Kesuksesan berbisnis sapi perah akan datang asal terus dilakukan.
Fokus meraih mimpi dan cuek pada cibiran orang. Itulah yang dilakukan Deddy Fachruddin Kurniawan ketika merintis usaha peternakan sapi perah. “Apapun komentar orang, nggak pernah saya masukkan ke dalam hati. Karena, saya punya mimpi yang orang lain tidak mengerti,” ucap peternak sapi perah sukses asal Kota Batu, Jatim ini.
Cara tersebut terbukti ampuh. Mimpi yang dibangun Deddy satu persatu mewujud. Memang tidak mudah dan banyak jatuh-bangun tetapi bisa diperjuangkan. Bagaimana kisahnya? Simak penuturan CEO Dairy Pro Indonesia itu secara ekslusif kepada AGRINA.
Bekerja dan Beternak
‘Tercemplung’ menempuh pendidikan sebagai dokter hewan dan kesenangannya akan sapi membuat Deddy bertekad kerja di peternakan sapi perah terbaik di Indonesia selepas kuliah. Pada 2002 keinginan pun terlaksana dengan menempatkan lulusan IPB ini sebagai tenaga kesehatan hewan dan reproduksi di PT Greenfileds Indonesia. Ia lantas fokus mempelajari semua hal terkait sapi perah mulai dari manajemen kesehatan hewan, reproduksi, sampai sistem informasi.
Setahun bekerja, Deddy mendapat kesempatan magang ke Selandia Baru. Tepatnya di Livestock Improvement Corporation (LIC), perusahaan milik koperasi peternak yang menyediakan keahlian genetik, reproduksi, dan kesehatan hewan. Pada 2004 ia memutuskan beternak sapi perah dengan memelihara pedet jantan perah sebanyak 10 ekor.
Ternyata saat itu datang tawaran kerja di LIC. Deddy lantas menerimanya sambil berusaha memelihara pedet dengan menitip di kandang orang. Usaha yang dirintis di Indonesia sembari berburu nafkah di negeri orang ini sempat terhenti dua tahun. “Tahun 2006 saya mulai lagi pelihara pedetnya tapi saya titipkan. Saya punya orang untuk pelihara,” ujarnya.
Pria kelahiran 13 Januari 1978 ini membeli pedet umur seminggu dan dipelihara sampai umur 3 bulan lalu dijual. Bisnis jual-beli pedet itu pun berpindah-pindah tempat karena menyewa kandang. Hingga akhir 2008, Deddy memiliki tempat sendiri sekaligus mendirikan peternakan yang kini bernama Kampung Sapi Advanture. Saat itu pula dia hijrah dari ILC ke EverFresh Farm, perusahaan peternakan sapi perah di Pakistan.
Berkesan
Meski hanya berupa tanah seluas 2.000 m2 berpagar bambu, anak kedua dari empat bersaudara ini bersyukur sudah punya tempat menampung ternak. Ia mengaku kerepotan waktu pertama kali memindahkan pedet yang mencapai 50-an ekor. Pedet umur 1 minggu sampai 5 bulan itu terpaksa tidur beratap awan karena belum ada kandang. Padahal, kala itu musim hujan.
“Pokoknya kalau malam hari hujan lebat, besoknya harus siap-siap ngubur karena pasti ada yang mati satu,” ayah empat anak itu mengingat. Sehingga dalam waktu 3-4 bulan, populasi pedetnya tinggal separuh.
Dia mengaku hampir putus asa menghadapi kenyataan tersebut. Sudah berat, repot, rugi pula.
“Alhamdulillah banyak yang memberi dukungan moril sehingga jalan terus,” katanya seraya menyebut sokongan keluarga, khususnya orang tua berperan besar. Peternakan sapi perahnya pun berlanjut dan berkembang sedikit demi sedikit.
Selepas kematian pedet yang sangat berkesan, akhirnya Deddy bisa menyetor susu sapi ke koperasi pada 2009. Dari jauh, suami Zahrotul Fitriyah ini mengawasi perkembangan peternakan sambil setiap 4-6 bulan sekali pulang ke Indonesia. Ia baru memegang penuh peternakan pada 2011 karena sang ayah memintanya balik ke kampung halaman.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 14 Edisi No. 289 yang terbit Juli 2018. Atau, klik di : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/