Untuk merealisasikan cita-cita besar yang bukan sekadar angan, perlu strategi dan kerja sama semua pihak terkait.
Bukan tanpa alasan optimisme Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045 dilontarkan Kementerian Pertanian. Terlebih, saat itu bertepatan pula dengan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-100.
Dalam tiga tahun terakhir, sejak 2015, pertumbuhan produksi pangan pokok dan strategis nasional mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan komoditas pokok dan strategis tersebut dicapai melalui program upaya khusus (UPSUS) dikawal secara bersamaan yang secara ekstensif dan masif. Selain itu, didukung anggaran sangat besar serta pengelolaannya dapat terealisasi dengan mudah dan cepat.
Dewa Ngakan Cakrabawa, Kepala Bagian Perencanaan Wilayah, Biro Perencanaan, Setjen Kementerian Pertanian (Kementan) mengatakan, Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045 merupakan angan-angan dan menjadi perwujudan cita-cita ke depan.
Dalam menopang program besar itu, ia berujar, Kementan menyusun strategi dan meletakkan sendi yang baik sebagai fondasi di 2017-2018. Di sisi lain, dukungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pihak swasta juga berandil penting dalam menopang terwujudnya cita-cita mulia yang tersebut.
Mengangkat Derajat Petani
Ketika cita-cita sebagai lumbung pangan dunia terwujud, tingkat kesejahteraan petani di Tanah Air akan ikut terdongkrak. Saat ini, Dewa memaparkan, pekerjaan sebagai petani di Indonesia masih termarginalkan. Petani dinilai belum mampu hidup layak atau terangkat derajatnya dibandingkan pekerja lain. “Masih banyak petani yang miskin,” ulasnya.
Menurut Dewa, setidaknya ada 8 permasalahan utama yang masih dirasakan petani Indonesia. Yaitu, maalah lahan, tata niaga, pembiayaan, infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), perlindungan petani, sistem informasi yang terbatas, dan produktivitas.
Meskipun telah diatur dalam Undang-undang No.41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, masih banyak kendala lahan yang terjadi di lapang. Misalnya, lahan penguasaan masih tergolong kecil dan alih fungsi lahan yang tinggi. Di samping itu petani masih terkendala kepemilikan lahan. Banyak petani yang hanya berstatus sebagai penggarap.
Untuk infrastruktur, sambung Dewa, pemerintah meletakkan landasan yang kuat dengan menopang usaha tani dan pembuatan sumber-sumber air. Tujuannya sebagai dasar pembangunan pertanian ke depan. Dan sebagai bentuk perlindungan, tahun lalu Kementan memberikan asuransi kepada petani. “Asuransi di tanaman pangan, khususnya padi, baru dimulai 2017. Mudah-mudahan ke depan bisa mendukung pertanian kita supaya lebih maju. Kami juga baru merilis asuransi untuk ternak,” paparnya.
Rencana Strategis
Dalam mencapai lumbung pangan dunia, lanjut pria kelahiran Bali itu, Kementan menyusun langkah strategis melalui sejumlah program dan terobosan yang menyasar pada Nawacita kedaulatan pangan. Kementan menyusun program dalam tempo 2015-2019 demi terwujudnya kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani.
Program utama untuk jangka waktu 2015-2019 adalah penyerapan anggaran guna penyediaan sarana dan prasana. Terutama, pembangunan sumber air serta bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) buat petani. Kementan mulai memperhatikan dari hulu hingga hilir produk pertanian di samping nilai tambah produk. Namun saat ini, ulasnya, “Fokus kita tetap di hulu dulu karena permasalahan di hulu belum terselesaikan. Sembari kita juga mulai bergerak ke hilirnya. Terutama, mengenalkan korporasi kepada petani dalam kawasan.”
Dewa menjabarkan, untuk menyongsong 2045, tahap pertama yang dilakukan pemerintah yaitu menetapkan regulasi. Saat ini ada sebanyak 141 kebijakan yang sudah diregulasi untuk memperbaiki kemungkinan yang menghambat ekspor. Ke depannya, terdapat sekitar 50 kebijakan lagi yang akan diselesaikan.
Tahap selanjutnya adalah infrastruktur, meningkatkan produksi, mengurus tata niaga, dan sasaran utama pada 2045, yakni menjadi lumbung pangan dunia. Ketika angan-angan besar itu terealisasi, Indonesia bisa mengekspor komoditas pertanian ke berbagai negara. “Jadi, kita tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri tapi harapan ke depan kita mampu mengekspor,” ambisinya.
Selain perbaikan infrastruktur dan bantuan alsintan, upaya berikutnya guna meningkatkan produksi adalah pengembangan lahan rawa dan cetak sawah. Untuk urusan cetak sawah, Dewa mengakui, target 1 juta ha mengalami hambatan dan sampai sekarang belum bisa dicapai.
