Foto: Sabrina Yuniawati
“Saya mau cari solusi yang paling tepat, paling efisien, paling nyaman buat semuanya. Lingkungan nyaman, masyarakatnya juga nyaman bertambak.” - Edhy Prabowo - Menteri KKP
Besar dan kecil harus hidup dalam keharmonisan dan keindahan.
Mendapat mandat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan pada 23 Oktober 2019, Edhy Prabowo, SE, MM, MBA, segera berbenah.
Ia merangkul semua pelaku usaha terkait buat menyatukan pandangan membangun perekonomian negara melalui perikanan dan kelautan.
Langkah-langkah apa saja yang akan Edhy tempuh?
Satu Suara
Pria kelahiran 24 Desember 1972 itu mengawali silaturahmi dengan para pemangku kepentingan di sektor perikanan dan kelautan, khususnya nelayan dan pembudidaya ikan.
Edhy pun mendapat berbagai saran, masukan, hingga keluh-kesah yang membuka lebih jauh kendala para pelaku usaha di lapang.
Bermacam kendala yang terkuak misalnya tumpang-tindih regulasi dan perizinan, aspirasi yang tidak tertampung, penertiban keramba jaring apung (KJA) dan pengolahan limbah, hingga biaya logistik yang sangat membebani pelaku usaha.
Meski begitu, Edhy mengapresiasi kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebelumnya. “Menteri yang lalu punya terobosan-terobosan. Yang baik akan kami teruskan, yang kurang akan kami perbaiki.
Pada akhirnya, ini semua menghasilkan terobosan besar buat negara kita,” ungkapnya saat Stakeholders Meeting Bidang Perikanan Budidaya di Jakarta, Senin (25/11).
Politikus Partai Gerindra ini juga berniat menghidupkan lagi komisi-komisi yang menghubungkan pelaku usaha dan pemerintah, seperti komisi udang, komisi tuna, komisi rumput laut, dan komisi mutiara. “Jadi, yang memimpin komisi bisa complain (protes) mana kala ada hal-hal yang nggak nyambung,” ujarnya.
Menurut Edhy, menyampaikan pendapat melalui lembaga perwakilan pelaku usaha inilah cara melawan negara yang benar.
“Bukan atas dasar keinginan penguasa atau bukan hanya atas dasar kekuatan massa. Tapi, atas dasar yang atas dan bawah ini satu suara. Ini konsepnya yang saya pelajari, cara ngelola negara yang benar: yang atas dan bawah satu suara,” tandasnya.
KJA dan Tambak
Menanggapi pengaturan KJA, Edhy mengusulkan merelokasi KJA ke daratan dengan bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“APBN itu perannya untuk mengintervensi kalau swasta nggak bisa masuk. kita coba di situ. Kalau masih bisa pakai anggaran KKP, kita pakai anggaran. Mungkin ini salah satu solusi,” urainya menilai pemerintah tidak bisa mematikan aktivitas pemilik usaha KJA dan membiarkan mati kelaparan.
Pun terkait aturan instalasi pengolahan air limbah (IPAL), lulusan S2 Swiss German University itu meminta jajarannya memberi kemudahan pelaporan sehingga lingkungan terjaga dan pembudidaya tidak merasa terbebani.
Negara harus tampil agar usaha berjalan kondusif. “Kita harus sepakat sustainable (keberlanjutan) menjadi tujuan kita, keamanan lingkungan menjadi urusan kita. Saya nggak mau menghasilkan devisa tapi lingkungan rusak karena setelah itu kita mati kelaparan,” tegasnya.
Ia pun berupaya mencari solusi perselisihan zonasi tambak dan wisata. Contohnya, pantai tetap menjadi kawasan wisata dan tambak di bagian dalam. Air laut ditarik dengan fasilitas negara.
Edhy memang bukan pelaku tambak. “Tapi saya mau cari solusi yang paling tepat, paling efisien, paling nyaman buat semuanya. Lingkungan nyaman, masyarakatnya juga nyaman bertambak,” serunya.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 306 yang terbit Desember 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/