Industrialisasi kelautan dan perikanan merupakan salah satu upaya menumbuhkembangkan pewirausaha agribisnis perikanan budidaya.
Salah satu strategi pembangunan
nasional adalah pro-job, yaitu
menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran. Untuk subsektor
perikanan, pro-job dapat dilakukan
melalui optimalisasi pemanfaatan potensi perikanan budidaya dan pertumbuhan
wirausaha baru. Wirausaha merupakan salah satu motor penggerak pembangunan,
termasuk perikanan.
Seperti diketahui, tahun lalu, jumlah unit usaha di Indonesia sekitar 56,54 juta, yang terdiri dari unit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) 99,99% dan usaha besar 0,01%. Kontribusi UMKM dalam menyerap tenaga kerja sekitar 107,66 juta atau 97,16% dan usaha besar 2,84%. Artinya, pengembangan dan pertumbuhanan UMKM, termasuk di subsektor perikanan, mempunyai peranan yang sangat penting dalam menyerap jumlah tenaga kerja.
Masalahnya, meski jumlah unit usaha relatif banyak, jumlah pewirausaha di Indonesia baru sekitar 1,56% dari total populasi penduduk. Padahal, menurut Ciputra, pendiri Ciputra Entrepreneurship Centre, untuk membangun ekonomi bangsa diperlukan minimal 2% pewirausaha atau pelaku wirausaha, baik wirausahawan maupun wirausahawati. Bandingkan dengan pewirausaha di Amerika Serikat 12%, Jepang 10%, Cina 10%, dan Singapura 7%.
Karena itu, salah satu strategi pembangunan kelautan dan perikanan yang dimulai tahun 2012, yang menekankan pentingnya industrialisasi kelautan dan perikanan merupakan salah satu upaya untuk menumbuhkembangkan pewirausaha subsektor perikanan. Dengan begitu, diharapkan dapat meningkatkan peranan subsektor perikanan dalam menyerap tenaga kerja.
Seperti kita ketahui industrialisasi kelautan dan perikanan, yang dicanangkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo, merupakan integrasi sistem produksi hulu dan hilir untuk meningkatkan skala dan kualitas produksi, produktivitas, daya saing, dan nilai tambah sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. Dalam upaya menciptakan lapangan kerja, yang patut ditumbuhkembangkan adalah agribisnis perikanan budidaya.
Perikanan budidaya ini mencakup budidaya di laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung, dan sawah. Komoditasnya antara lain, rumput laut, udang, kerapu, kakap, bandeng, mas, nila, lele, patin, gurami, dan sebagainya. Tahun 2011, produksi perikanan budidaya mencapai 7,90 juta ton atau sekitar 59,35% dari total produksi perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa, peranan produksi perikanan budidaya terhadap produksi perikanan nasional makin dominan.
Industrialisasi perikanan budidaya merupakan salah satu upaya untuk membangun sistem dan usaha agribisnis perikanan budidaya. Menurut Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., agribisnis terdiri atas enam subsistem, yaitu subsistem input (sarana produksi), subsistem produksi (budidaya), subsistem pengolahan, subsistem pemasaran, dan subsistem jasa penunjang, dan subsistem lingkungan pemberdaya agribisnis (kebijakan fiskal dan moneter).
Pewirausaha atau pelaku wirausaha agribisnis perikanan budidaya dapat bergerak pada subsistem sarana (pakan, benih, karamba, dan sebagainya), subsistem budidaya (misalnya nila, lele, dan bandeng), subsistem pengolahan (misalnya bakso dan ikan pindang), subsistem pemasaran (misalnya pedagang perantara), dan subsistem jasa penunjang (misalnya lembaga pelatihan). Dengan kebijakan fiskal (peran pemerintah) dan kebijakan moneter (Bank Indonesia) yang kondusif, diharapkan dapat menggairahkan agribisnis perikanan budidaya.
Kegiatan Bursa Kerja Subsektor Kelautan dan Perikanan, yang dilaksanakan 28-29 Oktober 2013 di Gedung SME Tower (Smesco), Jakarta, merupakan salah satu cara mempromosikan peluang usaha agribisnis perikanan, terutama perikanan budidaya. Dengan upaya tersebut, diharapkan semakin banyak orang yang tertarik mengembangkan usaha agribisnis perikanan budidaya pada skala UMKM. Dan, akhirnya akan menciptakan lapangan kerja baru (pro-job).
Tri Mardi Rasa