Foto: Windi Listianingsih
“Kalau duit hilang bisa dicari. Tapi kalau pelanggan hilang, susah kembali.” - drh. H. Muhammad Munawarroh, MM
Organisasi harus kaya agar bisa melakukan berbagai hal.
Penerapan industri 4.0 menjadi kewajiban jika organisasi ingin berjalan efisien dan efektif. Itulah yang tengah dilakukan drh. H. Muhammad Munawarroh, MM, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI). Lewat tangan dinginnya, PDHI bertransformasi menjadi organisasi mandiri yang makmur dengan memanfaatkan teknologi internet. Apa saja yang ide kreatif yang ia tuangkan?
KTA Online
Menurut Munawarroh, mengelola organisasi harus mengikuti perkembangan zaman. “Sekarang zamannya 4.0. Artinya, segala sesuatu berdasarkan data yang namanya Big Data. Big Data itu harus digital,” ujarnya kepada AGRINA. Karena itu, ia mendata ulang anggota lama dan membuka pendaftaran anggota baru PDHI melalui aplikasi KTA (Kartu Tanda Anggota) Online.
Jumlah dokter hewan di Indonesia yang mencapai 20 ribu hanya tercatat 10 ribu orang sebagai anggota PDHI. “Tidak semua menjadi anggota PDHI karena sebelumnya untuk menjadi anggota itu susah. Dulu kalau bikin KTA bisa berbulan-bulan baru keluar,” ucapnya.
Kini pendaftaran menjadi anggota PDHI bisa secara online lewat ponsel. Cukup 5 menit, data diri segera diproses lalu mendapat konfirmasi keanggotaan dan KTA via email.
“Pendaftaran KTA online sangat mudah, cepat, dan murah. Biaya Rp50 ribu seumur hidup. KTA ini berlaku seumur hidup dan berlaku mulai Januari 2020,” terangnya. Anggota akan mendapat KTA berupa kartu pintar yang berfungsi sebagai uang elektronik.
Kandidat doktor bidang virologi di Universitas Airlangga ini juga mengumpulkan uang lewat aplikasi untuk membeli markas PDHI. Aplikasi memudahkan penyumbang mengecek saldo yang terkumpul. “Kita harapkan bisa terkumpul uang Rp4 miliar-Rp6 miliar. Nanti, Januari bisa dibuat beli ruko,” ungkapnya. Bahkan, sistem keuangan PDHI dikelola secara online untuk menjamin transparansi.
Agar PDHI mandiri, makmur, dan bebas hambatan finansial, dia mendirikan PT Veteriner Indonesia Sejahtera (VIS) sebagai tambang emas. VIS ini memasarkan produk penghilang bau ke cabang PDHI. Cabang yang berminat memasarkan mendapat modal produk. Rencananya ada 18 produk yang dipasarkan PDHI.
DRH TV
Mewadahi kebutuhan dokter hewan, Munawarroh membuat VetBiz.shop, market place (toko online) penyedia kebutuhan obat dan peralatan hewan, tempat registrasi online seminar, serta informasi terkini dan peluang kerja veteriner.
VetBiz.shop ini kombinasi ekspo bisnis dan ruang komunitas veteriner. “VetBiz.shop sebagai sarana komunikasi dan diskusi komunitas veteriner, peternakan, perikanan, dan pertanian yang menyediakan platform pusat komunikasi dan diskusi, informasi acara, dan kegiatan ilmiah lainnya,” ulasnya.
Seminar online disiarkan di aplikasi HALOVET dan dapat diikuti dokter hewan se-Indonesia. Saat mendaftar seminar, anggota bisa langsung mengecek kredit poin yang diperoleh tanpa perlu bertanya ke sekretariat PDHI. “Kredit poin diperlukan untuk memperpanjang izin praktik,” kata mantan Direktur Pemasaran PT Indofarma itu.
Agustus ini PDHI meluncurkan DRH TV guna meningkatkan pemahaman masyarakat akan kesehatan hewan. Tayangan yang disajikan misalnya Vet Talk berupa talk show seputar dunia kesehatan hewan dan Diary DRH yang berisi kisah dokter hewan heroik dan inspiratif tentang kehidupan keluarga, pekerjaan, dan masyarakat.
Munawarroh mengaku, membangun industri 4.0 cukup mahal. Ia lalu berkolaborasi dengan pemilik sistem dengan konsep bagi hasil.
Anggota PDHI pun merasa puas terhadap programnya karena memudahkan. “Perubahan harus memberi kemudahan dan menjadi lebih efisien dan murah. Perubahan itu tidak boleh mempersulit orang,” sambung pria yang gemar presentasi, berbagi ilmu, dan memotivasi itu.
UU Keswan dan PTKH
Munawarroh menuturkan, PDHI memandang pentingnya Undang-undang (UU) Kesehatan Hewan (Keswan) dan UU Perguruan Tinggi Dokter Hewan (PTKH). PDHI menilai, UU No. 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan jo UU No. 41/2014, belum membahas detail tentang dokter hewan di luar lingkup Kementerian Pertanian serta hewan satwa liar dan akuatik. “Kita membuat RUU untuk melengkapi UU Peternakan dan Keswan itu,” jelasnya.
RUU ini juga menjadi payung hukum pembentukan badan otoritas veteriner di bawah presiden. Badan ini berwenang menentukan masalah veteriner, misalnya penyakit atau importasi produk veteriner. “Sekarang ada badan otoritas tapi terpecah-pecah dan ada di setiap kementerian. Yang benar, badan otoritas veteriner ada satu dan membawahi kementerian,” tandasnya.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 302 yang terbit Agustus 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/