Pasar udang internasional masih terbuka. Buktinya, tahun lalu ketika pandemi Covid-19 mulai melanda Tanah Air, ternyata Indonesia malah mampu membukukan kenaikan volume ekspor “si bongkok” dari 207 ribu ton menjadi 239,3 ribu ton senilai US$2,04 miliar. Indonesia bertengger di posisi keempat eksportir udang dunia di belakang India, Ekuador, dan Vietnam.
Karena itu, pemerintah membidik target ambisius meningkatkan nilai ekspor udang 250% pada 2024 menjadi US$4,25 miliar. Itu berarti 2 tahun dari sekarang, tidak lama lagi. Masuk akalkah target tersebut?
Budhi Wibowo, Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), mewakili eksportir udang sangat optimistis target itu bisa dicapai dengan dukungan semua pihak. Yang jelas, pencapaian harus dimulai dari hulu atau budidaya. Produksi udang harus naik dulu agar suplai bahan baku normal sehingga harga bersaing. Ujung-ujungnya, produk Indonesia kompetitif di pasar internasional.
Menarik melihat hitung-hitungan Agus Somamihardja, praktisi dan ilmuwan yang kenyang makan asam-garamperudangan dalam webinar Sekolah Pasca Sarjana IPB. Untuk mendapat nilai ekspor US$4,25 miliar, kita perlu udang 517,5 ribu ton netto. Asumsi jumlah bahan baku 65% yang masuk ekspor, maka kita membutuhkan 796,2 ribu ton udang. Ditambah konsumsi domestik yang anggap saja 0,5 kg/kapita/tahun, ketemulah angka 926 ribu ton yang harus diproduksi pada 2024.
Mari kita makin ke hulu. Kalau rata-rata ukuran udang konsumsi 20 g/ekor (size 50) maka produksi 926 ribu ton terdiri dari 46,3 miliar ekor yang dipanen dari tambak. Jika tingkat bertahan hidup (survival rate-SR) benur sejak ditebar sampai dipanen sekitar 70%, jumlah benur yang ditebar ke tambak mencapai 66 miliar ekor.
Menghasilkan benur sebanyak itu, pengusaha pembenihan (hatchery) paling tidak butuh165 miliar nauplii (larva pertama keluar dari telur udang) yang bertahan 40%. Angka ini cukup konservatif. Dengan daya tetas 70%, nauplii berasal dari 236 miliar telur.
Akhirnya, ketemu angka 295 ribu ekor induk yang kudu menghasilkan telur rata-rata 100 ribu butir sekali bertelur dan sepanjang pemeliharaannya 8 kali bertelur. Kalau dihitung hanya 70% induk yang bertelur maka total jenderal dibutuhkan 422 ribu pasang induk untuk mencapai target menjaring dolar sebanyak 4,25 miliar dari udang.
Pasokan induk selama ini ada yang dari lokal, seperti Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan, Karangasem, Bali. Ada pula asal impor, mayoritas dari Kona Bay Hawaii, Amerika Serikat. Saat pandemi melanda dunia, importasi induk dari sana terhambat karena pembatasan wilayah dan penerbangan. Untunglah sekarang ada Kona Bay Indonesia yang memperbanyak induk di sini sehingga pasokan lebih terjamin, induk lebih segar sampai di tambak, dan ongkosnya lebih murah. Selain itu, masih ada Global Gen yang juga menjual induk.
Pertanyaannya, seberapa siap fasilitas pembenihan kita menghasilkan benur? Agus yang menjabat Ketua Forum Komunikasi Hatchery Udang lebih jauh mengungkap, kapasitas hatchery baru 40 miliar – 45 miliar/tahun. Padahal tadi kebutuhan 65 miliar ekor benur. Jadi, perlu ditambah yang baru, modern didukung otomasi, dan produknya bisa ditelusur.
Permasalahan hatchery secara umum adalah kurang efektif dan efisien. Pasalnya, banyak di antaranya merupakan hatchery udang windu yang perlu didesain ulang agar alur kerjanya lebih baik untuk menghasilkan benur udang vaname. Sebagian hatchery berskala besar tapi banyak juga skala rumah tangga (backyard). Yang kecil ini membutuhkan nauplii berkualitas. Karena itu, pemerintah perlu membangun nauplii center di daerah.
Selain itu, pemerintah dan asosiasi perlu membangun algae center dan nursery center untuk menyediakan pakan bagi benur yang dipelihara di hatchery. Satu pekerjaan rumah lagi adalah ongkos logistik yang menurut pelaku usaha masih kemahalan. Baiknya pemerintah mendukung melalui ongkos kargo udara yang ramah kantong. Intinya, pemerintah perlu memberi perhatian lebih kepada para pelaku hatchery agar benurnya berkualitas dan mendukung pencapaian cita-cita ekspor 2024. Tanpa benur, tak ada ekspor udang.
Peni Sari Palupi