penyakit otomatis.
 
Sependapat dengan Komari, OPT paling merugikan adalah layu fusarium karena penyebarannya begitu cepat dan sulit dikendalikan. 
 
Gejala penyakit ini adalah pertumbuhan akar maupun umbi terganggu, daun menguning, dan cenderung meliuk. Daunnya tampak layu dan lama-kelamaan tanaman mati. Pada dasar umbi terlihat cendawan berwarna keputih-putihan.
 
Ketika umbi dipotong membujur, terlihat adanya pembusukan yang berawal dari dasar umbi meluas ke atas dan ke samping. Serangan tersebut bisa meningkat secara cepat bahkan bisa menyebabkan puso. 
 
“Serangan penyakit layu fusarium menyebabkan tanaman sangat mudah tercabut karena pertumbuhan akar terganggu membusuk,” ungkap Agus. 
 
Dia menambahkan, tanaman yang terserang layu fusarium harus dicabut dan dimusnahkan agar tanaman sehat tidak tertular. Penyemprotan fungisida juga penting sebagai upaya mengendalikan moler.
 
Untuk mencegah penyakit layu fusarium, lakukan pengaplikasian fungisida Octave 50WP pada umur 14 hari setelah tanam (HST). Sedangkan di daerah endemis bisa dilakukan aplikasi lebih awal misalnya 7- 10 HST. 
 
Octave 50WP, fungisida sistemik yang bekerja dengan cara translaminar ke dalam jaringan tanaman dan mengendalikan cendawan secara protektif dan kuratif.
 
Untuk mengendalikan layu fusarium, konsentrasinya 2 g/l. “Aplikasikan juga fungisida Rovral 50WP pada umur 28 HST dan 35 HST dengan dosis 2g/l. Fungisida ini berfungsi melindungi dan mengendalikan dari serangan penyakit Alternaria porri atau trotol,” sarannya.
 
Beda dengan Agus, Agung Udara Permana, Manajer Produk Sayuran PT Agricon Indonesia berpendapat, penyakit yang lebih dominan pada musim hujan adalah penyakit bercak ungu. Gejala awalnya berupa lingkaran kecil berwarna cokelat muncul di bagian daun.
 
Pada saat awal penyerangan bercak ungu perlu diwaspadai karena begitu masuk musim hujan, kelembapan tinggi, penyebaran bercak ungu sangat cepat. “Penyakit tersebut dapat menimbulkan kerugian kurang lebih 30%,” kata pria yang biasa disapa Ara.
 
Senada dengan Ara, Arif Setiyanto, Territory Manager PT Nufarm Indonesia menjelaskan,  pengendalian penyakit bercak ungu Nufarm menganjurkan produk Throne 250CC, dengan penyemprotan 2-3 kali dalam seminggu, dosis 1-2 ml/l/ha. “Tapi kalau petani bisa semprot mencapai 3-4 kali penyemprotan dalam seminggu. Bahkan lebih karena musim hujan seperti ini,” katanya.
 
 
 
Sabrina Yuniawati, Untung Jaya

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain