1. Home
  2. »
  3. Berita
  4. »
  5. Penyerapan Gabah dan Beras Dilakukan BULOG Telah Tembus 1 Juta…

Erwin Suwendi, Ingin Selalu Ditantang

Selalu ada hal baru yang bisa dipelajari dalam bidang nutrisi dan akuakultur.

 

Kebiasaan menemani sang ayah mencari ikan ternyata mengantarkan pemuda asal Pematang Siantar, Sumatera Utara ini menjalani pendidikan dan karir bergengsi. Erwin Suwendi, Head of Nutrition and Feed Technology PT Suri Tani Pemuka (STP), anak perusahaan PT Japfa Comfeed Indonesia, bisa menempuh pendidikan gratis hingga level doktor berkat kegemaran meracik pakan untuk umpan ikan. Bagaimana lika-liku kehidupan Erwin berjibaku dengan nutrisi ikan?

 

Memancing di Danau Toba

Erwin bercerita, sewaktu kecil ia sering diajak sang ayah memancing ikan nila di Danau Toba, Sumatera Utara. Setidaknya, sebulan sekali pria kelahiran 8 November 1982 ini akan pergi bersama ayah ke danau vulkanik terbesar di dunia itu. ”Nah, itu peletnya saya bikin sendiri sama ayah. Ayah saya bikin, dia beli Indomie terus direbus, dikasih campuran remahan udang, dikasih sedikit tapioka supaya bisa lengket, dan sebagainya. Habis itu tiap kali kita pergi, kita coba yang lain-lain resepnya. Oh menarik juga, saya senang,” kenangnya saat berbincang dengan AGRINA.

Rasa senang meramu pakan ikan itu membuat Erwin mantap memilih Jurusan Budidaya Perairan kala menempuh kuliah strata satu di kampus IPB University, Bogor, Jawa Barat. ”S1 saya ambil budidaya tapi fokusnya ke nutrisi. Sudah kepingin tahu detailnya. Komposisi pakan waktu itu (memancing) ‘kan kita kira-kira aja berapa bagian,” katanya menjelaskan antusiasme di bidang nutrisi.

Meski ada keterbatasan fasilitas kampus, Erwin mengaku sangat menikmati masa kuliah karena membuka wawasan tentang dunia akuakultur atau perikanan budidaya. ”Paling tidak, basic knowledge untuk akuakultur tahu kenapa ikan bisa demikian, proses metabolismenya seperti apa. Itu membuka wawasan saya dan saya sangat enjoy kuliah di sana,” sahutnya yang hobi memelihara ikan hias jenis guppy sejak kecil.

Selepas kuliah, Erwin berkarir di STP. Selang dua tahun bekerja, ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan S2 melalui jalur beasiswa. Pria yang senang berolahraga lari maraton ini meneruskan pendidikan bidang nutrisi biokimia di Universitas Hokkaido, Jepang tahun 2011. ”Jadi, lebih ke food immunology. Saya banyak main dengan tikus waktu S2. Di dunia nutrisi kebanyakan pakai tikus karena tikus ‘kan besar, ambil darahnya lebih gampang. Riset saya lebih fokus ke komponen nutrisi terhadap inflamasi di usus besar. Jadi pengaruh nutrisi kita kasih ke tikus, kalau dia kena inflamasi itu reaksinya seperti apa,” terangnya.

Kemudian, Erwin mengikuti beberapa kursus dan berkesempatan menjadi peneliti tamu dalam Program Pelatihan Nutrisi Akuakultur Tingkat Lanjut di University of Guelph, Kanada pada 2012. Dia lantas meneruskan pendidikan doktor di Humboldt-Universität zu Berlin, Jerman di tahun 2015 yang fokus pada bidang asam amino untuk ikan mas dan nila. Erwin pun merasa bersyukur seluruh tahap pendidikan yang ia jalani semakin melengkapi pengetahuan di bidang nutrisi.

“Karena zaman itu selalu berubah, kita nggak bisa berdiam diri. Kita mesti dinamis, harus keep up.”

Hal Menarik

Ada Hal yang menarik Erwin selama berkutat dengan nutrisi. ”Yang menarik di nutrisi itu, kita tidak pernah berhenti belajar. Pasti selalu ada sesuatu yang baru karena nutrisi itu satu hal. Namanya nutrisi, pakan, sama manajemen pakan itu satu kelompok. Tiga kelompok ini tidak bisa selalu dominan karena itu sangat berinteraksi,” urainya

Jika dipersentasekan, ulas suami Maria Dewi Puspitasari ini, interaksi tersebut 50% dikontrol pabrik pakan (feed mill) dan sisanya dikendalikan oleh budidaya. ”Contoh mulai dari bahan baku yang masuk, formulasi, proses produksi pakan, sampai pengiriman, penyimpanan yang kontrol adalah feed mill. Nanti, 50% lagi farm management (manajemen budidaya). Penyimpanan pakan dia baik apa nggak, farming-nya seperti apa, stock density-nya berapa, DO (oksigen terlarut) berapa, temperatur berapa, manajemen pakannya seperti apa, sistem budidaya seperti apa, dan sebagainya, itu 50% lagi farm,” kata Erwin.

