Ekspor Indonesia mencapai USD 14,8M atau naik sebesar 13,2 persen (MoM/Month on Month). Ekspor tersebut adalah ekspor migas senilai USD 2,5M dan non migas USD 12,3 M. Sementara total ekspor hingga September 2013 sebesar USD 134 M. Volume total ekspor dan volume ekspor non migas masih tumbuh masing-masing sebesar 19,2 persen.
Nilai ekspor non migas Indonesia ke beberapa negara hingga September 2013 mengalami kenaikan signifkan. Singapura kenaikannya mencapai USD329,5 juta, disusul Amerika Serikat, Myanmar, India, Filpina, Turki, Rusia, Nigeria, Ukraina dan Selandia Baru mengalami total kenaikan sebesar USD 63,8 juta sampai USD 210,3juta.
“Tujuan utama ekspor non migas kita itu Cina, Jepang dan Amerika walaupun situasinya masih belum cerah kalau dilihat dari pertumbuhannya,” beber Bayu Krisnamurthi, Wakil Menteri Perdagangan dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (6/11).
Komoditas non migas yang mengalami peningkatan impor yang cukup besar antara lain mesin-mesin (naik 25,2% MoM), peralatan listrik (naik 38,1% MoM), besi baja (naik 43,5% MoM), plastik dan barang dari plastik (naik 37,7% MoM), ampas/sisa industri makanan (naik 53,0% MoM) dan kapas (naik 54,3% MoM).
“Dengan memperhatikan pola pertumbuhan ekspor maupun impor non migas hingga September 2013 dan pola Triwulan IV selama 2 tahun terakhir, maka surplus neraca perdagangan non migas sampai akhir tahun 2013 diperkirakan akan berkisar USD 5–6 M,” ujarnya.
Efek Pada Neraca Perdagangan
Nilai positif terjadi pada neraca perdagangan non migas pada bulan September 2013 dengan besar surplus USD 496,8 juta. Bila ditotal Januari - September 2013 surplusnya mencapai USD 3,48 M.
Namun angka tersebut tidak dapat membalik Neraca perdagangan dalam negeri menjadi surplus. Pasalnya, bulan September saja neraca migas defisit USD 1,2 M. Bila ditotal sejak Januari sampai September neraca migas defisit USD 9,74 M. Kondisi ini menyebabkan neraca perdagangan Januari – September 2013 defisit mencapai USD 6,26M.
Tingginya defisit migas karena adanya importasi minyak mentah yang cukup tinggi, mencapai angka USD 10,26 M. Padahal, ekspornya turun sebesar USD 7,87 M. “Jawaban dari itu adalah diversifikasi energi,” ujar Bayu.
Sampai Oktober, perdagangan biofuel di Indonesia baru 2/3 dari target setara 67%. Tetapi, lanjutnya, “Kami sudah mendapatkan informasi tahun depan sudah ada pembahasan biofuel dari sawit, sekitar 6,5 juta ton biodiesel akan dibeli dari produsen-produsen biofuel dan produsen sawit kita untuk tahun 2014.”
Tak hanya biofuel, Bayu berharap diversifikasi energi juga mengarah pada sumber-sumber energi primer seperti air, angin, matahari, dan lain sebagainya. “Dengan memperhatikan pola pertumbuhan ekspor maupun impor hingga September 2013 dan pola Triwulan IV selama 2 tahun terakhir, maka defisit neraca perdagangan diperkirakan akan berkisar USD 6-8 M,” pungkasnya.
Ratna Budi Wulandari