Foto: Windi Listianingsih
Kendala usaha tani jagung bisa diatasi dengan kemitraan antara petani dan offtaker
Petani tinggal duduk-duduk santai di lahan sambil melihat tanaman jagungnya.
Melalui kemitraan dengan offtaker (penjamin pasar), petani bisa memperoleh manfaat lebih dari bertanam jagung. Selain mengurangi kendala usaha tani, petani dapat memperluas lahan pertanaman si emas pipilan dan kesejahteraannya juga semakin meningkat. Kemitraan seperti apa yang saling menguntungkan semua pihak?
Kendala Usaha Tani Jagung
Menurut Dean Novel, Direktur PT Datu Nusra Agribisnis (DNA), produsen dan distributor jagung berbasis di NTB, usaha tani jagung menghadapi beberapa kendala, seperti terbatasnya ketersediaan pupuk subsidi sedangkan harga pupuk nonsubsidi jauh lebih mahal. Harga pupuk subsidi untuk urea Rp2.100-Rp2.200/kg dan NPK Rp2.500-Rp2.600/kg. Sementara, harga pupuk urea nonsubsidi berkisar Rp6.000-Rp7.000/kg dan NPK nonsubsidi Rp8.000-Rp9.000/kg.
Kemudian, benih jagung hibrida premium harganya mulai dari Rp75 ribu – Rp110 ribu/kg dengan kebutuhan sebanyak 17 – 20 kg/ha. “Herbisida pratanam dan herbisida selektif selalu naik harganya setiap tahun. Insektisida untuk ulat grayak FAW (fall army warm) tidak murah. Biaya panen yaitu petik dan kupas yang tidak murah, mulai dari Rp2,5 juta – Rp3,5 juta per ha,” kata Dean dalam diskusi daring tentang jagung beberapa waktu lalu.
Apalagi, biaya logistik pengiriman juga terbilang mahal, mencapai 30%-35% harga jual jagung. Kendala tersebut, timpal pria kelahiran 24 November 974 itu, masih ditambah dengan sarana pascapanen yang terbatas dan cenderung kecil-kecil diberikan kepada petani sehingga tidak sesuai dengan luasan lahan sentra produksi.
Yang belum disentuh oleh pemerintah, katanya, pertanaman dan kemitraan budidaya. “Kalau saya boleh agak sindir sedikit, food estate-nya ke mana? Terus kemitraan budidaya, mungkin di dalamnya termasuk KUR (Kredit Usaha Rakyat). Ini yang jadi PR yang harus dibenahi lintas kementerian,” kritiknya.
Tawaran Kemitraan
Permasalahan usaha tani jagung sebetulnya bisa diringankan melalui kemitraan antara petani emas pipilan dengan offtaker. Dean menjelaskan, pihaknya menjadi offtaker dan bermitra dengan para petani jagung di NTB tanpa mengandalkan bantuan pupuk dan benih subsidi. Menggunakan KUR salah satu bank himbara, ia memberikan KUR kepada petani jagung binaan senilai Rp15 juta/ha sudah termasuk biaya asuransi untuk mengatasi risiko gagal panen.
“Kalau bisa tumbuh 90% germinasi dan berbuah sampai panen, itu mereka (petani) bisa panen jagung tongkolnya 12 ton sehingga pipilan keringnya 6,5-7 ton. Maka, bisalah dia bayar utang KUR dengan bunganya,” terang Dean yang menyebut pertanaman jagung tahun 2020-2021 cukup berat karena pengaruh iklim kemarau basah, serangan FAW, dan hama tikus.
Ia melanjutkan, offtaker harus tahu kapan waktu pencairan KUR ke petani agar terjamin pengembalian dananya. “Karena di beberapa pengalaman kami menjalani offtaker KUR ini bank mencairkan ke petani tanpa bilang-bilang offtaker dan uangnya sudah nggak karu-karuan begitu dipegang sama petani,” ungkapnya berbagi kisah kurang mengenakkan dalam penggunaan dana KUR.
Naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 331 terbit Januari 2022. Dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di e-Agrina secara gratis atau berlangganan di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.