Kamis, 17 Oktober 2013

Pola Konsumsi Dorong Pertumbuhan Hortikultura

Perubahan pola konsumsi mendorong pertumbuhan dan perkembangan permintaan produk hortikultura.

Industri hortikultura Indonesia berpeluang untuk maju.  "Indikasinya, peningkatan volume dan nilai ekspor, peralihan varietas yang lebih diinginkan daripada yang sudah berlangsung, pengendalian penggunaan zat kimia, masuknya investor hortikultura serta peningkatan produksi dan mutu hortikultura unggul," kata Direktur Perbenihan Hortikultura Ditjen Hortikultura Kementrian Pertanian Sri Wijayanti Yusuf pada seminar Horti Asia 2014 di Jakarta, Kamis (17/10).

Ia memaparkan, pada 2012, ekspor buah Indonesia 232 ribu ton, sayur 200 ribu ton, tanaman obat 4.600 ton, dan florikultura 10 ribu ton. Sementara itu impor buah Indonesia 914 ribu ton, sayur 1,26 juta ton, tanaman obat 30  ribu ton dan florikultura 16 ribu ton. "Kalau industri hortikultura Indonesia diam saja, maka jumlah impor bisa semakin meningkat," jelasnya.

Namun demikian, tambah Sri Wijayanti, Pemerintah  terus berupaya dalam mengembangkan industri hortikultura tanah air diantaranya melalui aspek penganggaran. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan pada Direktorat Jenderal Hortikultura dalam rangka pemberdayaan petani hortikultura selama periode 2009 hingga 2013 sebesar Rp 2,66 triliun atau rata-rata Rp 533,7 miliar pertahun.

Sri Wijayanti mengatakan, hingga kini petani hortikultura nasional tidak memperoleh anggaran subsidi yang memadai sepertihalnya anggaran sektor tanaman pangan. Anggaran pertanian yang berkisar Rp 17 trilun, sebagian besar dialokasikan ke sektor tanaman pangan. Sementara anggaran sektor hortikultura hanya berkisar Rp 500 miliar. “Meski begitu, jangan remehkan petani hortikultura nasional. Tanpa fasilitas pemberian subsidi seperti halnya negara maju, ternyata dalam tataran regional Asia Tenggara mampu menunjukkan eksistensinya,”ujarnya.

Sedangkan, Ketua I Asosiasi Bunga Indonesia, Deddy Hadinata menambahkan, pertumbuhan produk hortikultura yang paling tinggi terjadi pada produk bernilai tinggi seperti sayur hidroponik dan bunga subtropis.

Pada tahun 1990-1995, konsumsi buah per orang mencapai 30 sampai 35 kilogram per tahun, pada tahun 2000-2009 sekitar 40 hingga 45 kilogram per tahun dan pada tahun 2010-2013 mencapai 50-55 kilogram per tahun.

"Perubahan pola konsumsi misalnya seperti  konsumsi lewat supermarket dan horeka meningkat, terutama di pasar tradisional menurun, terutama di lokasi urban," kata Deddy.

Sri Wijayanti mengungkapkan, ada beberapa tantangan investasi dan iklim usaha hortikultura antara lain alih fungsi lahan, sentra produksi hortikultura yang jauh dengan sentra konsumen, menurunnya gairah pelaku usaha hortikultura, tuntutan konsumsi terhadap kualitas, kontinuitas dan kuantitas semakin ketat dan adanya pasar bebas pada 2015.

Tri Mardi Rasa

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain