Foto: Windi Listianingsih
Ledakan alga bisa menurunkan pertumbuhan industri akuakultur
Perlu manajemen data yang cepat dan efisien untuk peringatan dini.
Blooming (ledakan) alga tidak saja menjadi persoalan bagi Indonesia dan Malaysia. Bahkan, semua negara yang memiliki laut menghadapi ancaman ledakan alga yang berbahaya bagi kehidupan hewan, manusia, hingga perekonomian suatu negara. Bagaimana mencegah kerusakannya?
Penyebab HAB
Dr. Normawaty Mohammad Noor dari Department of Marine Science, Kulliyyah of Science, International Islamic University Malaysia mengatakan, alga adalah organisme fotosintesis sederhana yang hidup di laut dan air tawar.
Namun, alga bisa tumbuh di luar kendali sambil menghasilkan efek beracun atau berbahaya pada manusia, ikan, kerang, mamalia laut, dan burung. Banyak jenis ledakan alga berbahaya (Harmful Algae Blooms-HAB) yang disebabkan berbagai kelompok alga dengan racun yang berbeda.
Menurut Normawaty, penyebutan red tides untuk HAB sebenarnya tidak tepat karena bukan fenomena pasang-surut. HAB memiliki warna berbeda ketika dikaitkan perubahan warna air.
Tetapi yang pasti, bloom alga berdampak buruk terhadap kesehatan manusia karena menimbulkan berbagai penyakit dan berujung kematian.
Pada industri perikanan budidaya (akuakultur), HAB mengakibatkan eutrofikasi, menyumbat insang hingga ikan di keramba jaring apung mati, dan memblokir cahaya sehingga larva ikan dan kerang berhenti makan lalu mati.
Ledakan alga juga menurunkan industri pariwisata. “Karena pada perairan yang sedang mengalami HAB dilarang berenang, airnya tidak boleh diminum, bahkan menyentuh pun dilarang. HAB bisa menyebabkan kematian pada mamalia laut, burung laut, dan sindrom bagi kesehatan manusia yang disebabkan oleh diatom dan dinoflagellata,” ujarnya pada seminar International Conference on Marine and Coastal Enginering and Sciences 2019 yang diselenggarakan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Negeri Lampung.
Sebaran di Malaysia
Malaysia termasuk negara yang sering mengalami blooming alga. Selama kurun waktu 1976-2015, setidaknya terjadi 10 kali blooming alga di perairan Malaysia, seperti Teluk Sepanggar, Pesisir Malaka, Pelabuhan Kuantan, dan Semenanjung Malaysia.
Di Pelabuhan Kuantan, wabah Paralytic Shellfish Poisoning (keracunan kerang) muncul pada November 2013. Lalu pada Agustus 2014, sebanyak 10 orang dirawat di rumah sakit setelah mengonsumsi kerang yang terkontaminasi.
Riset di Pelabuhan Kuantan saat blooming alga menunjukkan, sekitar 51 taksa fitoplankton diidentifikasi yang meliputi 31 genus diatom, 19 genus dinoflagellata, dan 1 genus alga hijau-biru (BGA).
Selama musim hujan, genus yang paling banyak ditemukan adalah Thalassionema (67,48%), Nitzchia (17,43%), dan Coscinodiscus (16,72%). Di musim panas, genus paling banyak adalah rhizosolenia (45,82%) dan coscinodiscus (36,40%).
Beberapa spesies berbahaya yang potensial dalam penelitian itu adalah Alexandrium tamiyavanichii, Gymnodinium spp, Prorocentrum micans, dan Dinophysis spp.
Menurut Normawaty, HAB di Pelabuhan Kuantan disebabkan A. tamiyavanichii. “Ini mungkin dibawa melalui air dengan kadar mineral tinggi. Aktivitas manusia di sekitar Pelabuhan Kuantan juga berpotensi berkontribusi terhadap perkembangan alga,” ucapnya.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 305 yang terbit November 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/