Foto: Peni Sari Palupi
Beras dengan Indeks Glikemik rendah untuk mengendalikan diabetes
Perubahan gaya hidup masyarakat menciptakan peluang baru bisnis beras.
Pohon industri padi berpotensi menghasilkan 34 jenis produk. Beras termasuk produk utama yang digarap pelaku usaha di Indonesia.
Pohon industri padi berpotensi menghasilkan 34 jenis produk. Beras termasuk produk utama yang digarap pelaku usaha di Indonesia.
Wajar bila pelaku usaha masih fokus pada beras karena sampai sekarang sebagian besar masyarakat kita mengonsumsi nasi dari beras sebagai makanan pokok.
Seiring perkembangan zaman, beras tidak melulu dijual sebagai beras curah, tetapi bisa diolah menjadi pangan bernilai tambah, baik dari sisi fungsi maupun cara konsumsinya.
Beras IG Rendah untuk Para Diabetesi
Beras, yang umumnya dikonsumsi dalam bentuk nasi kaya akan karbohidrat. Ketika dikonsumsi dan dicerna di dalam tubuh, nasi mudah menghasilkan glukosa dengan jumlah banyak (hiperglikemik). Konsumsi nasi berlebihan pada orang-orang yang mengidap diabetes mellitus (DM) tipe dua menyebabkan peningkatan glukosa darah secara cepat dan tinggi.
Diabetes termasuk penyakit degeneratif yang berbahaya lantaran dapat menyebabkan komplikasi berbagai penyakit, seperti jantung, gangguan penglihatan, gagal ginjal, stroke, hingga hipertensi. Karena itu diabetes diistilahkan “ibunya” penyakit.
Menurut data International Diabetes Federation 2019, Indonesia menduduki posisi nomor 7 dari 10 negara dengan jumlah penderita diabetes (disebut diabetesi) terbesar di dunia. Jumlah diabetesi di Indonesia mencapai 10,7 juta orang dan prevalensinya cenderung meningkat.
Untuk membantu mencegah dan mengendalikan diabetes, salah satu caranya adalah mengurangi atau bahkan menghindari konsumsi nasi dan menggantinya dengan umbi-umbian. Namun tidak semua orang bisa beralih dari nasi.
Cara Produksi dengan Pratanak
Alternatifnya adalah mengutak-atik beras supaya nilai Indeks Glikemik (IG) nya rendah, di bawah 55. Inilah yang dilakukan Prof. (Riset) Dr. Ir. Sri Widowati, M.App.Sc. dari Balai Besar Litbang Pascapanen, Kementan.
Pada 2008 Prof. Widowati dan tim, melakukan penelitian untuk menghasilkan beras pulen ber-IG rendah dengan proses pratanak. Saat itu penelitiannya menguji gabah dari tujuh varietas padi, yaitu Sintanur, Gilirang, Ciherang, IR 64, Mekongga, IR 42, dan Batang Lembang.
Dalam laporan penelitiannya yang dimuat di Jurnal Pascapanen 2009 disebutkan, beras pratanak merupakan beras dari gabah yang telah mengalami penanakan parsial. Proses pratanak akan melekatkan komponen nutrisi dari lapisan bekatul maupun sekam dalam endosperma beras sehingga terjadi perubahan komponen nutrisi beras pratanak dibandingkan beras giling.
“Prosesnya mulai dari gabah. Gabah kering giling dibersihkan dulu dari kotoran lalu direndam dalam air hangat bersuhu 50-60oC selama 4 jam, ditiriskan kemudian gabah dikukus selama 10-15 menit. Selanjutnya gabah dikeringkan dengan cara dijemur atau menggunakan alat pengering (dryer) sampai kadar air maksimum 14%. Gabah kering giling ini bisa disimpan atau digiling seperti biasa menghasilkan beras IG rendah,” ungkap Peneliti Ahli Utama tersebut kepada AGRINA.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 323 terbit Mei 2021 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.