Foto: TSA
Kemendag ungkap stok jagung tak ada, Kementan bilang berlebih.
Jakarta (AGRINA-ONLINE.COM). Masalah kelangkaan dan tingginya harga jagung masih terus berulang. Baru-baru ini, kirsuh jagung kembali naik lantaran Suroto, peternak ayam petelur Blitar, Jawa Timur meminta harga jagung wajar langsung ke Presiden Joko Widodo lewat poster yang membuat dirinya digelandang polisi.
Tingginya harga jagung menandakan kelangkaan ketersediaan jagung di lapangan. Namun, Wakil Menteri Pertanian, Harvick Hasnul Qolbi mengklaim penyebab harga jagung untuk pakan ternak tinggi karena terjadi disparitas harga antara Harga Acuan Pembelian (HAP) dari Kementerian Perdagangan dengan harga yang ada di pasaran.
"Ketersediaan sebenarnya sustain, stabil, dan ada. Cuma bagaimana membuat kondisi bahan pokok sampai ke peternak secara masif dan tak ada pelanggaran di lapangan," jelas Harvick dalam rapat kerja bersama dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, menguti Antara.
Menurutnya, permasalahan utama harga pakan jagung yang tinggi adalah sinkronisasi antara pengusaha pakan besar dan kecil terhadap peternak rakyat. Peternak rakyat, menurutnya, menjadi pihak yang sangat dirugikan lantaran biaya produksi membengkak dan tidak bisa menjual telur di atas Harga Pokok Produksi (HPP).
"Stok buffer kami cukup, bahkan lebih untuk tahun ini. Cuma memang bagaimana membuat situasi stabil dan kondusif. Ini kita perlu dukungan sama-sama dari teman-teman Komisi IV untuk mengingatkan pengusaha pakan kita," tandas Harvick.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi mengatakan, saat ini stok jagung terbilang masih dalam kondisi aman. "Di GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak) itu 722 ribu ton, kemudian ada di pengepul 744 ribu ton, di agen 423 ribu ton, usaha lain dan eceran kemudian di rumah tangga dan lainnya itu sisanya, jadi total sekitar 2,3 juta ton," klaim dia.
Sebelumnya, saat pertemuan dengan peternak unggas Tanah Air, Presiden Joko Widodo memerintahkan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk menyediakan jagung untuk pakan ternak sebanyak 30 ribu ton dengan harga Rp4.500/kg.
Lain lagi menurut Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi. Ia meyakini, kenaikan harga jagung disebabkan karena stok jagung tidak ada. Hal itu membuat pasokan jagung terganggu.
Menurut Mendag Lutfi, harga jagung tidak akan melambung jika masih ada stok 2,3 juta ton jagung. "Masalah harga jagung, kalau kita tidak punya sekarang 2,3 juta ton jagung, mungkin tidak harganya naik meroket seperti itu? Jadi kalau ada barangnya, sekarang kita jangan bicara jutaan, bicara 7.000 (ton) saja tidak ada untuk kebutuhan 1 bulan di Blitar," bahas Lutfi dalam Rapat Kerja Bersama Komisi VI DPR RI.
Lutfi mengaku, Kemendag sudah memperkirakan ada kenaikan harga jagung. Pihaknya juga mengatakan sudah memberi tahu Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sejak Maret agar mewaspadai kenaikan harga jagung.
Bahkan, Lutfi menandaskan, Kemendag siap menggelontorkan anggaran subsidi agar pelaku usaha bisa mendapatkan jagung sesuai dengan harga acuan untuk mengantisipasi tekanan yang lebih besar bagi usaha peternakan ayam petelur.
Namun, yang dipersoalkan adalah ketersediaan barang. “Ini masalah supply and demand. Saya sejak awal sudah prediksi harga kedelai akan tinggi, tetapi barang ada. Ada goncangan sedikit, saya umumkan harga tahu akan jadi Rp15.000/kg. Jadi kita bekerja bersama. Sekarang kalau barang tidak ada, harga naik, mau cari ke mana barangnya?," kata Lutfi.
Kementan kembali merespon, lewat Direktur Serelia Ditjen Tanaman Pangan, Mohammad Ismail Wahab menimpali, stok jagung hingga 2,3 juta ton benar adanya di lapangan.
Menurut Ismail, Kementan melakukan update data stok jagung secara reguler setiap minggunya. Bahkan ada 2 unit kerja yang secara aktif melakukan update, yaitu Badan Ketahanan Pangan dan Pusat Data dan Informasi Pertanian.
“Badan Ketahanan Pangan melakukan survei periodik stok jagung di pengepul, gudang GPMT, dan pasar. Sedangkan Pusdatin kami secara langsung melalui mantri tani dan harmonisasi data BPS. Datanya sama,” kata Ismail.
Oleh sebab itu, Kementan siap menunjukkan lokasi gudang dan sentra yang saat ini memiliki stok jagung, bila ada pihak lain yang ingin segera membantu distribusi jagung. “Masalahnya saat ini bukan produksi, namun distribusi jagung ke peternak yang terhambat,” ulasnya.
Ismail justru mengatakan ada kecenderungan pabrik pakan besar dan pengepul untuk menyimpan jagung dalam jumlah besar, mengingat adanya kekhawatiran suplai jagung untuk produksi pakan terganggu, dan kondisi harga jagung pasar dunia yang juga sedang tinggi.
“Harga jagung di petani masih tinggi, karena pabrik juga masih berani membeli tinggi. Sementara harga pasar dunia naik 30%. Saya kira regulator harga jagung harus melakukan intervensi aktif. Kasian peternak mandiri kita,” kata Ismail.
Try Surya A