Harga cabai cenderung stabil dan sudah tidak ada impor cabai segar. Pemerintah klaim berhasil capai swasembada cabai.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan, saat ini Indonesia sudah swasembada cabai. “Alhamdulillah saya sudah bisa menyampaikan ke publik kita swasembada beras, bawang, jagung, dan cabai. Stok kita aman,” kata Amran di Rakor Gabungan Ketahanan Pangan dan Evaluasi Upsus 2017 di kantor pusat Kementan, Jakarta (3/1).
Swasembada
Dari tayangan presentasi Mentan, sejak 2014 - 2017 produksi cabai cenderung mengalami peningkatan. Angkanya berturut-turut: 1,87 juta ton, 1,91 juta ton, 1,96 juta ton, dan 1,90 juta ton (ARAM I/2017).
Pada 2014, memang masih ada impor cabai segar sebanyak 30 ton dan pada 2015 sebesar 43 ton. Namun sepanjang 2016-2017, sudah tidak ada lagi impor cabai segar.
Pencapaian tersebut berkat sejumlah strategi, salah satunya manajemen pola tanam. Pola penanaman menyesuaikan kebutuhan industri, rumah tangga, hotel-restoran-katering (horeka), dan konsumen lainnya.
“Indikator ketersediaan produksi bisa dilihat dari harga. Terbukti saat hari besar keagamaan nasional tidak ada gejolak harga yang signifikan. Harganya stabil dan aman,” terang Prihasto Setyanto, Direktur Budidaya Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat, Ditjen Hortikultura Kementan, kepada AGRINA di kantornya (3/1).
Soekam Parwadi, Direktur Pengembangan Agribisnis, Pasar Komoditi Nasional (Paskomnas) mengamini, harga cabai besar memang cenderung stabil. Tapi untuk cabai rawit, sempat ada gejolak harga tinggi pada awal tahun hingga April 2017.
“Kemudian di pertengahan tahun ada gerakan menanam cabai rawit yang masif. Jadilah banyak panen pada Agustus–November,” jelasnya. Dampaknya, sambung Soekam, Agustus-November harga cabai rawit di tingkat petani jatuh sampai Rp6 ribu-Rp7 ribu/kg.
Ketersediaan Aneka Cabai
Periode Januari – Maret 2018, pemerintah memperkirakan persediaan aneka cabai mencukupi. Untuk cabai besar, angka prognosa ketersediaannya lebih besar dari angka kebutuhan.
Perkiraan ketersediaan selama tiga bulan itu berturut-turut sebesar 102.153 ton, 101.840 ton, dan 101.855 ton. Sedangkan perkiraan kebutuhan Januari - Maret sebesar 93.311 ton, 93.311 ton, dan 93.645 ton.
Sedangkan cabai rawit, persediaan Januari – Maret diperkirakan berturut-turut sebesar 77.847 ton, 78.090 ton, dan 78.564 ton. Angka prognosa ini juga masih lebih besar dibanding prognosa kebutuhan. Angka kebutuhan Januari – Maret diperkirakan sebesar 69.843 ton, 69.861 ton, dan 69.945 ton.
Tahun ini, pemerintah juga menargetkan penambahan luas panen. “Setiap tahun kita ada penambahan luas panen sekitar 3% di seluruh Indonesia,” ungkap Prihasto.
Selama Januari 2018 ini, pemerintah memperkirakan lima daerah dengan luas panen terbesar di Mojokerto (1.342 ha), Jember (1.186 ha), Lombok Timur (1.003 ha), Banjarnegara (1.000 ha), dan Blitar (868 ha). Total prognosa luas panen cabai rawit selama Januari 2018 sebesar 57.058 ha.
Sedangkan untuk cabai besar, lima daerah teratas dengan total luas panen terluas adalah Temanggung (1.195 ha), Rejanglebong (1.096 ha), Kulonprogo (982 ha), Magelang (964 ha), dan Kerinci (844 ha). Total angka prognosa luas panen cabai besar untuk Januari 2018 sebesar 35.324 ha. Dengan pola tanam yang terencana seperti itu diharapkan pola suplai cabai ke pasaran stabil sehingga harga pun tidak terlalu berfluktuasi.
Inflasi?
Komoditas cabai acap kali disebut-sebut sebagai penyebab inflasi. Menurut Bank Indonesia (BI), pengertian inflasi adalah kenaikan harga yang mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya.
Saking seringnya cabai ditunjuk sebagai biang inflasi, BI pun turun tangan untuk mengendalikan inflasi dengan program pengembangan klaster di bawah Departemen Pengembangan UMKM BI.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), cabai merah menyumbang inflasi sebesar 0,05% terhadap laju inflasi Oktober 2017 dan 0,06% pada laju inflasi November 2017.
Sedangkan pada November 2016, BPS mencatat adanya kenaikan harga cabai merah sebesar 0,92% yang memiliki andil inflasi sebesar 0,16% terhadap kenaikan bahan pangan. Dan pada Oktober 2016, cabai merah menyumbang inflasi 0,7%.
Soekam mengaku, sudah sejak 2015 diajak BI terjun langsung ke daerah-daerah untuk menjalankan program pengendalian inflasi pada bahan pangan seperti cabai dan bawang. Menurutnya, riuh kampanye pilkada sangat mempengaruhi inflasi pada 2015 dan 2016. “Tahun ini sudah cukup berhasil. Inflasi bukan lagi karena tanaman pangan, tapi lebih ke transportasi dan listrik,” pungkasnya.
Galuh Ilmia Cahyaningtyas, Windi Listianingsih