Foto: NFA
Beras menjadi salah satu komoditas dari komponen volatile atau bergejolak
JAKARTA (AGRINA-ONLINE.COM) – Beras yang menjadi pangan pokok masyarakat Indonesia, penting untuk terus dijaga fluktuasinya, terutama terkait pergerakan inflasinya. Terbaru, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi beras di Januari 2024 tercatat 0,64 persen dengan andil terhadap inflasi nasional sebesar 0,03 persen. Capaian indeks tersebut diapresiasi oleh Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi.
“Kita pahami beras menjadi salah satu komoditas dari komponen volatile (bergejolak) yang cukup berpengaruh terhadap inflasi nasional. Untuk itu, Badan Pangan Nasional bekerja keras bersama Kementerian Dalam Negeri dan semua kementerian lembaga, lalu seluruh pemerintah daerah, BUMN, dan pelaku usaha, kami tidak pernah berhenti berupaya dan bahu membahu mengendalikan inflasi,” kata Kepala NFA Arief Prasetyo Adi dalam keterangannya, Jumat (2/2/2024).
“Inflasi Indonesia itu salah satu yang terbaik di dunia. Namun memang indeks komponen volatile kita cukup tinggi, tapi itu cukup wajar, karena pangan kan ada komponen biaya seperti pupuk, sewa lahan, dan lainnya. Ini namanya mengadministrasikan yang volatile. Kalau dahulu, dilepas saja volatile itu, tapi sekarang kita coba kontrol, agar inflasi tidak lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi,” sambungnya.
Sebagaimana diketahui, BPS merilis tingkat inflasi di Januari 2024 berada di 0,04 persen secara bulanan. Ini lebih rendah dibandingkan dengan Desember 2023 dan Januari di tahun lalu. Sementara itu, inflasi nasional secara tahunan ada di 2,57 persen dan juga dikatakan lebih rendah dibandingkan Januari 2023 yang kala itu tercatat cukup tinggi di 5,28 persen.
Khusus inflasi beras, dilaporkan pada Januari 2024 cukup terkendali di 0,64 persen. Angka ini sedikit mengalami kenaikan dibandingkan inflasi beras pada Desember 2023 di 0,48 persen. Meski begitu, tingkat inflasi beras dibandingkan Januari tahun lalu mengalami depresiasi yang cukup signifikan yang kala itu capai 2,34 persen.
“Bapak Presiden Joko Widodo itu sangat menaruh perhatian pada perkembangan harga pangan di masyarakat, terutama beras. Kita bisa lihat, pergerakan inflasi beras secara bulanan kalau ada bantuan pangan dan program intervensi pemerintah mampu terkendali, menurun, dan membaik. Misalnya di September 2023, inflasi beras sempat tinggi di 5,61 persen. Lalu kita gelontorkan beras ke masyarakat melalui banyak program, sehingga inflasi beras dapat lebih terkendali,” urai Arief.
“Setelah kita bisa mengendalikan inflasi beras yang volatile (bergejolak), selanjutnya harga beras akan kita upayakan berada di keseimbangan yang wajar dan baik. Ini karena pemerintah terus menjaga harga di semua tingkatan, mulai dari petani, penggiling padi, distributor, sampai konsumen. Bahkan NTPP (Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan) semakin meninggi di Januari ini, angkanya di 116,16. Bandingkan dengan NTPP Januari tahun lalu yang 103,82,” bebernya.
“Badan Pangan Nasional secara konsisten mengambil peran dengan terus melaksanakan program pangan berkolaborasi dengan semua stakeholder pangan. Ini akan terus kita gencarkan, terutama untuk menghadapi bulan Ramadhan di Maret dan Idulfitri di April mendatang, yang pada hari-hari besar seperti itu, permintaan dan kebutuhan pangan biasanya melejit,” pungkas Kepala NFA Arief Prasetyo Adi.
Untuk diketahui, kontribusi dari program-program pangan yang NFA lakukan mampu mendukung pengendalian inflasi secara nasional. Penyaluran bantuan pangan ke masyarakat di 2023 disalurkan dalam bentuk beras 10 kilogram (kg) dan paket pangan berupa telur dan daging ayam. Untuk jumlah penerimanya, masing-masing kedua program bantuan pangan tersebut menyasar ke 21,3 juta rumah tangga dan 1,4 juta keluarga. Di 2024 ini, bantuan pangan kembali dilaksanakan.
Selain pelaksanaan bantuan pangan beras, NFA bersama pemerintah daerah telah berhasil menggelar program Gerakan Pangan Murah (GPM) mencapai 1.626 titik lokasi yang tersebar di 36 provinsi dan 324 kabupaten kota di seluruh Indonesia. Program GPM ini akan kembali digencarkan pada tahun ini, dikarenakan operasi pasar murah seperti ini dinilai efektif menopang daya beli masyarakat dan menjaga tingkat inflasi.
Selanjutnya, program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) diterapkan dan disalurkan ke berbagai lini pasar. Untuk SPHP beras, pada 2023 telah mencapai 1,196 juta ton dan melebihi target di 1,085 juta ton atau sampai 110,30 persen. Di 2024 ini, SPHP beras ditargetkan di angka 1,2 juta ton dan khusus Januari sampai Maret, SPHP beras akan diupayakan sebanyak 200 ribu ton tiap bulannya.
Sementara SPHP jagung yang dikucurkan ke peternak per 1 Februari 2024 telah tersalurkan sejumlah 118.496.681 kg. Ketersediaan jagung pakan di level peternak menjadi penting karena dapat mempengaruhi dinamika harga telur dan daging unggas di masyarakat.
Terakhir, upaya mobilisasi pangan guna membantu daerah yang mengalami defisit pangan dilaksanakan dalam bentuk program Fasilitasi Distribusi Pangan (FDP). Pada 2023 capaiannya 2.634.508 kg yang terdiri dari jagung, kedelai, beras, minyak goreng, gula, telur ayam ras, bawang merah, tepung terigu, daging ayam ras, cabai rawit merah, cabai merah keriting, dan bawang putih. Pemerintah daerah diharapkan dapat segera mendayagunakan program ini bersama NFA demi stabilitas pangan di wilayahnya masing-masing.
Sabrina Yuniawati