Senin, 3 Januari 2022

NILA : Makmurnya Memiliki KJA di Danau Toba

NILA : Makmurnya Memiliki KJA di Danau Toba

Foto: Windi Listianingsih
Aktivitas budidaya ikan sistem KJA di Danau Toba memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar

KJA menjadi usaha menjanjikan bagi masyarakat dan menggerakkan perekonomian daerah.
 
Keberadaan Danau Toba di Sumut membawa berkah bagi masyarakat sekitar, khususnya para pembudidaya ikan. Di Danau terbesar se-Asia Tenggara itu, banyak pembudidaya yang merintis usaha dari nol hingga sukses menghidupi keluarga dan membangun kemitraan dengan para pembudidaya ikan lainnya.
 
 
Ketergantungan Luar Biasa
 
Adalah Chandra Putra, pemilik KJA di Desa Haranggaol, Kec. Haranggaol Horison. Kab. Simalungun yang mengawali usaha budidaya ikan nila di Danau Toba menggunakan keramba jaring apung (KJA) pada 2011, meneruskan usaha orang tua yang dimulai sekitar tahun 1995. “Usaha KJA permintaan selalu ada, tidak pernah kurang dengan permintaan. Awalnya, usaha orang tua lagi berkembang, saya lanjutkan. Pendapatan kita waktu karyawan hanya mendekati pas-pasan,” ungkap pria yang mulanya bekerja di perusahaan manufaktur Jepang di Bekasi, Jabar.
 
Chandra menjelaskan, ayahnya dulu punya 54 unit KJA. Setelah dia kelola, KJA bertambah menjadi 120 lubang dengan milik Chandra sendiri ada 66 lubang. KJA ini mayoritas diisi nila (96%), sisanya ikan mas 3% dan lele 1%. Chandra yang memiliki wawasan lebih luas, bertugas mendistribusikan nila ke pasar di wilayah Sumut dan mencari sumber benih serta pakan berkualitas. Sementara, sang ayah mengelola budidaya. Karena ada pemangkasan jumlah KJA di Danau Toba pada awal 2021, KJA milik Chandra dan orang tua bersisa 84 lubang.
 
Menurut Sekretaris Umum Asosiasi KJA Daerma Haranggaol itu, masyarakat sangat menggantungkan sumber penghasilan pada KJA. “Sangat jelas sekali makmurnya memiliki usaha KJA. Ketergantungan terhadap KJA sangat luar biasa. Mata pencarian lain tidak ada karena daerah Haranggaol tebing-tebing. Sangat makmur (budidaya KJA). Kalau tidak makmur, tidak akan dilanjutkan,” terangnya kental dengan logat Sumatera.
 
Setiap siklus budidaya 5,5-6 bulan, Sarjana Teknik lulusan Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara ini bisa memanen 2 ton nila per lubang KJA. Harga jualnya berkisar Rp22.500/kg dengan bobot nila rata-rata 6 ons/ekor dari tebaran benih ukuran 20-30 g/ekor. Dengan harga pakan sekitar Rp10.750/kg dan benih Rp850/ekor, ia memperoleh untung sebesar Rp1 juta – Rp3 juta/lubang KJA. “Jumlah pakannya 2 ton/petak (lubang), ukuran ikan rata-rata 6 ons tapi kenyataannya 3-8 ons,” imbuhnya kepada AGRINA.
 
Dari budidaya nila di KJA Danau Toba, ayah 3 anak ini mengaku bisa memiliki rumah dan kebun jeruk medan seluas 2 ha di Kec. Silimakuta, Simalungun yang mulai ditanami pada 2018. Selain itu, ia mengaku sering jalan-jalan ke luar negeri, sebut saja Hungaria, Cekoslowakia, dan Italia sebagai bonus memenuhi target penjualan pakan.
 
“Saya sudah ke lima negara di Eropa dari budidaya ini. Bisa 2 kali setahun jalan-jalan. Inilah pengalaman paling menyenangkan dalam budidya. Kalau punya uang, belum tentu bisa jalan-jalan,” ujar pengguna pakan keluaran PT Sinta Prima Feedmill ini senang.
 
Chandra memberikan tips suksesnya berbudidaya nila. “Pertama, semangat. Motivasi usaha dimulai dengan semangat. Kedua, pasti ada tantangan berat tapi ujung-ujungnya pasti berhasil. Ketiga, benih yang baik, pilih pakan yang cocok. Sedikit atau banyak tahu pasar. Ini bisa dipelajari dengan benar, pasti berhasil,” ungkapnya tak pelit berbagi ilmu.
 
Tetapi, sambung pria kelahiran 25 Februari 1977 itu, yang terpenting adalah benih. “Sehebat apapun kita mengelola air, keramba jaring dengan baik tapi kalau benih yang ditebar itu tidak memiliki pertumbuhan yang benar, dia tidak akan tumbuh dengan baik. Yang paling pertama adalah benih. Kalau biasa-biasa saja pakan kita tapi benih bagus, beruntung. Kalau kombinasi pakan bagus, baru untung maksimal,” urainya terperinci.
 
 
Manfaat KJA
 
Di Desa SIlalahi I, Kec. Silahisabungan, Kab. Dairi, ada Rudi Hartoni Sidebang yang juga merasakan manfaat membudidayakan nila dengan KJA di Danau Toba. Ketua AsosiasiKJA Silahisabungan Kab. Dairi ini memulai usaha KJA pada Februari 2008. “Awalnya supir mobil sewa, angkutan kota. Mencoba-coba (usaha KJA) dulunya, akhirnya dihitung-hitung budidaya ini memang sangat cocok untuk masyarakat, tidak ada hentinya makan ikan, semua usia makan ikan,” ulasnya.
 
Rudi memulai budidaya nila dengan 4 lubang KJA ukuran 5 x 5 m dan kedalaman 6 m. Ia menebar sebanyak 5.000 ekor benih nila bobot 7-10 g/ekor yang dipelihara selama 5-6 bulan. Panen nilanya sebesar 1,3 – 1,5 ton/lubang berbobot 4 ons/ekor atau 5 ekor/2 kg. “Panen pertama menjanjikan juga, dapat Rp5 juta – Rp7 juta/lubang. Langsung nambah 2 kolam, 4 kolam, sekarang 100-an lubang,” katanya semringah.
 
Menurut pria kelahiran 19 Oktober 1972 itu, harga nila berkisar Rp21 ribu – Rp22.500/kg. “Harganya cenderung stabil, naik sedikit, turun sedikit,” sambungnya. Saat ini panen nilanya sekitar 1 – 1,2 ton/lubang. “Rata-rata harganya Rp21.500/kg. Untungnya Rp2 juta – Rp3.5 juta/panen,” tukasnya. Selain nila, Rudi menebar sedikit ikan mas, sekitar 200 ekor/lubang. Panen ikan masnya mencapai 20-30 ekor yang dijual ukuran 1-2 kg/ekor.
 
 
 
Naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 331 terbit Januari 2022. Dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di e-Agrina secara gratis atau berlangganan di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain