1. Home
  2. »
  3. Berita
  4. »
  5. Melalui “Become to Outcome”, Mahasiswa Polbangtan Medan Dibekali Kompetensi &…

Kunci Mencapai Ketahanan Pangan dan Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan

Tanpa menguntungkan dan transformasi, swasembada pangan ke depan hanya mimpi.

 

Kunci utama mencapai tujuan ketahanan pangan jangka panjang ialah memperkuat ekosistem pangan. Sebab, menurut Direktur Utama PT Japfa Comfeed Indonesia (Japfa), Renaldo Santosa, ekosistem pangan kita menghadapi tekanan pertumbuhan, mulai dari pertumbuhan populasi, perubahan iklim, hingga ketidakpastian geopolitik. ”Saat ini kesempatan kita untuk menciptakan sistem pangan yang tangguh dan berkelanjutan yang memperkuat ketahanan dan keamanan masa depan pangan Indonesia,” ujarnya.

 

Tranformasi Pangan

Renaldo mengatakan, Japfa sebagai produsen protein hewani terkemuka di Asia menegaskan komitmennya mendukung pengembangan sistem pangan yang tangguh, berkelanjutan, dan inklusif. Hal ini menjadi topik diskusi pada acara JAPFA for Indonesia Emas 2045: Nurturing Collaboration in Food Security.

Menurut Renaldo, Japfa telah lama memainkan peran kunci dalam memenuhi kebutuhan protein hewani di Indonesia dan kawasan. “Kami percaya bahwa ketahanan pangan berarti membangun ekosistem nasional yang tangguh yang menjamin akses terhadap makanan yang aman, terjangkau, dan bergizi bagi setiap warga negara Indonesia. Ini adalah momen yang krusial bagi kita untuk berkolaborasi dan mewujudkan visi ini,” jelasnya di Jakarta, Kamis (5/12).

Dengan menetapkan kebijakan yang jelas, meningkatkan kualitas dan keamanan pangan, membuka potensi ekonomi biru, serta memprioritaskan kesehatan dan gizi generasi muda, sambung Renaldo, “Kita dapat membantu mewujudkan visi Indonesia dalam ketahanan pangan, kemandirian pangan, dan pertumbuhan ekonomi.”

Dalam sambutannya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy menjelaskan, transformasi pangan penting untuk mencapai swasembada pangan, keberlanjutan ekologi, serta peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat. Untuk membangun sistem pangan yang kuat, ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemangku kepentingan.

“Transformasi pangan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, mulai dari sektor swasta hingga masyarakat,” terang Rachmat.

Renaldo Santosa dan Rachmat Pambudy (kiri-kanan), ketahanan pangan berarti membangun ekosistem nasional yang tangguh, aman, terjangkau, dan bergizi – Windi Listianingsih

Mentransformasi sistem pangan menuju keberlanjutan, ketahanan, dan mendorong ruang yang inklusif, ulas Guru Besar IPB University itu, adalah kunci yang sama untuk ketahanan pangan. Memperkuat koperasi dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga menjadi bagian penting dalam program transformasi pangan dan implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

“Oleh karena itu, saya mengajak kita semua untuk berpartisipasi aktif dan berkolaborasi dalam memperkuat dan mengembangkan sistem pangan yang tangguh, berdaulat, dan berkelanjutan untuk generasi sekarang dan generasi mendatang,” paparnya.

 

Tantangan

Dalam sesi diskusi, para pembicara mengungkapkan pandangannya tentang tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia untuk mencapai swasembada pangan. Agung Suganda, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian menuturkan, tantangan terbesar pembangunan peternakan dalam penyiapan protein hewani adalah membuat bisnis peternakan menguntungkan.

Jika bisnis peternakan menguntungkan, semua orang akan berbondong-bondong untuk beternak dan meghasilkan produk hewani. Karena dipandang belum ‘cuan’, minim generasi muda yang berminat terjun di bisnis ini. Maka, tidak mengherankan pelaku usaha peternakan didominasi kaum lanjut usia.

