Jakarta, Agrina-online.com. Kopi arabika hasil bumi Nusantara semakin mendapat tempat di pasar dunia. Hingga kuartal pertama 2025, sebanyak 127 ton kopi dari Java Coffee Estate (JCE) berhasil ekspor ke berbagai negara, termasuk Inggris, Amerika Serikat, Arab Saudi, dan Norwegia.
JCE sendiri merupakan hasil kerja sama operasi (KSO) dua subholding Holding Perkebunan Nusantara, yakni PTPN IV PalmCo dan PTPN I SupportingCo.
Direktur Utama PTPN IV PalmCo, Jatmiko Santosa menyampaikan, capaian ekspor ini membuktikan bahwa transformasi dan peningkatan kualitas produksi kopi JCE mampu menjawab kebutuhan pasar global. Di 2024 berhasil membukukan ekspor kopi mencapai 600 ton ke berbagai negara Eropa, Asia, dan Amerika.
“Insya Allah, tahun ini optimis ekspor kopi Arabica Specialty dari JCE akan terus tumbuh dengan dukungan berbagai program strategis, seperti replanting, sertifikasi keberlanjutan, pemanfaatan teknologi, serta adaptasi terhadap regulasi global,” ujarnya rilis disampaikan Humas PTPN IV Regional 7, Jumat (14/08).
Disebutkan, hingga April 2025, JCE mencatatkan laba bersih sebesar Rp6,51 miliar, dan ditargetkan mencapai Rp33,36 miliar hingga akhir tahun. Target tersebut naik dari capaian laba tahun sebelumnya sebesar Rp32 miliar.
Sejalan dengan target kinerja keuangan, produksi kopi juga ditingkatkan melalui program intensifikasi dan replanting. Sejak 2021 hingga 2024, telah diremajakan seluas 1.200 ha dari total target 1.500 ha. Melalui pendekatan berbasis data dan teknologi, produktivitas kopi juga telah meningkat signifikan.
“Kami sadari bahwa keberlanjutan adalah kunci dalam upaya mengembalikan kejayaan legenda kopi Jawa di pasar global. Untuk itu, program replanting ini tidak hanya meningkatkan hasil panen, tetapi juga membantu memperpanjang siklus produksi kopi di perkebunan,” lanjut Jatmiko.
Dengan sejumlah langkah strategis tersebut, PalmCo menargetkan produksi JCE mencapai 1.182 ton pada 2025, tertinggi sepanjang sejarah perkebunan tersebut berdiri.
Dalam KSO yang ditandatangani pada 2022, PalmCo dipercaya melakukan investasi dan eksploitasi atas 3.530,77 ha areal kopi, dengan masa kerja sama selama 10 tahun. PTPN IV PalmCo juga menanggung 100 persen biaya investasi sekaligus menerapkan budaya kerja baru dan sistem berbasis teknologi ke JCE.
Transformasi dimulai dari pengukuran ulang berbasis drone dan GIS, perbaikan sistem budidaya dan organisasi, serta penerapan Best Management Practices (BMP).
Selain itu, JCE mengadopsi sistem kerja ramping dan efisien, termasuk proses birokrasi yang lebih cepat dan transparan.
Kini, JCE mencatat produktivitas mencapai 409 kg/ha untuk green beans dan 2.470 kg/ha untuk kopi cherry. Kinerja ini merupakan lompatan besar setelah tiga tahun transformasi dijalankan.
Lebih jauh, Jatmiko menyampaikan, peningkatan ini merupakan hasil kerja keras seluruh tim JCE dan akan dijadikan role model untuk pembinaan petani kopi secara nasional.
“Apa yang telah kita lakukan di sini akan kita jadikan role model. Kita akan tularkan best practices ini kepada petani kopi di Indonesia. Sehingga nantinya tidak hanya JCE dan PTPN saja sejahtera, tapi seluruh petani kopi Indonesia akan merasakan nikmatnya dari bertani kopi ini,” pungkasnya.
BPK RI Apreasiasi
Sebelumnya PT Perkebunan Nusantara IV PalmCo subholding dari PTPN III (Persero) mendapat apresiasi dari Pimpinan VII Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Dr. Slamet Edy Purnomo, M.M., CFrA., CIISA., CSFA., dalam kunjungan kerjanya ke Java Coffee Estate.
BPK menilai kawasan kopi arabika yang berada di bawah pengelolaan PalmCo itu dinilai berhasil menjalani transformasi dan revitalisasi yang signifikan, hingga mampu mengangkat kembali kejayaan salah satu ikon agrikultur Indonesia.
Dalam kunjungan kerjanya akhir pekan lalu, Slamet Edy didampingi Director Plantation and Agriculture Danantara M. Abdul Ghani, Direktur Produksi Holding Perkebunan PTPN III (Persro) Rizal H. Damanik, Direktur Utama PTPN IV PalmCo Jatmiko Santosa, Direktur Hubungan Kelembagaan Irwan Perangin-angin serta Direksi PTPN I.
“Kami dari tim BPK melakukan business visit ke Perkebunan Kopi Bondowoso yang dulunya memang terkenal dengan kopinya yang legendaris, yaitu Java Coffee. Saat ini, kopi tersebut ditangani dengan sangat baik oleh PTPN,” katanya.
Ia menilai, pengelolaan Java Coffee oleh perusahaan perkebunan negara itu tengah menunjukkan kemajuan signifikan dari sisi kualitas maupun produktivitas. Saat ini, produksi kopi green beans di kebun JCE diproyeksikan mencapai 540 kg/ha/tahun.
“Ini merupakan langkah maju yang konkret dan kami berharap ke depan bisa dikembangkan diatas satu ton bahkan menuju dua ton per hektare,” sambungnya.
Lebih jauh, ia menyoroti kontribusi PTPN dalam meningkatkan kesejahteraan petani melalui kemitraan yang kuat dan berkelanjutan. Slamet mengungkapkan, pendekatan inklusif ini menjadi contoh baik bagi pengembangan sektor perkebunan lainnya di Indonesia.
“PTPN telah mampu merangkul dan mensejahterakan petani, khususnya petani kopi di wilayah Jawa Timur. Mudah-mudahan ini bisa berkembang ke wilayah-wilayah lain di Indonesia,” harapnya.
Ia menilai, kopi Indonesia memiliki potensi besar untuk bersaing di pasar dunia. Sebab dari segi cita rasa, kopi lokal tidak kalah dibandingkan dengan kopi dari negara-negara produsen utama seperti Brasil. “Kopi kita sebetulnya punya potensi mendunia. Bahkan bisa menjadi primadona bagi penggemar kopi dunia,” ungkapnya.
Tak hanya itu, ia juga mengungkapkan antusiasmenya saat melihat tingginya minat pelaku usaha dan pembeli mancanegara terhadap produk Java Coffee. “Tadi saya lihat sendiri, para investor dan buyer dari luar negeri banyak yang berdatangan ke sini. Ini menunjukkan bahwa Java Coffee punya daya tarik kuat di pasar global,” tambahnya.
Syafnijal Datuk Sinaro