Sebanyak 10 ha tambak udang mangkrak di
Desa Berundung, Ketapang, Lampung Selatan, Lampung siap direvitalisasi. Windi Listianingsih
Seiring meningkatnya permintaan dunia
terhadap udang dan naiknya harga, harus diimbangi dengan peningkatan produksi
udang untuk memenuhi permintaan itu. “Merebaknya penyakit Early Mortality
Syndrome (EMS) yang menerpa beberapa negara produsen udang, berdampak
terhadap peningkatan permintaan udang Indonesia, karena produk udang Indonesia
bebas dari EMS dan juga bebas residu”, ungkap Slamet Soebjakto, Dirjen
Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Upaya peningkatan produksi udang nasional pun terus digencarkan melalui revitalisasi tambak. Setelah sukses di Kawasan Pantai Utara Banten dan Jawa Barat, program revitalisasi tambak udang kini siap menapaki Pulau Sumatera, tepatnya di Provinsi Lampung dan Sumatera Utara.
Khusus di Provinsi Lampung, sambungnya, revitalisasi tambak dilaksanakan di Kab. Lampung Timur, Kab. Pesawaran, dan Kab. Lampung Selatan dengan pembuatan demonstration farm (demfarm) sebanyak 60 ha.
Lampung merupakan salah satu sentra produksi udang nasional. Pada 2008 produksi udang Lampung menyumbang 40% produksi udang nasional. Sayangnya, serangan penyakit dan permasalahan manajemen menurunkan produksi udang Lampung. “Sekarang ini saatnya perudangan Lampung dibangkitkan. Ditetapkannya lampung sebagai lokasi tambak percontohan adalah upaya pemerintah membangkitkan kembali kejayaan budidaya udang di Lampung,” ujar Totok, begitu ia disapa.
Salah satu tambak percontohan yang telah direhabilitasi seluas 10 ha terletak di Desa Berundung, Kec. Ketapang, Kab. Lampung Selatan. Lahan tambak ini dibagi menjadi 20 petak dengan luas sekitar 5.000 m2 tiap tambak. Menurut Khumaidi, Ketua Kelompok Berkah Windu, sebelumnya beberapa petak tambak udang ini mangkrak sementara sebagian lainnya dibudidayakan udang windu secara tradisional. Tebaran udang windu rata-rata sekitar 10 ribu ekor/ha. Setelah empat bulan pemeliharaan, windu dipanen pada ukuran 30 ekor/kg sebanyak 2 kuintal/ha.
Selanjutnya, imbuh Totok, tambak mangkrak dan tambak sistem tradisional ini akan diubah menjadi tambak yang mengandalkan teknologi sistem semi intensif hingga intensif dengan padat tebar sekitar 80-100 ekor/m2 udang. Udang yang dibudidayakan adalah udang vaname. “Panennya sekitar 10-15 ton/ha, target kita di-size 70-40 ekor/kg,” sambungnya saat temu lapang revitalisasi kawasan tambak demfarm di Desa Berundung, Kec. Ketapang, Lampung (30/9).
Tambak percontohan ini dilakukan dengan membentuk kawasan klaster seluas 20 ha. Tujuannya, “Budidaya lebih terkontrol, mitigasi lebih terjamin, tebar dan panen udang lebih terkontrol,” imbuhnya.
Menurut Totok, tambak percontohan di Lampung akan menerapkan Good Aquaculture Practices (GAP) atau Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dalam budidaya udang. “Kondisi ini akan mendorong peningkatan produksi dan produktivitas lahan tambak yang ada,” katanya. Animo masyarakat untuk terjun kembali berbudidaya udang juga akan meningkat sehingga dapat menjadi pendorong pengembangan kawasan budidaya udang baru disekitarnya.
Windi Listianingsih