Industri pengolahan ayam yakin, mereka dapat memulihkan ekspor yang sempat terpuruk gara-gara krisis flu burung. Caranya dengan menawarkan produk matang berkelas premium.
Ekspor ayam potongan matang telah meningkat 38% pada 2004 ketika pelarangan ekspor ayam segar diterapkan mendorong industri pengolah ayam mencari peluang-peluang baru.
Pornsri Laurujisawat, Manajer Thai Broiler Processing Export Association mengatakan, ekspor produk ayam matang diharapkan akan meningkat hingga 350.000 ton tahun ini. Selama 2005, negara ini mengekspor 265.000 ton dari total ekspor daging ayamnya yang pernah mencapai 543.000 ton pada 2003. Meski demikian, hal tersebut mencerminkan cepat pulihnya ekspor.
Lebih lanjut Laurujisawat mengungkap, “Ketika kami dilanda flu burung, kami perlu mencari solusi. Produk matang adalah produk premium sehingga inilah yang menjadi strategi bagus bagi pemasaran kami. Thailand juga mempunyai keahlian yang diperlukan dalam pemotongan dan pemisahan bagian-bagian ayam serta mengolahnya menjadi produk yang bagus.”
Pertumbuhan ekspor produk ayam di pasar utama Thailand, yaitu Jepang dan Uni Eropa, menjadi pilihan strategi pemasaran akibat menurunnya permintaan produksegar di seluruh dunia.
Wabah flu burung di Eropa telah menyebabkan dampak yang dramatis bagi pengolah ayam lokal. Harga produk daging ayam segar anjok seiring melemahnya permintaan. Pada saat yang sama, konsumsi pangan siap makan di eropa dan Amerika diperkirakan melampaui US$40 miliar pada 2009. Naik dari US$29 miliar pada 1999 menurut Datamonitor. Strategi Thailand itu sangat pas dengan situasi terkini, apalagi kompetisi di segmen ini kurang ketat.
Peni/AP-Foodtechnology.com
Lele Vietnam Dominasi Eropa
Lele Vietnam, yang disebut Tra dan Basa, mula-mula hanya dibudidayakan untuk pasar lokal dengan skala kecil. Sejak Amerika menerima komoditas ini, banyak Tra dan Basa masuk ke negara Paman Sam. Namun ketika, AS menerapkan tarif impor 64% terhadap ikan ini, para petani dan pengolah Vietnam pun memotong kapasitas produksi mereka.
Tahun lalu Uni Eropa mulai impor Tra dan Basa sehingga cukup membuat petani dan pengolah Vietnam terlalu senang dan menggenjot produksi. Mereka tidak mengindahkan pihak yang berwenang untuk menjaga stabilitas produksi. Malapetaka pun datang, harga di tingkat petani hanya VND8.000/kg (Dong), sementara biaya produksinya mencapai VND10.000—VND11.000. Musim lalu industri pengolahnya rugi US$12,5 juta dan banyak petani bangkrut.
Kini fillet dan produk lain dari Tra dan Basa produksi Nam Viet dan beberapa pengolah lainnya populer di Uni Eropa. “Eropa kini jadi tujuan utama pasar kami,” ujar Doan Toi, Direktur Nam Viet. Sebanyak 80% ekspornya bertujuan ke Uni Eropa dan ia berharap permintaan akan lebih tinggi seiring dengan kasus flu burung yang membuka peluang ekspor bagi Tra dan Basa.
Hung, petani ikan yang bergabung dengan 200 petani lainnya pemasok Nam Viet, kini bermitra dengan Bank Pertanian dan Pembangunan Desa provinsi untuk mendapatkan kucuran kredit. Bank ini menyediakan kredit modal kerja sebanyak 70% dari total kebutuhan. Agar dapat memenuhi syarat Uni Eropa yang ketat, pihak perusahaan membentuk asosiasi petani yang terdiri dari 25 orang. Mereka ini mampu memproduksi dengan kapasitas 70.000—90.000 ton/tahun. Mereka akan mendapat masukan teknologi untuk budidaya yang aman dari Nam Viet dan Dinas Pertanian terkait. .
Peni/Vietnam News Agency
China Setuju Impor Daging AS
Untuk menciutkan kesenjangan yang besar dalam perdagangan China – AS, China akhirnya membuka pintunya untuk produk daging sapi Amerika. Pelarangan impor sebelumnya diberlakukan China pada 2003 menyusul ditemukannya kasus pertama penyakit sapi gila.
Pembukaan kembali pasar China tersebut sebagai hasil perundingan dagang antara delegasi China yang dipimpin Perdana Menteri Wu Yi. Delegasi berkekuatan 200 anggota ini mengunjungi 13 negara bagian untuk menjajaki bisnis.
Keputusan China tersebut jelas melegakan Mike Johanns, Menteri Pertanian AS. Pihaknya juga setuju untuk melengkapi berbagai persyaratan sehubungan dengan pembukaan kembali pasar tersebut secepatnya.
Sebelum embargo, China mengimpor daging sapi AS senilai US$100 juta. Meski terbilang pasar kecil bagi para produsen dan eksportir AS, tapi mereka memandang potensi yang besar di China pada masa mendatang karena pertumbuhan ekonomi dan minta konsumen negara Tirai Bambu tersebut pada daging sapi.
Peni/China Daily