Ayah tiga anak ini juga sangat menikmati dunia akuakultur dan selalu merasa ada hal baru yang bisa dipelajari, baik dari sisi bahan baku, teknologi produksi, budidaya, spesies baru, bahan baku baru, maupun inovasi baru. ”Buat saya itu never stop exploring. Jadi, tidak akan berhenti dan selalu dinamis. Saya pingin selalu tahu banyak. Karena zaman itu selalu berubah, kita nggak bisa berdiam diri. Kita mesti dinamis, harus keep up (mengikuti alur),” paparnya antusias.

Erwin mengaku kepingin selalu ditantang. ”Nggak bisa diam di tempat karena dunia itu selalu berubah, sangat cepat berubah. Saya selalu pingin keep up, belajar dari orang yang lebih selangkah lebih maju, suka dapat banyak info. Terus terang, informasi banyak di internet. Keep exploring aja, jangan pernah berhenti bahwa kamu itu sudah tahu semuanya. Seperti ilmu padi, kita humble aja sama semua orang, jangan merasa lebih pintar. Kita sharing informasi, itu penting bagi saya,” tukasnya.

 

Bergulat dengan Tikus

Tampak penuh semangat, bukan berarti Erwin tidak pernah terpuruk. Ia mengaku sempat menyerah bahkan depresi saat bergulat dengan tikus untuk riset S2. Tugasnya saat itu mengisolasi imun sel usus kecil tikus namun tidak berhasil. ”Saya dibelikan sampai tiga kali, alat itu mahal. Tikus datang, gagal, tikus datang, gagal. Sehingga, satu titik itu saya agak depresi dan saya pingin pulang, nggak pingin lanjut,” bukanya.

Menurut Erwin, menangani tikus cukup berbeda. ”’Kan nggak biasa, bagaimana treatment ke tikus, beda, dia punya perasaan. Kalau langsung diambil, dia berontak. Tikus putih itu mesti handling dengan gentle, terus taruh di badan supaya hangat. Waktu itu saya ‘kan nggak ngerti. Diajarin tapi mungkin saya belum in touch ke tikusnya. Wah setengah mati sampai tikusnya loncat nyari ke mana-mana, pusing,” sambungnya.

Pria yang hobi berenang ini lantas mencurahkan uneg-uneg ke Sensei (guru). Sensei pun memberinya kesempatan dengan membelikan alat dan membimbing lebih seksama. Setiap tahap diajari hingga Erwin berhasil dan semangat kembali. ”Akhirnya, saya dikasih proyek lain dengan senior yang dari Korea sampai bisa publikasi paper,” ucapnya semringah. Bermula menangani tikus, Erwin jadi punya banyak wawasan, terutama tentang kesehatan manusia.

Hikmah dari pengalaman gagal tersebut, Erwin mengutarakan, Hidup itu tidak selalu berjalan mulus. ”Saya juga bukan dari orang yang berada. Dulu ‘kan kita susah, jadi saya diajari jangan berhenti berjuang. Prinsip saya seperti itu. Kalau Ayah Ibu saya bilang, selagi masih muda mesti berjuang. Apapun itu, ada problem ya mesti dihadapi. Kalau nggak bisa mengatasi problem itu, konsultasikan ke atasan atau orang yang bisa dipercaya untuk minta masukan,” pungkasnya.

 

Windi Listianingsih dan Brenda Andriana

Tag:

Bagikan:

Trending

WhatsApp Image 2025-05-14 at 5.47
Dari Benih Unggul Hingga Riset Mutakhir : EWINDO Buktikan Konsistensi 35 Tahun Dukung Petani Indonesia
WhatsApp Image 2025-05-14 at 5.47
Ketahanan Pangan Dimulai dari Benih Unggul
Foto Pendukung III
Pupuk Indonesia Gelar Program Tebus Pupuk Subsidi
Foto Pendukung I
BAKN DPR RI Apresiasi Sistem Pengawasan Command Center Pupuk Indonesia
BULOG
BULOG Menyerap Hasil Petani 2.000.524 Ton Setara Beras
Scroll to Top