Maka, Kementan bergerak memanfaatkan lahan rawa demi bisa menanggulangi kekurangan lahan sawah. Indonesia memiliki potensi 33,4 juta ha lahan rawa. Yaitu, terdiri dari 20,1 juta ha lahan rawa pasang surut (60%) dan 13,3 juta ha lahan rawa lebak (40%).
Dewa melengkapi, pemanfatan lahan tadah hujan pun mulai diterapkan, seperti melalui pembangunan embung, kemudian rehabilitasi 2 juta ha irigasi. Selanjutnya, rencana kerja 2019 yakni program padat karya tunai (cash for work), pengembangan kawasan pertanian (klaster), membuat daerah sentra pengembangan tanaman rempah, dan menjadi lumbung pangan di daerah perbatasan.
“Pada 2015 harapan kita bisa mencapai ketahanan pangan dengan peningkatan produksi 3-5%, 2016-2018 kita bisa swasembada. Paling tidak, bisa meningkatkan produksi diatas 5% atau lebih, kemudian 100% kebutuhan pangan dalam negeri terutama pangan strategis sudah bisa kita penuhi. Pada 2019-2024 kita harapkan sudah bisa mencapai kedaulatan. Kemudian, 2025-2045 kita harapkan bisa meningkatkan kesejahteraan petani. Kesejahteraan petani meningkat juga kalau sudah berkecimpung dalam pedagangan global,” jabarnya detail.
Inovasi Lembaga Penelitian
Mewujudkan lumbung pangan dunia tentu memerlukan peran besar Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) melalui kinerja dan inovasi. Retno Sri Hartati Mulyandari, Kepala Balai Pengelola Alih Teknologi Petanian (BPATP) Bogor, berujar, mengejar cita-cita perlu dukungan teknologi dan regulasi. Tantangan di sektor komoditas, sumberdaya lahan pertanian (SDLP), dan mekanisasi akan mampu diatasi.
Tanpa sokongan teknologi, faktor-faktor kunci perwujudan kedaulatan pangan akan sulit direalisasikan. Retno mengatakan, status teknologi Balitbangtan mencakup 3 hal. Pertama siap diterapkan, kedua perlu dimatangkan, dan ketiga perlu diciptakan. Siap diterapkan berarti teknologi sudah dilepas dan siap dikembangkan secara spesifik lokasi.
Sedangkan, perlu dimatangkan berarti teknologi prospektif untuk antisipasi jangka menengah sudah ada namun perlu dimatangkan. Terakhir, perlu diciptakan yang berarti teknologi untuk jangka panjang perlu disiapkan untuk mengantisipasi perubahan lingkungan dan preferensi konsumen.
Balitbangtan, imbuh Retno, tengah menyiapkan dukungan teknologi untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, dan dukungan teknologi SDLP, serta mekanisasi. Untuk padi misalnya, tersedia varietas unggul baru (VUB) untuk berbagai agroekosistem seperti padi gogo tahan naungan, padi gogo dataran tinggi, padi hibrida dengan produktivitas di atas 12 ton/ha. Ada juga padi amfibi yang toleran rendaman dan kekeringan serta teknologi budidaya jarwo super.
Pada komoditas jagung, Balitbangtan menyiapkan jagung hibrida produktivitas tinggi, sekitar 10-13 ton/ha, seperti Bima seri 3-20, HJ seri 21-22, HJ 36, dan HJ 45. Yang terbaru adalah jagung tongkol dua bernama Nasa 29.
Sentuhan teknologi pada bawang merah, kata perempuan kelahiran 3 Desember 1969 itu, adalah VUB produktivitas tinggi, seperti Bima, Maja, Sembrani, Pancasona, Trisula, dan Biru Lancor. Sedangkan, inovasi di cabai berupa VUB produktivitas tinggi seperti varietas Kencana yang toleran genangan dan VUB fungsional yang memiliki kadar capsaisin tinggi, misalnya Prima Agrihort dan Rabani Agrihort.
Dukungan teknologi pada peternakan sapi berupa konsentrat hijau, tanaman pakan toleran kekeringan dan naungan, seksing sperma, rapid test kebuntingan, vaksin IBR (Infectious Bovine Rhinotracheitis), diagnosis penyakit, hingga pascapanen.
Sementara, dukungan untuk SDLP contohnya sistem budidaya hemat air menggunakan springkel dan irigasi tetes. Selain itu, precission farming & smart irrigation, pompa energi surya, hingga artificial irrigation untuk irigasi modern.
“Balitbangtan terus berinovasi. Dari data Ditjen Kekayaan Intelektual, Kemenkumham, secara nasional Balitbangtan merupakan lembaga penghasil paten granted terbanyak pada 2017. Inovasi tidak hanya dari substansi teknologi dari Balitbangtan saja tapi juga inovasi dalam kelembagaan, administrasi, dan proses-proses mengimplementasikannya,” pungkas Retno.
Try Surya Anditya, Galuh Ilmia Cahyaningtyas