”Tantangan terbesar bagaimana membuat ekosistem usaha peternakan bisa menguntungkan. Yang kedua adalah bagaimana bertransformasi dari peternakan tradisional ke peternakan modern. Dengan menggunakan teknologi, mesin, kemudian digitalisasi, transformasi akan terjadi. Tanpa menguntungkan, tanpa ada transformasi maka hanya mimpi kita menuju swasembada pangan ke depan,” urainya.

Rajendra Aryal, FAO Representatif untuk Indonesia dan Timor Leste menyinggung tantangan peran generasi muda dalam sektor pertanian. ”Setiap negara menghadapi kendala penurunan tenaga muda di pertanian. Jika tidak ada anak muda yang mau masuk ke dunia pertanian, siapa yang akan produksi pangan ke depan, bagaimana kita akan memproduksi pangan. Bagaimana kita menghubungkan mereka ke produksi pangan. Anak mudah bisa bergabung di mana saja di rantai nilai pangan. Sebelum ini terlambat, kita harus meregenerasi sumber daya pertanian,” ulasnya.

Sementara itu, Billy Tham, Head of Olagud, Japfa menyoroti tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia dalam kualitas dan keamanan pangan adalah rantai dingin, logistik, dan pergudangan. “Ini membutuhkan kerja sama pemerintah dengan sektor swasta dan investasi untuk menyediakan fasilitas tersebut. Itu nomor satu. Kedua, pendidikan juga penting dalam hal mengedukasi produsen dan konsumen pada keamanan pangan dan memproduksi pangan yang sehat, bernutrisi, dan terjangkau,” jelasnya.

 

Intervensi

Dalam sesi diskusi selanjutnya, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mengungkapkan, pemerintah harus melakukan intervensi guna meningkatkan potensi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. “Badan Gizi Nasional sebagai tulang punggung utama penciptaan generasi emas 2045, didukung oleh lembaga negara lain membangun arsitektur digital untuk mengontrol penggunaan anggaran sesuai tujuan dan memastikan semua upaya menuju Indonesia Emas 2045 tercapai. Program Makan Bergizi Gratis merupakan investasi untuk masa depan Indonesia,” ujarnya.

Gabriella Santosa, Head of Business Development Japfa menegaskan pentingnya kolaborasi antara para pemangku kepentingan untuk mengatasi malnutrisi. “Memprioritaskan gizi anak merupakan tanggung jawab dasar sekaligus investasi ekonomi yang cerdas. Setiap rupiah yang diinvestasikan pada makanan bergizi dapat menghasilkan manfaat yang signifikan, menjadikannya prioritas utama bagi sektor publik dan swasta. Ini adalah momen yang sangat penting bagi kita semua dan kami mengapresiasi komitmen pemerintah untuk menangani kompleksitas program ini,” ujarnya.

Gabriella menjelaskan, Japfa baru-baru ini bekerja sama dengan Pusat Kajian Kesehatan dan Gizi Universitas Indonesia untuk menilai kecukupan gizi anak-anak di seluruh Indonesia. Lebih dari 1.000 anak menerima makanan bergizi melalui tiga model, yaitu ready to cook (siap masak), ready to eat (siap santap), dan swakelola.

“Studi yang kami lakukan ini menganalisis proses produksi, pemenuhan gizi, efektivitas distribusi, dan biaya. Kami berharap inisiatif ini dapat memberikan wawasan untuk upaya pengurangan stunting di masa depan, dan Japfa akan terus berkomitmen untuk mendukung inisiatif semacam ini serta kolaborasi lebih lanjut dengan berbagai pihak,” pungkasnya.

 

Windi Listianingsih

Tag:

Bagikan:

Trending

Munas IX Asohi Melempar Gagasan untuk Tantangan Global dan Domestik
Munas IX Asohi Melempar Gagasan untuk Tantangan Global dan Domestik
Munas Asohi, Sinergi Kuat Menuju Industri Meningkat
Munas Asohi IX, Perkuat Fondasi Industri Obat Hewan
Indonesia Dulu Impor, Sekarang Bisa Ekspor
Indonesia Dulu Impor, Sekarang Bisa Ekspor
swasembada tercapai
Pemerintah Klaim Capai Target Swasembada Dalam Satu Tahun
Perum BULOG Raih Penghargaan Anugerah Inspiratif 2025
BULOG Raih Penghargaan Anugerah Inspiratif 2025
Scroll to Top