Kamis, 30 September 2021

Harga Melambung, Data Stok Jagung Masih Bikin Bingung

Harga Melambung, Data Stok Jagung Masih Bikin Bingung

Foto: Kemendag


Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Kementerian Perdagangan menilai naiknya harga komoditas jagung lantaran defisitnya kesediaan. Sebagai jalan keluar, pemerintah menugaskan Bulog melakukan pengadaan jagung sebanyak 30.000 ton dari dalam negeri. Nantinya jagung tersebut didistribusikan ke peternak mandiri atau koperasi seharga Rp4.500/kg.
 
Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (BKP Kementan), kebutuhan jagung nasional pada 2021 mencapai 15.842.176 ton dan prognosa produksi sebesar 23.063.777 ton. Dengan begitu, masih terdapat surplus jagung sekitar 1.190.423 ton.
 
Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kemendag, Isy Karim mengulas, di dalam neraca tersebut sejak Mei 2021 terdapat defisit jagung. Sehingga penggunaan per bulan itu dari neraca yang dibuat terjadi defisit pada bulan Mei. Meskipun, secara total sepanjang 2021 akan terjadi surplus 1,1 juta ton.
 
“Pergerakan harga yang kami pantau di dalam negeri dan luar ngeri senada mengalami kenaikan dari Januari 2021,” bahas Karim dalam diskusi ‘Tersandung Data Jagung’ oleh Pataka (30/9).
 
Harga jagung dalam negeri cenderung naik di atas harga acuan pemerintah. berdasarkan Permendag No.7 Tahun 2020, harga jagung di tingat peternak dipatok Rp4.500/kg dengan kadar air 15%.
 
Harga jagung di tingkat peternak hingga Agustus terus mengalami kenaikan. Tercatat hingga Rp5.800/kg-Rp6.000/kg dan tentunya memberatkan peternak mandiri. Di sisi lain, harga ayam hidup dan telur malah cenderung turun.
 
“Jagung itu berkontribusi sebesar 60% terhadap pakan ternak. Ini sungguh-sungguh meberatkan peternak,” ungkapnya.
 
Sebelumnya, Kemendag pada Mei tahun ini sudah mengusulkan kepada Menteri Kordinator Perekonomi untuk dilakukan stabilisasi harga. Mekanismenya sesuai Perpres 48 tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perusahaan Umum (Perum) Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional, dalam hal ini terkait stabilisasi jagung, harus ditetapkan melalui rakortas.
 
Kebutuhan jagung terhitung mencapai 859.500 ton/bulan. Kebutuhan ini terdiri dari kebutuhan perusahaan pakan ternak (GPMT) sebesar 787.500 ton dan sisanya 72.000 ton untuk peternak mandiri.
 
Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto mengungkapkan, puncak produksi jagung pada Februari dan Maret, pasokan tinggi dan harga rendah. Namun mulai April produksi mulai turun dan memang ada panen Juni-Juli, tapi jumlahnya sedikit.
 
Sehingga pada saat panen Februari-Maret harus ada yang menyerap jagung sebagai upaya stabilisasi harga di tingkat produsen. “Sehingga petani mendapatkan jaminan harga sesuai acuan dan menumbuhkan stok untuk menyiapkan cadangan jagung pemerintah yang akan kita salurkan pada bulan tidak panenyakni Agustus hingga Oktober,” beber Suyamto.
 
Ali Usman, Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) menimpali, polemik harga jagung tidak lepas dari sengkarut data jagung yang disajikan oleh Kementerian Pertanian. Ketidakakuratan data ini menjadi kendalanya di saat harga jagung meroket. Sebagai contoh, ulas Ali Usman, kebutuhan industri peternakan diperkirakan mencapai 19 juta ton/tahun, sementara prognosa jagung mencapai 22 juta ton di tahun 2021. "Artinya Kementan mengklaim surplus 3 juta ton. Kalau memang surplus, seharusnya harga jagung stabil," ujarnya.
 
Try Surya A
 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain